Sora berjalan keluar setelah selesai mengajar, tentu saja memberi pelajaran pada murid tingkat akhir tidaklah mudah, karena sebagian dari mereka seolah acuh pada apa yang dikemukakan Sora. Padahal jelas-jelas ini demi kebaikan mereka juga, demi bisa masuk ke Universitas andalan paling prestisius di kota ini.
Apalagi dengan Ryan, yang selama pelajaran sangat mengganggu pikiran Sora, murid nakal satu itu berani terang-terangan menggoda Sora, kadang dia bisa mengerlingkan mata saat Sora tanpa sengaja memandang ke arahnya. Sungguh anak yang berani.
Sesampainya di ruang guru, Sora langsung meletakkan bokongnya ke kursi empuk yang sudah disediakan oleh pihak sekolah untuk dirinya. Seorang guru muda perempuan, menghampirinya. Umurnya mungkin tak jauh beda dengan Sora.
"Miss Sora?" sapanya, dia langsung duduk di hadapan meja Sora seolah ingin menyampaikan sesuatu yang sangat penting. "Perkenalkan saya Gabriella Aston, Anda bisa memanggil saya Gabi," tambah wanita itu, wajahnya teramat serius saat memerhatikan Sora, dia tahu betul jika Sora seperti ditumbalkan karena dia di tempatkan di Kelas tiga D di mana anak-anak paling berandal di sekolah ini di semayamkan.
"Iya, ada apa Miss Gabi?" Sora mengerutkan kening ketika melihat Gabi yang tiba-tiba mendekatinya.
"Apakah Anda baik-baik saja?" tanyanya dengan nada lirih seolah tidak ingin siapa pun mendengar pembicaraan mereka.
"Ya, saya baik-baik saja."
Seketika Gabi menarik napas lega. "Syukurlah...." Gabi mengelus dadanya sendiri. Lalu kemudian dirinya kembali berucap, "Karena kelas Anda sangat angker."
"Hah... maksudnya?"
"Ya, kelas Anda adalah kelas di mana anak-anak paling badung di tempatkan. Dan Anda tahu Ryan Matthew? Dia adalah anak paling nakal diantara anak-anak yang lain. Karena dia adalah anak pemilik sekolah ini."
Akhirnya Sora mendapat jawaban atas semua pertanyaan yang ada di kepalanya.
"Jadi Ryan si kurang ajar itu adalah anak pemilik sekolah ini?"
"Apakah dia berbuat macam-macam dengan Anda?"
"Ah... Tidak." Cepat-cepat Sora mengelak, meski dia mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari anak itu. Mau bagaimanapun Ryan telah menjadi tanggung jawabnya sekarang.
"Semoga Anda selalu dalam lindungan Tuhan." Gabi mengembuskan napas pelan. "Kalau begitu, nanti kita bicara lagi, karena ada banyak yang harus saya bicarakan. Saya akan masuk ke kelas untuk mengajar anak tingkat satu." Gabi melirik jam tangan di lengan kirinya.
"Oh... silakan." Sora mengangguk. Gabi pergi meninggalkan Sora, dan langsung mengambil buku dan tasnya, untuk menuju ke kelas yang akan menerima pelajaran darinya.
Sora masih belum bisa berpikir jernih. Namun, saat dirinya telah melamun dan memikirkan tentang kejadian ini. Tiba-tiba dirinya dikejutkan oleh kedatangan salah satu muridnya.
"Miss.... " Dia tampak terengah-engah seolah baru saja lari maraton ribuan meter. Seketika mata Sora menyambar wajah si murid dengan tatapan tidak suka. "Miss... tolong, Ryan pingsan... sekarang dia ada di ruang kesehatan."
Sora menyipitkan matanya. Bukankah di ruang kesehatan seharusnya ada dokter yang bisa memeriksa murid yang sakit? Lalu sekarang apa?
"Tunggu sebentar. Kalau Ryan sakit, harusnya ada dokter yang memeriksanya, bukan? Apa lagi dia sudah ada di ruang kesehatan."
"Tapi, miss... dokter tidak ada di sana, saya harap Miss Sora mau mengecek keadaan Ryan."
Mau tidak mau, karena Sora adalah wali kelas dari anak itu, gadis itu pun berdiri, dan berjalan mengikuti murid laki-laki tersebut, berjalan menuju ke ruang kesehatan. Yang terletak di ujung sekolah, di bagian belakang dekat dengan gazebo dan taman.
Saat keduanya sampai, si murid dengan nametag yang terjahit di bajunya dengan nama Simon mempersilakan Sora masuk. Ketika Sora sudah berada di dalam, Simon menutup pintu dan mengunci dirinya dari luar. "Hei!" hardik Sora, tentu saja ia sangat gusar. Ia mencoba menggedor pintu itu. Namun, tiba-tiba suara seseorang membuat Sora mengurungkan niatnya.
"Tidak akan ada yang mendengarkanmu!"
Sora menoleh, dan dia terkejut ketika ia melihat Ryan si anak badung itu sudah berdiri melipat kedua tangan ke dada.
"Apa maksudmu?!" desis Sora. "Bukannya kau sakit?"cecarnya lagi.
" Sabarlah, Miss Sora!" Ryan berjalan mendekat ke arah Sora, hingga Sora harus mundur ke belakang hingga menyentuh pintu.
"Mau apa kau?" tanyanya, Sora menelan ludah. Tentu saja wanita itu sangat takut, meski dia jauh lebih tua dari Ryan. Namun, tidak bisa ia pungkiri jika Ryan jauh lebih besar baik kekuatan maupun tubuhnya.
"Tenang, Miss!" ucap Ryan lembut, lalu mengambil helaian rambut Sora, dan menciumnya. "Miss Sora sangat cantik... Aku suka sekali menatap wajah cantikmu. Aku tidak pernah bosan." Sentuhan Ryan bergerak hingga ke pipi Sora, membuat napas gadis itu kembang kempis karena takut. Hingga ia menelan ludahnya sendiri. "Aku hanya ingin memperingatkan padamu! Jangan terlalu ikut campur dengan semua urusanku di sekolah ini! Atau...." Wajah Ryan bergerak turun hingga membuat mereka benar-benar sangat dekat, hingga Sora bisa merasakan embusan napas Ryan yang mengenai hidungnya.
"A–atau apa....?" Sora sekuat tenaga meski dengan suara terbata. Bertanya pada Ryan.
"Atau akan kubuat kau menyesal, dan angkat kaki dari sekolah ini!" ancam Ryan. "Kau tidak mau kehilangan pekerjaan, bukan?" tanyanya lagi, dengan senyum menyeringai menakutkan. Sora seolah berhenti bernapas saat bibir Ryan mendekat ke arahnya, membuat gadis itu memejamkan mata dan membuang muka ke samping, agar bibir mereka tidak saling beradu.
Suara seseorang memutar kunci, lalu membuka pintu hingga terbuka lebar. Membuat Sora yang menempelkan badan di pintu hampir saja jatuh, untungnya dia bisa menguasai keadaan, dan langsung keluar dari ruangan kesehatan itu. Sora menjauh dari Ryan yang masih saja tersenyum menyeringai seolah mengancam Sora.
Sora berlari menjauh, jantungnya dua kali berdegup lebih kencang, baru kali ini dia berada sangat dekat dengan lelaki, sayangnya lelaki itu adalah murid Sora sendiri.
"Apakah kau yakin dia paham dengan ancamanmu, Ryan?" tanya Simon yang sama-sama memerhatikan pelarian Sora.
"Kurasa begitu, tapi jika dia masih bersikeras menggangguku. Akan aku beri dia pelajaran."
Simon melirik ke arah sahabatnya. "Mau kau apakan dia?"
"Aku akan memerkosanya, jika dia nekat."
"Kau yang nekat!" dengus Simon. "Kau akan memerkosa gurumu sendiri? Kau sudah tidak waras!"
"Ya, aku sudah tidak waras. Aku juga bingung, saat tadi aku ada di dalam bersamanya, jantungku berdetak dua kali lebih cepat. Entah mengapa, padahal selama ini jika aku mendekati wanita, aku tidak pernah seperti ini. "
"Mungkin kau telah jatuh cinta padanya," seloroh Simon.
"Omong kosong!" Ryan menolak kenyataan jika dia kali ini benar-benar tertarik dengan wanita yang lebih tua dari dirinya. Tapi untuk ukuran wanita, Sora benar-benar idamannya. Hanya Sora yang mampu melawan dirinya. Entah mengapa ini bisa terjadi pada Ryan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
nah kan,, kok jadi horor yak 🙄🙄😳😳😳 jangan sampai Sora kenapa-napa 🥺🥺
2023-01-06
0
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
modus nih kayaknya 🤦🏻🤦🏻🤦🏻
2023-01-06
0
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
pantesan kelakuan Ryan semena-mena.. wong sing duwe sekolah, bapake...
tapi nggak seharusnya begitu juga..
apakah orang tuanya mengetahui kelakuan Ryan seperti itu...
2023-01-06
0