Bagian 3 • Bertemu

Sora terus berlari dan tidak berani menatap ke belakang. Karena dirinya tahu jika Ryan telah memerhatikan dirinya, dan tentu saja dia tidak mau itu. Napasnya berat bahkan keringat dingin keluar dari keningnya.

Sesampainya dirinya berada di dalam ruang guru, napasnya benar-benar berat. Ia tidak menyangka jika berandalan itu sangat berani pada gurunya. Bahkan Ryan ingin melecehkan Sora yang notabennya lebih tua dari dirinya.

"Ada apa, Miss?"

Sapaan seseorang membuat Sora tersentak, spontan menoleh ke belakang, seorang wanita paruh baya mendekat ke arahnya karena melihat Fusia yang tampak ketakutan tak berdaya.

"Tidak... tidak apa-apa, Bu."

"Anda baik-baik saja, bukan?"

"Ya, saya baik-baik saja."

Akhirnya wanita itu pergi meninggalkan Sora tanpa sepatah kata apa pun. Hari pertama yang cukup berat untuk Sora, dia tidak menyangka dunia pendidikan yang ia anggap indah harus tercoreng karena ulah Ryan si anak pemilik sekolah ini. Padahal Aquila High School sangat terkenal mencetak murid berprestasi baik akademis maupun non akademis. Tapi di balik itu semua Sora sungguh tidak menyangka ada borok besar yang sengaja ditutup-tutupi dari mata publik.

~•0•~

Bel pulang telah berbunyi. Saatnya para siswa pulang ke rumah mereka masing-masing. Sora menarik napas lega, setidaknya tugasnya hari ini telah usai, dia melirik ke jadwal mengajarnya, satu minggu sebanyak empat kali dia harus masuk ke dalam kelas Ryan. Hal itu membuat dia jengah dan berakhir dengan mengembuskan napas berat.

"Miss... Are you ok?" tanya Gaby yang tiba-tiba muncul di samping Sora.

"Ya, bisa Anda lihat saya baik-baik saja." Sora membalas ucapan Gaby dengan tersenyum.

"Oh... Miss Sora. Kuharap kita bisa berteman, hingga tidak harus berbicara formal seperti ini," ucap gadis muda yang umurnya memang tidak jauh dari Sora.

"Ya, kupikir ini akan lebih baik."

"Ah... Aku juga baru dua bulan bekerja di sini. Dan aku bisa menarik napas lega saat aku ditempatkan sebagai guru di siswa tingkat satu. Tapi sayang, aku ikut sedih ketika melihatmu harus mengajar murid tingkat tiga, dan—" Gaby menghentikan kalimatnya.

"Dan....?" Sora menunggu dengan tenang ucapan Gaby yang yang sengaja tercekat.

"Dan aku turut sedih, kau menjadi wali kelas anak dari pemilik sekolah ini."

Rupanya begitu, mengajar di kelas tiga bisa menjadi momok menakutkan untuk para guru, terlebih mengajar di kelas Ryan si anak kurang ajar itu.

"Apakah Ryan memang seperti itu?"

Mendengar nama Ryan membuat Gaby bergidik ngeri.

"Lebih baik kau menjauh darinya, Miss. Ini jika kau ingin hidup tenang. kau cukup mengajar, istirahat, dan pulang. Jangan mencampuri apa pun yang Ryan kerjakan. Atau jangan menjadi pahlawan kesiangan."

Wejangan dari Gaby cukup merasuk ke telinga Sora. Namun, dia tidak bisa serta merta menutup mata dengan perbuatan satu muridnya yang semena-mena. Bukankah tugas guru mencerdaskan dan mendidik siswanya?

"Ya, akan kupegang kata-kata darimu, Miss."

Gaby dan Sora kembali berpisah, mereka bersiap untuk pulang ke rumah masing-masing. Sesaat Sora beranjak dari ruang guru. Ponselnya tiba-tiba berdering.

Sora merogoh totebag-nya, mencari keberadaan benda dengan layar sentuh tersebut, begitu dia mendapatkannya, Sora mengerutkan kening ketika mendapat panggilan dari seseorang yang tidak dikenal. Sora menatap kosong sebentar barisan nomor itu, tak lama baru sadar jika orang itu menghubunginya kembali. Cepat-cepat Sora menjawabnya.

"Halo?"

"Halo, benarkah saya berbicara dengan Nona Soraya?" tanya seorang wanita di balik teleponnya.

"Ya, ini saya sendiri."

"Begini, Nona. Saya adalah kepala pelayan dari keluarga Matthew. Keluarga ini memiliki anak tunggal yang sudah berada di tingkat akhir. Karena Papa dan Mamanya sangat sibuk, hingga anak ini kurang belajar. Bisakah Anda mengajari Tuan muda saya belajar?" tanya wanita itu dengan sopan.

"Oh... tentu, dengan senang hati." Setidaknya Sora kini memiliki pekerjaan tambahan di luar mengajar, dengan memberi les tambahan pada siswanya. Tanpa mengetahui siapa nama siswa yang akan dia ajari. Sora mengiyakan dan menyetujui semua persyaratan yang diajukan sang kepala pelayan tersebut.

Gadis itu harus datang jam lima sore, dan waktu belajar mereka cukup dua jam saja. Kebetulan rumah keluarga Matthew tidak terlalu jauh dari rumah sewa Sora, hal itu makin mempermudah Soraya untuk pulang pergi tanpa ongkos transportasi lagi, dan cukup berjalan kaki saja.

~•0•~

Pukul lima kurang lima belas menit, Sora mencari keberadaan rumah itu. Di mana alamat satu-satunya yang Sora miliki. Dia berdiri tepat di depan sebuah rumah dengan gaya khas Eropa, yang memiliki dua lantai, halamannya seluas lapangan bola, bisa dipastikan pemilik rumah ini sangat amat kaya raya.

Seorang sekuriti mendekat ke arah Sora, yang tengah kebingungan.

"Selamat sore, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" tanya si sekuriti dengan sopan.

"Apakah benar ini rumah keluarga Matthew?" tanya Sora.

"Ya, Anda benar. Ada perlu apa?" tanyanya lagi.

"Saya diminta untuk memberi les tambahan pada anak pemilik rumah ini."

"Oh... Benar, Tuan muda kami perlu mempersiapkan diri untuk masuk ke Universitas. Tapi memang kurang belajar membuat nilainya menurun."

"Bisakah saya masuk, Tuan?"

"Oh... Tentu." Sekuriti itu membuka pintu gerbang besar berwarna hitam tersebut, dan membuat Sora masuk ke dalam rumah megah itu.

Soraya di sambut dengan suasana indah di dalam rumah megah itu. Rumah yang selama ini hanya mimpi bagi Soraya. Mungkinkah suatu saat dia bisa memiliki rumah seperti ini?

Saat Sora masuk ke dalam teras rumah, pintu dibuka oleh seseorang dari dalam dan langsung menyambut dengan sopan dan ramah.

"Silakan masuk, Nona Soraya."

Sora menunduk, memindai keadaan rumah itu, interior yang sangat indah sungguh memanjakan mata Soraya. Ia mengagumi kediaman keluarga Matthew yang tampak begitu sempurna di matanya.

"Mari saya antarkan Anda menuju ruang belajar Tuan muda kami. Dia sudah menunggu Anda sejak tadi."

Ah, setidaknya Sora bisa menarik napas lega, karena anak ini memiliki tekat kiat untuk belajar dengan dirinya.

Keduanya masuk menuju sebuah lorong dengan gaya khas eropa, yang memiliki penerangan samar-samar, lampunya pun seperti obor yang menyala temaram, membuat suasana rumah seolah ada di abad pertengahan.

Mereka sampai di sebuah pintu kayu dengan tinggi sekitar tiga meter, kepala pelayan itu memutar knop pintu, dan memperlihatkan suasana ruang belajar yang seolah seperti perpustakaan yang indah.

"Silakan, Nona." Si kepala pelayan itu memerintahkan Sora masuk, kemudian menutup pintunya. Namun, Sora sama sekali tidak melihat siapa pun di dalam sana. Sora mengedarkan pandangannya ke depan. Tiba-tiba dari belakang Sora terdengar bisikan sehalus embusan napas seseorang membuat Sora terkesiap.

"Hai... Kita ketemu lagi."

Reflek Sora menoleh dan betapa terkejutnya dia saat melihat Ryan si berandalan itu sudah berdiri di belakangnya dengan ekspresi yang tidak bisa dibaca oleh Sora.

Terpopuler

Comments

☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀

☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀

astaga 🤦🏻🤦🏻🤦🏻 bikin jantung berhenti berdetak ini mah 🙄🙄🙄

2023-01-06

1

☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀

☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀

bisa saja, kalau kamu menikah dengan pemilik nya 🤭🤭🤭

2023-01-06

0

☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀

☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀

duhh itu pasti Ryan...
dia akan cari² kesempatan trs untuk mendekati Sora...

2023-01-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!