Maria keluar dengan membawa dua cangkir teh, dan sepiring kue yang ia letakkan di atas nampan. Wanita paruh baya itu tampak tersenyum melihat Ryan yang terlihat begitu dekat dengan anak gadisnya.
"Silakan diminum!" ucap Maria. "Sora... Ibu akan pergi sebentar untuk membeli beberapa keperluan jahit dan dapur. Kau jaga rumah, oke!" imbuh Maria menatap ke arah anak gadisnya.
"Iya, hati-hati di jalan, Bu!" balasnya.
Maria tidak berpikir macam-macam dengan meninggalkan anaknya dengan seorang lelaki muda yang ia yakini murid anaknya. Karena di pikirannya tidak mungkin ada hubungan spesial diantara siswa dan guru perempuannya, bukan?
Sekilas wanita paruh baya itu memerhatikan Ryan yang tampak sangat perhatian dengan anak gadisnya.
"Kau menempuh perjalanan jauh hanya karena ingin bertemu dengan gurumu?" tanya Maria, sesaat setelah dirinya meletakkan minuman dan camilan di atas meja.
"Ryan adalah ketua kelas di mana aku adalah wali kelasnya, Bu. Dan aku lupa jika belum mengajukan cuti hari ini." Sora menyela pertanyaan ibunya yang sengaja diajukan untuk Ryan.
Maria hanya menanggapinya dengan anggukan kepala ringan seolah mengerti.
Sebelum wanita paruh baya itu pergi. Maria tampak memandang wajah putrinya.
"Kau memiliki tanggung jawab atas pekerjaanmu, putriku. Jika kau memiliki masalah, kau tidak sepatutnya pergi dan menghindari masalah begitu saja."
Netra Sora terbelalak. Dalam hatinya berkata, apakah ibunya tahu permasalahan yang ia hadapi? Bukankah seorang ibu memiliki firasat yang kuat tentang anaknya?
"Ibu...." Suara Sora tercekat.
"Ibu akan keluar sebentar untuk memberi beberapa peralatan jahit dan dapur. Jaga rumah baik-baik."
Sora mengangguk, wanita paruh baya itu pergi meninggalkan anak gadisnya bersama sang murid yang Maria anggap bukan siapa-siapa Sora.
Ryan memastikan Maria sudah pergi dan tidak akan mendengarkan percakapan mereka berdua.
"Sora... lihat mataku! Aku serius." Ryan kembali membuat hati Sora bimbang.
"Kau masih sembilan belas tahun, ini bukan masalah menikah atau tidak menikah, Ryan. Tapi hubungan ini sejak awal sudah salah!"
Ryan menatap mata gurunya yang terlihat nanar. Sora tampak begitu merasa bersalah dengan apa yang telah terjadi pada mereka berdua. Hubungan mereka seharusnya tidak lebih dari guru dan murid. Bahkan kini Ryan nekat datang ke mari, ke rumah Sora. Meskipun dalam hati Sora berteriak bahagia, tapi dia tidak bisa mengesampingkan kenyataan pahit ini.
"Apakah kau yakin tidak mencintaiku, Sora?"
Seketika Sora membuang muka, menghindari tatapan mata sang murid, yang terus memprovokasi dirinya.
"Apa pentingnya perasaanku untukmu?"
"Sangat penting! Itu artinya kau membutuhkanku dan menginginkanku!" jawab Ryan lantang.
Tangan Sora bersedekap, kini ekspresinya penuh selidik pada sang murid.
"Kau yakin bisa melawan kedua orang tuamu?"
"Apa maksudmu, Sora?" Ryan merasa bingung. Bukankah yang menjalani hubungan ini dia dan Sora. Lalu untuk apa melibatkan kedua orang tua?
"Karena aku wanita yang sudah dewasa, tentu aku tidak ingin menjalin sebuah hubungan yang hanya berakhir dengan omong kosong. Tidak munafik, aku juga ingin menikah! Kau masih terlalu muda untuk mengenal dunia pernikahan dan hubungan yang serius."
Mata Ryan menyipit seolah menantang ucapan gurunya.
"Pegang ucapanku! Entah cepat atau sangat lambat. Kau dan aku akan bersatu. Ini sumpahku, Sora."
Mendengar kalimat sumpah yang terucap dari bibir Ryan, membuat Sora terpaku. Sebenarnya setan apa yang menuntun Ryan melakukan hal ini. Dia ingin menyudahi dan melupakan apa yang terjadi pada dirinya dan Ryan. Meskipun dia mendengar jika Ryan adalah tipe anak yang hanya sekali berkencan, lalu cepat bosan. Tapi tidak dengan Sora. Entah mengapa ia ingin sekali mendapatkan Sora seratus persen tanpa ingin meninggalkan gurunya itu.
"Aku tidak bisa, Ryan!" tolak Sora mentah-mentah.
"Kau harus bisa! Lebih baik kau berhubungan dengan wanita yang seumuran denganmu!"
Ryan meradang, dia marah ketika Sora mementaskan segala upayanya untuk memperjuangkan dirinya.
"Memang tidak seharusnya aku begini." Suara lirih keluar dari bibir pemuda itu. "Percuma aku memperjuangkanmu, tapi kau ternyata tidak ingin berjuang denganku!" Ryan berbalik badan dan pergi keluar dari rumah Sora.
Melihat muridnya pergi, entah mengapa hati Sora meraung menginginkan Ryan kembali. Namun, semuanya terlambat. Kini Ryan pergi, dan mungkin akan melupakan Sora seperti permintaannya baru saja.
Sora menangis, ia terduduk di lantai. Ia sebenarnya ingin, tapi dia tidak bisa. Ini benar-benar siksaan untuk Sora.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Ig & fb : Karlina_Sulaiman
gak usah nangis
2022-12-12
0
qian maulana
mengandung bawang nih
2022-12-05
0
🐊PREDATOR POTEK Kᵝ⃟ᴸ
betul juga sich persepsi sora, ga semudah itu berhubungan dgn laki2 yg masih bocah byk yg harus di pertimbangkan 😬
2022-12-04
0