Hari mulai beranjak terang. Namun, kesibukan Dirga justru semakin meningkat. Seperti biasa, sebelum melakukan pekerjaan apapun dia pasti membantu ibunya terlebih dahulu di pasar. Disadari atau tidak, paras manis dan sikapnya yang ramah telah sangat menguntungkan bagi sang ibu, karena dengan begitu banyak pelanggan emak-emak yang mampir ke kios mereka. Seperti halnya pagi ini, di kios sudah ada dua calon pembeli yang sedang memilih sayuran di sana.
"Tomat sekilo ya, Dek. Ingat, pilihin yang bagus dan seger-seger. Jangan yang kulitnya keriput juga, soalnya ngga enak dilihat," ujar seorang ibu yang berpenampilan hebring. Dia seperti toko emas berjalan, karena banyak perhiasan yang dipasangkan di beberapa bagian tubuhnya.
"Silakan Ibu pilih sendiri, ya," balas Dirga seraya menyodorkan wadah kepada wanita paruh baya itu.
"Duh, kayaknya kalau Adek yang milihin jauh lebih bagus-bagus, deh," goda ibu-ibu dengan gincu merah menyala itu seraya mengerling nakal kepada Dirga.
"Dih, genit banget sih, Bu?" sahut ibu-ibu berambut keriting yang sedang memilih terong, "Dek, ini terongnya ada yang lebih kenceng lagi gak?" tanya ibu-ibu berambut keriting itu sambil menunjukkan terong ungu kepada Dirga.
"Ye ... situ juga gak kalah genit! Emang dipikir aku gak ngerti gitu maksudnya situ nanya terong yang kenceng!" Ibu-ibu hebring tak mau kalah dengan wanita yang ada di sampingnya, "kalau mau yang kenceng, noh! Cari terongnya si penjual ikan hias!" ujar ibu-ibu hebring itu dengan tatapan sinis.
"Sudah ya, Bu, silahkan saja dipilih yang ada di situ, karena stok di dalam sudah habis." Dirga mencoba melerai agar kedua ibu-ibu yang sedang berdebat itu segera diam.
"Ya sudah kalau begitu! Aku gak jadi beli! Males di sini ada orang gak jelas!" Ibu-ibu berambut keriting itu pergi begitu saja dengan tatapan sinis ke arah ibu-ibu hebring, hingga membuat Dirga menepuk jidatnya karena kehilangan satu pembeli.
Tak ingin banyak bicara, Dirga pun memilihkan beberapa buah tomat berukuran sedang, kemudian menimbangnya. Saat itu, tampak seorang pria dengan perut buncit datang ke kios milik sang ibu. Pria itu merupakan pemilik toko ikan hias yang masih berada di wilayah pasar tersebut. Dia dikenal dengan sebutan Bang Asis. Sementara nama aslinya adalah Asisudin. "Ga, hari ini kamu ada kerjaan ngga? Saya butuh bantuan kamu," tanyanya tanpa basa-basi terlebih dulu.
Dirga yang saat itu tengah memasukan tomat yang baru selesai ditimbang ke dalam kantong kresek, segera menoleh. "Saya ke cafè nanti siang, Bang. Nanti saya izin dulu sama Ibu," sahut Dirga sopan.
"Memangnya ibu kamu ke mana?" tanya Asisudin. Matanya menyapu ke bagian dalam kios.
"Ibu sedang ke toilet, Bang," jawab Dirga. Dia menyodorkan tomat yang telah dikantongi tadi kepada ibu-ibu yang tak juga melepaskan pandangan darinya.
Sebelum pergi, si ibu dengan tampilan yang cetar dan heboh itu tampak tersenyum. "Besok saya belanja ke sini lagi. Saya mau beli bawang merah," ujarnya centil, tapi terlihat menjijikan bagi Dirga.
"Kenapa ngga sekalian saja sekarang, Bu?" tanya pemuda dua puluh lima tahun itu heran.
"Ah, ngga usah. Saya punya banyak waktu luang tiap hari, Dek. Maklum, saya janda," sahutnya sambil tertawa cengengesan. Sedangkan Dirga hanya menanggapinya dengan senyuman kecil yang dipaksakan. Dia pun segera mengalihkan perhatian kepada sang ibu yang baru muncul setelah dari toilet.
"Dari mana, Ceu Aas?" sapa Asisudin. Dia yang merupakan pria asli Majalengka, selalu memanggil ibunda Dirga dengan sebutan ceu Aas. Padahal, nama asli janda anak dua itu adalah Astuti.
"Biasa, Bang. Ada panggilan darurat," jawab Astuti yang berusia hampir sama dengan Astrid. Namun, penampilan Astuti tentu saja jauh lebih sederhana dan juga santun, dengan mengenakan kerudung instan yang menutupi seluruh rambutnya.
"Kok hari ini Ceu Aas kelihatan seger banget ya dengan kerudung warna hejo tai kuda itu," celetuk Asisudin sambil tersenyum kepada Astuti. Asisudin memang kerap menunjukkan perhatian lebih pada ibunda Dirga tersebut.
"Aih, Bang. Ini namanya dark olive," ralat Astuti seraya tertawa pelan. Dia berdiri di sebelah putranya.
"Ah, Ceu Aas mah pake warna apa saja pada dasarnya sudah geulis alias cantik. Jadi, ngga akan diragukan lagi," ujar Asisudin kembali mengeluarkan rayuannya. Dia tidak peduli meskipun di sana ada Dirga yang terlihat kurang nyaman dengan sikap pria berkepala botak tersebut.
"Oke, Bang. Nanti saya ke toko, habis dari sini," sela Dirga. Harapannya adalah pria dengan kaos oblong itu segera pergi dari kios sayuran milik ibunya.
"Jangan terlalu siang, ya. Soalnya kalau sudah siang suka banyak pelanggan yang datang," pesan Asisudin. Sekilas, pandangannya tertuju kepada Dirga. Namun, tak lama kemudian dia kembali mengalihkan perhatian terhadap Astuti. "Hayu, Ceu Aas. Saya permisi dulu," pamitnya seraya berbalik. Akan tetapi, tak berselang lama dia kembali lagi. "Ceu Aas. Ari Eceu ulang tahunnya masih tanggal delapan Mei, kan?" sebuah pertanyaan yang terdengar sangat aneh dari pria pemilik toko ikan hias itu.
"Ya iyalah, Bang. Sejak kapan ulang tahun bisa pindah-pindah tanggal," sahut Astuti seraya menggelengkan kepalanya perlahan karena tak habis pikir.
"Oh, barangkali saja, Ceu," balas Asisudin, "nanti saya kirim hadiah ikan cu•pang hasil kawin silang. Warnanya bagus sekali. Cocok buat Ceu Aas yang cantik," ujarnya sambil menggaruk selang•kangannya. Setelah itu, barulah dia benar-benar pergi dari sana.
Dirga yang sejak tadi menyimak obrolan ibunya dengan Asisudin, kemudian melepaskan apron dan menyodorkannya kepada Astuti. "Ibu apa-apaan sih pake ngasih tahu hari ulang tahun segala sama bang Asis?" protesnya. Dia tampaknya kurang suka jika sang ibu dekat-dekat dengan si pemilik toko ikan hias itu.
"Eh, itu bukan hari ulang tahun Ibu, Ga. Itu ulang tahunnya mak Ijem," bantah Astuti. Dia menyebutkan nama salah seorang wanita jompo yang tinggal di dekat rumah mereka.
"Intinya aku kurang suka kalau Ibu terlalu akrab sama bang Asis. Ibu tahu 'kan dia itu doyan kawin cerai," tegas Dirga.
"Kamu tenang saja, Ga. Lagi pula, Ibu masih menyimpan kenangan indah bersama almarhum bapakmu. Ibu sama sekali ngga kepikiran untuk menikah lagi," jelas Astuti menenangkan hati putra sulungnya.
Dirga baru saja akan menaggapi ucapan sang ibu. Namun, hal itu segera dia urungkan ketika ada pelanggan yang datang ke kios mereka.
Adalah seorang wanita dengan penampilan yang terlihat sangat berbeda, dari kebanyakan emak-emak yang biasa belanja ke pasar khususnya ke kios sayuran mereka. Wanita itu terlihat jauh lebih rapi dan juga bersih. Penampilannya tidak norak, tak seperti ibu-ibu pembeli tomat tadi.
"Permisi. Saya ingin menanyakan harga terong ungu dan mentimun sekarang berapa, ya?" tanyanya dengan tatapan lurus tertuju kepada Dirga.
...🌹Terima kasih sudah membaca karya ini, semoga suka 😍🌹...
...🌷🌷🌷🌷...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Dwisya12Aurizra
aku istri orang thor, bukan janda 🤭🤣🤣🏃🏻♀️🏃🏻♀️🏃🏻♀️
2022-10-12
1
Dwisya12Aurizra
ganjen banget tuh maemak, modus 🤭😂😂
2022-10-12
1