Malam yang ditunggu Soraya dan ketiga temannya telah hadir setelah matahari terbenam di ujung barat. Tepat setelah makan malam bersama Beatrice, janda cantik itu siap berangkat menuju kediaman Dena. Tentu setelah dia pamit kepada putri semata wayangnya.
"Ya. Hati-hati! Jangan pulang malam, pagi jauh lebih baik," sindir Beatrice sebelum Soraya meninggalkan ruang makan.
"Bea!" ujar Soraya dengan suara yang meninggi karena merasa putrinya itu sudah bersikap tidak sopan kepadanya.
Tak dapat dipungkiri, jika keduanya sejak tadi perang dingin karena sempat berdebat tadi sore perihal Dirga. Tatapan mata Soraya terlihat tajam dan menakutkan, akan tetapi gadis berambut cokelat itu hanya bersikap biasa saja. Bahkan, dia beranjak dari tempatnya dan berjalan melewati Soraya tanpa sepatah katapun.
"Apa lagi ini!" sungut Soraya saat mendapati sikap Beatrice yang keterlaluan.
Setelah Beatrice hilang dari pandangan, Soraya segera berangkat menuju kediaman Dena. Malam ini janda cantik itu berangkat diantar oleh sopir pribadinya, karena berkendara sendiri setelah pulang dari club cukup bahaya baginya.
"Kita menjemput Dena dulu," ucap Soraya setelah masuk ke dalam mobil.
"Baik, Nyonya," jawab sopir pribadi Soraya yang bernama Alpianto. Pria berumur sekitar empat puluh tahun yang memiliki beberapa biji bulu halus di dagunya.
Mobil mewah yang dikendarai Alpianto melesat menuju kediaman Dena yang ada di salah satu komplek elit di Jakarta. Entah apa alasan yang membuat gadis bukan perawan itu minta dijemput. Biasanya dia berangkat diantar oleh sopir pribadinya.
"Aku sudah memasuki gerbang komplekmu. Cepat keluar karena aku tidak mau mampir ke rumahmu," titah Soraya setelah panggilan telfon terhubung dengan Dena.
Benar saja, dari jauh Soraya melihat Dena keluar dari gerbang rumahnya. Tak membutuhkan waktu lama, wanita cantik itu segera masuk ke dalam mobil setelah mobil mewah itu berhenti dan Alpianto membukakan pintu untuknya.
"Rahma dan Astrid sudah sampai ternyata, lihatlah! Mereka berdua sangat berisik di grup chat!" keluh Soraya setelah membuka pesan masuk di grup.
"Biarkan saja! Jangan dibalas biar mereka semakin kesal." jawab Dena sambil mengeluarkan ponsel dari tasnya.
Malam ini jalanan kota cukup padat meski bukan di akhir pekan. Beberapa kali mobil yang. dikendarai Alpianto itu harus terjebak macet hingga mereka menghabiskan waktu hampir enam puluh menit saat dalam perjalanan menuju club malam yang biasa mereka tempati.
"Huh! Akhirnya sampai juga!" Soraya membuang napas kasar setelah keluar dari mobil.
"Ayo masuk! Jangan lupa siapkan telinga sebelum mendengar tausiyah panjang dari peternak madu!" Dena menarik tangan Soraya agar janda satu anak itu mempercepat langkahnya. Peternak madu yang dimaksud Dena adalah Astrid.
Tak sulit bagi kedua lajang bukan perawan itu, untuk menemukan sosok Astrid dan Rahma di antara hiruk-pikuk para pengunjung club. Kedua wanita lintas usia tersebut, tengah asyik bersenda gurau sambil menikmati minuman yang sudah mereka pesan.
"Gaun malam yang aduhai, Mbak," sapa Soraya sambil duduk di sebelah Astrid, yang malam itu mengenakan gaun malam seksi berwarna gold.
"Oh, terima kasih, Dek. Aku sengaja pake warna gold sebagai tanda peringatan. Hari ini adalah tahun ke-25 pernikahanku sama bapaknya anak-anak," balas Astrid seraya merapikan rambutnya yang baru dikeriting. "Lihat nih, kalian suka ngga model rambut baru aku?" tanyanya kemudian.
"Ya, bagus. Mbak kelihatan jauh lebih muda," sahut Dena sambil menyulut rokoknya. Tak lama, asap tipis mengepul dari dalam mulut dengan bibir berwarna dark berry yang dia pakai.
"Aku juga tadi bilang gitu, Mbak Den," timpal Rahma. Dia berkali-kali merapikan bagian bawah rambut panjangnya agar tetap berada di depan, sehingga menutupi leher. "Aku bilang kalau mbak Astrid bisa tuh nyari laki baru. Dia pasti masih laku," ujarnya kemudian.
"Emang kamu ada kandidat, Su?" tanya Dena. Su adalah panggilan sayangnya kepada Rahma, yang merupakan kependekan dari bungsu. Seperti yang telah diketahui bahwa wanita itu merupakan yang paling muda di antara mereka berempat.
"Ada, Mbak. Teman seprofesi yayang aku tuh lagi nyari istri ke-4," sahutnya diiringi tawa lebar, yang kemudian diikuti oleh Dena.
"Cocok tuh, Mbak As. Cari yang tua, biar cepet matinya. Siapa tahu Mbak kecipratan harta gono-gini meskipun cuma dikit," timpal Dena sambil terus tertawa.
"Gendeng kalian!" sungut Astrid. Dia lalu menoleh kepada Soraya yang malam itu lebih banyak diam. "Hey, kamu yang ngajak kita ketemuan, kok malah diem bae. Apa masih mikirin si Bea?" tegurnya.
"Haduh, Mbak. Mumet kepalaku. Bea masih tetep minta kawin," sahut Soraya.
"Ya sutralah, Ya. Tinggal kawinin aja, kan gampang. Cuma ada baiknya kamu pastiin dulu kalo itu cowok ga punya bini," celetuk Dena yang seketika membuat Rahma melotot padanya.
"Pastiin juga dia serius, ngga cuma kasih janji-janji palsu kayak calon pejabat," lanjutnya.
"Aciee ... yang lagi curhat," balas Rahma dengan puas.
"Pastiin juga kalau tuh cowok ngga demen kawin dan mengkoleksi perempuan," timpal Astrid yang membuat kepala Soraya makin terasa seperti akan meledak.
"Aduh, bagaimana ini? Jadi apa yang harus aku lakukan?" Soraya memijit keningnya sambil mengeluh pelan, sementara ketiga rekannya tampak berpikir.
"Aha!" suara Dena tiba-tiba terdengar nyaring. Dia menacungkan jari telunjuknya dan tersenyum lebar. Sepertinya, wanita yang selalu gagal menikah itu memiliki sebuah ide cemerlang. Dia menatap ketiga temannya satu per satu. "Aku ada ide!" serunya lagi.
"Ide apa?" tanya yang lainnya secara bersamaan. Mereka mendekatkan kepala ke arah Dena.
Merasa risih, Dena segera bergerak mundur. Lajang empat puluh lima tahun itu mengibaskan tangan, mengisyaratkan agar ketiga sahabatnya untuk segera menjauh darinya.
"Cepat katakan!" desak Soraya tak sabar.
"Hey, sabar. Anda ini senengnya main cepet ya, Nyonya Rojas," Dena melirik sesaat kepada Soraya, kemudian mengempaskan napas pelan. Dia mengambil rokok yang tadi sempat diletakkannya di atas asbak.
Dengan tenang, Dena mengisap rokok itu, lalu mengepulkan asapnya. Entah sadar atau tidak, jika sejak tadi ketiga rekannya telah menunggu penjelasan tentang ide cemerlang yang dia punya.
"Heh, Dena!" tepukan dari Astrid seketika menyadarkan wanita berambut lurus itu, setelah menunggu selama beberapa saat tapi tak ada kelanjutan dari Dena. Dengan segera pemilik agen travel itu menoleh. "Ada apa, ya?" tanyanya.
"Oh, astaga!" keluh ketiga rekannya yang lain sambil menepuk kening.
"Ngga salah kalau dia ditinggalin sama semua pacarnya. Kacau, lu!" sungut Astrid. Dia yang berusia paling senior dalam geng itu, memang kerap merasa berkuasa.
"Iya, nih. Mbak Den lebih dari kacau," timpal Rahma seraya kembali merapikan rambutnya hingga menutupi leher.
Bukannya merasa tenang setelah berada di sana, Soraya malah semakin pusing menghadapi tingkah absurd ketiga temannya. Apalagi setelah melihat sikap Dena, padahal belum minum tapi gadis bukan perawan itu sudah ngelantur dan membuatnya emosi.
"Sekejap saudari-saudari. Saya ingat-ingat dulu mau ngomong apa," ujar Dena dengan tanpa rasa berdosa sedikit pun.
...🌹Terima kasih sudah membaca karya ini, semoga suka 😍🌹...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Bunda dinna
pada aneh2 lingkup pergaulan Soraya..
Bea ygkasihan
2022-11-14
0
Dwisya12Aurizra
gadis bukan perawan sama janda rasa gadis ada bedanya gak thor 🤭
2022-10-10
2