Bagian 15 • Tanggung Jawab

Ryan bergerak turun berjalan ke lantai satu di mana ruang guru berada. Tujuannya saat ini adalah hanya ingin mencari tahu di mana alamat Sora. Dia tidak peduli seberapa jauhnya wanita itu berasal. Ia hanya ingin menemuinya, dan bertanya mengapa dia menghindari dirinya.

Ketika Ryan masuk, seketika ruang guru hening, pandangannya langsung tertuju pada ruang sekretariat sekolah. Beberapa saat pemuda itu terdiam di depan seorang wanita paruh baya, seperti menunggu sesuatu. Ketika robekan kertas diberikan, barulah Ryan beranjak pergi tanpa mempedulikan beberapa pasang mata guru yang memerhatikan dirinya.

Ryan berjalan kasar menuju parkir sekolah, persetan dengan pelajaran hari ini. Yang ia ingin adalah bertemu dengan Sora dan mempertanyakan kenapa dia tidak mengajar hari ini? Dia cukup tahu daerah tempat tinggal Sora. Hanya butuh waktu dua jam hingga dia sampai di kota kecil itu.

Perasaan pria itu tidak menentu, ia terus menyetir mobilnya hingga keluar kota, dengan suara hening tanpa alunan musik. Di pikirannya seolah sudah cukup ramai dengan pertanyaan-pertanyaan untuk Sora. Entah apa yang dilakukan wanita itu hingga Ryan terus ingin memikirkan dia. Sihir macam apa yang Sora pakai, seolah dengan liciknya menjerat hati Ryan.

Hingga tiga jam berlalu, Ryan berhenti di depan rumah yang ia yakini kediaman Sora. Sebuah bangunan yang terlihat sederhana, dibandingkan rumah-rumah di sebelahnya. Ryan terus memerhatikan itu tanpa henti untuk waktu yang cukup lama, hingga ia memberanikan diri turun, saat melihat wanita paruh baya keluar dari sana.

Ryan berjalan mendekat, dengan masih memakai seragam sekolah lengkap, sialnya Ryan tidak memerhatikan ini hingga membuat wanita paruh baya itu merasa aneh.

"Permisi, Madame. Bolehkah saya bertanya?" Ryan berbicara dengan suara yang lembut, sungguh di luar dugaan, bahkan untuk Ryan sendiri, dia merasa aneh—karena bisa sesopan ini.

"Ya?" Wanita paruh baya itu memerhatikan Ryan dengan seksama, bahkan dari atas hingga ke bawah.

"Apakah ini kediaman Soraya Foster?"

"Ya, saya Maria Foster. Sora adalah anak saya," jawabnya dengan sedikit mengernyitkan kening.

"Saya Ryan, murid dari Miss Sora. Bolehkah saya bertemu beliau?"

"Ada urusan apa anak muda?"

"Saya hanya ingin tahu, mengapa hari ini Miss Sora tidak mengajar, bahkan tanpa pemberitahuan."

Mata Maria berkaca-kaca melihat Ryan yang tampak begitu memerhatikan gurunya, begitu sayangnya dia pada gurunya sendiri. Padahal biasanya seorang murid tidak akan sampai seperti ini pada gurunya.

"Baik, masuklah! Aku akan memanggilkan Sora."

Ryan tersenyum, dan masuk ke dalam rumah sederhana itu. Ruang tamunya tampak begitu mungil, jika dibandingkan dengan kamar mandi di dalam kamarnya pun tidak bisa dibilang luas.

Maria masuk ke dalam menuju kamar Sora dengan perasaan senang, sementara Ryan dibiarkan duduk di ruang tamu menunggu Sora.

Wanita paruh baya itu mengetuk pintu kamar anak gadis satu-satunya, dan tak lama Sora pun membuka pintu dan hanya memperlihatkan wajahnya saja.

"Ada muridmu?"

"Apa?" Seolah tidak sadar setengah terkejut, Sora berseru.

"Ada muridmu." Sang ibu mengulang ucapannya lagi.

"Hah? Siapa namanya?" Meski Sora bisa menebak siapa lagi yang akan nekat datang ke mari kecuali Ryan. Namun, dia hanya ingin memastikan saja.

"Ibu tidak bertanya, tapi dia tampan. Cepatlah keluar, ibu akan membuatkan minuman untuknya." Maria berbalik badan dan berjalan menjauh dari kamar anaknya.

Jantung Sora berdetak dua kali lebih cepat, apakah dugaannya benar? Ia keluar dengan langkah kaki gamang, menuju ke ruang tamu rumahnya.

Saat ia melihat siapa yang datang, Sora ingin terkejut. Tapi entah mengapa hatinya malah bahagia melihat muridnya datang ke rumahnya. Apakah Sora sudah tidak waras?

"Ryan?" Sora mencoba sekuat tenaga untuk biasa saja.

Sementara Ryan yang melihat kedatangan Sora langsung berdiri, dan bergerak ingin memeluk sang pujaan hati. Namun, dengan sigap Sora menolak karena takut jika ibunya melihat, maka jantungnya akan kambuh karena keterkejutannya melihat hubungan terlarang antara guru dan murid ini.

"Kenapa kamu melarikan diri?" sembur Ryan.

"Aku... Aku hanya ingin menenangkan diri."

"Apakah aku menjadi sumber pikiranmu?" tanya Ryan dengan nada penuh penekanan.

Sora terdiam, matanya terus menatap bola netra Ryan yang begitu indah.

"Sejujurnya iya... Aku takut.... "

"Apa yang kau takutkan? Hamil? Aku akan bertanggung jawab dan menikahimu, Sora! Pegang kata-kataku ini!"

Terpopuler

Comments

Yunia Afida

Yunia Afida

tar lek orang tuamu g setuju gimana hayo

2023-11-11

0

Ig & fb : Karlina_Sulaiman

Ig & fb : Karlina_Sulaiman

tapi orangtuamu tidak membiarkan kamu melakukannya

2022-12-12

0

qian maulana

qian maulana

enteng bingit km mengatakan ingin tanggungjawab
ingat...
km msh sekolah, uang ajah msh minta orangtua

2022-12-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!