Tujuh belas_ Anak Daddy, Kenapa Menangis?

Sementara di asrama pendidikan, Arjuna yang terbangun di tengah malam mengusap kasar keringat yang mengucur di keningnya. Deru nafas pemuda berambut cepak itu terdengar memburu dan jantungnya berdebar kencang.

"Hufff,,, ternyata cuma mimpi?" gumam Arjuna yang sedikit merasa lega.

Pemuda itu kemudian turun dari tempat tidur single miliknya untuk mengambil air minum guna membasahi kerongkongan yang terasa sangat kering, rupanya Ia tadi sempat berteriak-teriak ketika tengah tertidur lelap dan bermimpi buruk.

Arjuna meminum habis satu gelas besar air putih dari dispenser yang tersedia di dalam kamar, putra bu Sonia itu kemudian duduk termenung di tepi kasur busa tempat tidurnya.

"Kenapa tiba-tiba aku memimpikan dik Melati, ya? Dalam mimpi tadi, dik Mela sedang bermain bersama anak laki-laki yang lucu. Anak itu tertawa riang sambil berlari-larian dan dik Mela mengejarnya. Siapa anak laki-laki itu? Dik Mela tidak punya adik atau saudara?" Kening Arjuna mengernyit dalam.

"Tunggu, tunggu. Tadi anak kecil itu juga memanggil-manggil dik Mela dengan sebutan, Ibu?" Arjuna menghela nafas berat, "tidak mungkin, tidak mungkin dik Mela selingkuh dan meninggalkan aku. Kami sudah berjanji untuk saling setia, aku juga sudah berjanji padanya bahwa aku akan segera datang untuk melamar dik Mela." Arjuna bermonolog seorang diri.

"Terus tadi, ketika aku memanggil-manggil namanya, kenapa dik Mela seperti mengabaikan aku, ya? Dik Mela tetap pergi menjauh, padahal tadi aku sampai lelah memanggil namanya?" Arjuna menggelengkan kepalanya berulang kali.

Pemuda berbadan tegap karena setiap hari di tempa dengan latihan fisik itu kemudian beranjak mendekati kalender yang berada di atas meja belajarnya, Arjuna meraih kalender tersebut dan kemudian duduk di bangku yang biasa Ia duduki kala sedang belajar.

Arjuna nampak menghitung dan kemudian manggut-manggut, "satu bulan lagi libur panjang, aku akan bilang sama mama dan papa untuk meminang dik Mela terlebih dahulu agar diantara kami ada ikatan pasti. Aku takut dik Mela akan digaet cowok lain kalau aku tidak segera mengikatnya." gumam Arjuna.

Netra pemuda berkulit putih itu berbinar dan senyumnya mengembang lebar. Bayangan Melati, gadis cantik yang dicintainya itu melintas begitu saja. Kenangan indah mereka berdua di atas perahu dayung di danau buatan juga kembali melintas dan Arjuna tersenyum dikulum, "dik Mela milikku, hanya milikku." lirih nya yakin.

"Oh, dia sangat manis. Semua yang ada padanya, sungguh sangat manis. Aku jadi ingin mengulangnya kembali," Arjuna menepuk jidatnya sendiri dengan keras, karena bisa-bisanya Ia memiliki pikiran seperti itu.

Arjuna kembali melangkah ke tempat tidur, pemuda itu membaringkan tubuh untuk melanjutkan tidurnya karena waktu masih menunjukkan pukul satu dini hari. "Dik Mela pasti akan sangat senang dengan kejutan yang akan aku berikan nanti. Ah, aku tidak sabar menunggu satu bulan lagi. Dik, tunggu mas ya?"

#####

Waktu terus bergulir, semua kembali berjalan seperti biasa tetapi tidak dengan Melati, bu Nilam dan juga Adam.

Mereka bertiga disibukkan dengan aktifitas baru yang sangat menyenangkan, yaitu mengasuh baby Putra, anaknya Melati.

Bu Nilam yang sudah mulai membuka kedai dengan dibantu bi Pur, salah satu juru masak di restoran Adam, setiap siang meluangkan waktu untuk pulang ke rumah barunya pemberian dari Adam, sekadar untuk menimang sang cucu. Cucu laki-laki pertama yang sangat sehat, montok dan menggemaskan.

Sementara Melati, semenjak kelahiran sang Putra, tidak diizinkan lagi oleh sang Ibu ataupun Adam memegang pekerjaan rumah tangga. Melati hanya disuruh untuk fokus mengurus buah hatinya, itupun dengan dibantu bi Mar, asisten lama di rumah Adam yang sekarang diperbantukan untuk mengurus Melati dan anaknya.

Adam sendiri, semenjak kelahiran Putra dan ikut pindah ke rumah baru yang bersebelahan dengan rumah yang dihuni oleh tiga orang kesayangannya tersebut, kini hanya sesekali saja mengontrol restoran-restoran miliknya. Karena semua memang sudah ada yang mengurus dan Adam tinggal mengecek laporan dari orang-orang kepercayaan itu setiap hari.

Pemuda blasteran itu lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain bersama baby Putra yang bahkan belum mengerti apa-apa. Hanya sesekali Adam melihat keadaan kedai bu Nilam dan ikut membantu di sana, jika kedai bakso tersebut sedang ramai pembeli.

Seperti siang ini, Adam yang baru pulang dari restoran langsung menuju kedai bu Nilam sebelum pulang ke rumah untuk bertemu baby Putra, karena hari ini adalah hari libur dan feeling Adam mengatakan bahwa kedai bu Nilam pastilah ramai karena pengunjung pantai Sanur sedang ramai.

Benar saja, ketika Adam baru memarkir mobilnya, pemuda bermata kebiruan itu melihat kedai bu Nilam penuh dan tidak ada lagi bangku yang kosong.

Adam bergegas menuju kedai dan langsung mendekati bu Nilam yang sedang meracik bakso, "yang belum dilayani yang mana, Bu?" tanya Adam sambil mengedarkan pandangan, untuk mencari pembeli mana saja yang belum mendapatkan pesanannya.

"Ini untuk yang duduk lesehan, meja paling ujung," balas bu Nilam, sambil menuang kuah bakso yang mengepul dan menguarkan aroma yang menggoda kedalam empat mangkok yang telah diisi bakso dan mi serta sayuran.

"Baik, Bu. Akan Adam antar ke sana." Adam bergegas membawa empat mangkok bakso yang sudah diletakkan di atas baki tersebut kepada tuannya, seperti yang disebutkan oleh bu Nilam tadi.

"Silahkan, Mbak," ucap Adam dengan sopan, seraya menyimpan mangkok-mangkok bakso tersebut ke atas meja. Rupanya yang memesan adalah para wanita muda yang sedang menghabiskan waktu weekend untuk berlibur ke pantai Sanur-Bali.

"Wah, tampan sekali? Mas-nya anak yang punya kedai ini?" tanya salah seorang dari mereka dengan senyumnya yang menggoda.

Adam hanya mengangguk, "sudah pesan minum atau belum, Mbak?" tanya Adam ingin mengalihkan pembicaraan.

"Boleh kenalan enggak, Mas?" goda yang lain sambil mencolek lengan Adam.

"Ayahnya bule ya, Mas?" tanya wanita muda yang paling cantik diantara mereka berempat.

Adam mengabaikan semua pertanyaan tersebut, "sudah pesan minum, Mbak?" kembali Adam bertanya, karena pertanyaan tadi diabaikan oleh pengunjung kedai tersebut dan mereka malah sibuk menggoda Adam.

"Sudah kok, Mas," balas yang paling kalem, "tuh, minuman kami sudah datang," lanjutnya sambil menunjuk bi Pur yang berjalan menuju kearah mereka sambil membawa baki berisi minuman yang mereka pesan.

"Oh, baiklah. Silahkan menikmati," ucap Adam, hendak segera berlalu.

"Tunggu dulu, Mas. Kita 'kan belum kenalan?" cegah wanita pertama yang memiliki senyuman menggoda tersebut.

Adam menangkup kedua tangan di depan dada, "saya Adam, menantunya Ibu." tegas Adam sambil menunjuk bu Nilam yang masih sibuk meracik bakso, dengan dagunya. "Saya sudah memiliki seorang Putra," lanjut Adam menjelaskan, hingga membuat wanita yang tadi bertanya pada Adam nampak kecewa.

"Not available, hahaha,,," ledek wanita berbaju terbuka di bagian dada, pada temannya tadi.

Wanita tersebut cemberut, "kita backstreet saja, Mas. Mau ya?" pintanya sambil mengerling pada Adam.

Sebenarnya, Adam sudah mulai kesal pada mereka tetapi untuk langsung pergi meninggalkan pelanggan begitu saja, rasanya tidaklah sopan. "Maaf, Mbak. Jika suami Mbak kedapatan selingkuh, bagaimana perasaan, Mbak?" tanya Adam dengan tetap menjaga kesopanan dan ketenangan.

"Amit-amit jabang bayi, aku sih ogah dan akan langsung minta pisah!" sahut wanita yang paling kalem.

"Hem,,, bener tuh, aku juga bakalan gugat cerai dan melabrak selingkuhannya," timpal temannya yang memakai baju terbuka tadi.

"Aku sih santai saja, kalau dia selingkuh, ya aku balas selingkuh, lah," ucap wanita yang tadi menggoda Adam dengan entengnya, hingga membuat Adam geleng-geleng kepala.

"Maaf, Mbak. Saya permisi dulu," pamit Adam, "masih banyak pelanggan yang belum dilayani," Adam memberikan alasan tepat dan kemudian segera berlalu. Pemuda blasteran itu tidak mengerti dengan jalan pikiran wanita yang tadi menggoda dirinya.

"Selingkuh, dibalas selingkuh? Lantas, siapa yang waras?" rutuk Adam dalam hati.

Adam kembali menyibukkan diri dengan membantu bu Nilam, hingga tanpa terasa, kumandang adzan ashar terdengar dari Masjid di kejauhan.

"Bu, Adam pulang dulu, ya?" pamitnya pada bu Nilam, "Adam kangen sama Putra," lanjutnya seraya tersenyum.

Memang benar, pemuda berahang kokoh dengan bulu-bulu kasar yang tumbuh di sekitar rahangnya itu merasa kangen dengan baby Putra, karena sudah dari pagi semenjak Ia meninggalkan rumah tadi, hingga menjelang sore ini Adam belum bertemu kembali dengan anaknya Melati tersebut. Biasanya, setiap Adam pergi keluar, siang harinya Adam pasti sudah berada di rumah untuk ikut menidurkan baby Putra.

Bu Nilam tersenyum dan mengangguk, "iya, Mas Adam. Pulang lah," balas bu Nilam, "Ibu sebentar lagi juga mau tutup, " lanjut wanita kurus itu.

Adam segera berlalu meninggalkan kedai bakso, untuk pulang ke kediaman bu Nilam dan Melati.

Hanya butuh waktu beberapa menit saja, Adam sudah tiba di rumahnya. Setelah memarkir mobil di halaman, pemuda itu bergegas menuju rumah bu Nilam yang terasnya menjadi satu dengan kediaman Adam.

Ya, Adam sengaja menjadikan satu teras rumah yang Ia tempati dengan teras yang di tempati bu Nilam. Tembok pembatas kedua rumah tersebut pun dibongkar, agar halaman rumah terlihat luas. Sehingga nanti, jika Putra sudah bisa berlari, anaknya Melati itu bisa bebas berlarian di teras dan halaman yang cukup luas.

Adam memasuki rumah bu Nilam dengan mengucap salam, namun tidak ada yang menjawab. Adam terus masuk dan dari kamar Melati, Adam mendengar suara tangis baby Putra yang melengking seperti kesakitan.

Tanpa mengetuk pintu, Adam langsung masuk kedalam kamar tersebut, "Putra kenapa, Dik?" tanya Adam yang nampak khawatir.

"Badannya demam, Mas. Tadi pagi 'kan habis di imunisasi di Posyandu," balas Melati yang terlihat kelelahan, karena putranya sedari bangun tidur siang tadi terus rewel dan tidak mau menyusu.

Sementara bi Mar sedang menggendong baby Putra sambil menggoyang-goyangkan badan untuk memenangkan anaknya Melati tersebut. Namun baby Putra masih tetap menangis.

"Sini, Bi. Biar sama Adam," Adam langsung mengambil alih baby Putra dari bi Mar.

"Anak daddy, kenapa menangis? Jagoan daddy 'kan anak yang kuat dan tidak cengeng? Diam ya, Sayang?" dengan penuh kasih Adam menenangkan baby Putra, seperti seorang ayah yang sedang membujuk putranya agar tidak menangis.

"Kenapa bukan mas Arjun yang ada disini dan membantuku merawat anak kami?" hati Melati terasa nyeri.

TBC,,,

Terpopuler

Comments

Iges Satria

Iges Satria

sama Adam aj... ngapain. unggul 4 th gi loh ... mendi g yg jelas aj mel

2024-09-23

1

Nar Sih

Nar Sih

ada yg baik dan sayang knpa pilih yg ngk jls ,ibu nya aja jht ..buka mata dan hti mu mel ,lihat lah adam yg selalu ada di dkt mu

2023-11-28

1

Windarti08

Windarti08

makanya bangun Mel... jangan kebanyakan mimpiin si Arjuna mulu...
tuh depan mata ada yg lebih sayang dan perhatian sama anakmu, gak usah ngarepin yg gak ada!

2023-06-12

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 37 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!