Tubuh bu Nilam merosot ke lantai dapur yang lembab dan sempit, tubuh ringkih itu terlihat semakin tidak berdaya dan sama sekali tidak bertenaga. Ibunya Melati tersebut tidak mampu menangis, saking bingungnya dengan apa yang Ia rasakan saat ini.
Rasa kecewa, sedih, marah dan menyesal bercampur menjadi satu. Ia marah pada dirinya sendiri karena sebagai orang tua, bu Nilam merasa telah gagal menjaga dan mendidik putri tunggalnya.
Ia menyesal, mengapa mengijinkan Melati bergaul dengan pemuda yang bukan mahromnya dan hanya berdua-duaan saja. Wanita kurus itu kecewa pada diri sendiri, juga kecewa pada Melati.
Melati memeluk sang ibu dan menangis di sana, gadis itu terus mengucapkan permintaan maaf dan penyesalan yang sayangnya sudah sangat terlambat.
Setelah beberapa saat, bu Nilam bangkit dan dengan tertatih sambil memegangi dadanya yang tiba-tiba sesak, ibunya Melati itu menuju ke kamar tanpa sepatah kata pun. Meninggalkan sang putri yang masih menangis dan kebingungan seorang diri.
Bu Nilam mengunci pintu kamar dan kemudian membuka laci meja, Ia ambil beberapa butir obat dan kemudian meminum obat yang sudah lama Ia konsumsi jika rasa sesak di dada kambuh tanpa sepengetahuan sang putri.
Wanita rapuh itu kemudian membaringkan diri di kasur tipis dengan sprei yang telah memudar warnanya, sambil memandangi langit-langit kamar yang banyak terdapat bocor di sana sini. Pikiran wanita kurus itu menerawang jauh.
Setelah dirasa cukup beristirahat, wanita yang terlihat kusut itu kemudian keluar hendak menemui putrinya. Bu Nilam terkejut tatkala membuka pintu dan mendapati sang putri tengah duduk bersimpuh di depan kamarnya.
"Mela, apa yang kamu lakukan disini, Nak?" tanya bu Nilam lembut.
Bukannya menjawab, Melati malah menubruk kaki sang ibu dan kembali mengucapkan permintaan maaf untuk yang kesekian kali.
Bu Nilam menghela nafas panjang, "semua sudah terjadi Nak, bangunlah," dengan penuh kasih, Bu Nilam membantu Melati berdiri dan kemudian menuntun sang putri untuk duduk di kursi busa yang sudah usang.
Ibu dan anak itu kemudian duduk bersisihan, "siapa ayah bayi itu, Mela?" Lirih bu Nilam bertanya, setelah beberapa saat.
"Mas Arjun, Bu," balas Melati dengan lirih.
Ibunya Melati itu memejamkan mata dan menghela nafas dengan berat, "keluarga kita jauh berbeda dengan keluarga Nak Arjun, Mel. Ibu tidak yakin mereka akan bisa menerima semua ini, tetapi kamu harus mengatakan dengan jujur kepada Nak Arjun dan keluarganya, Mela," ujar bu Nilam lirih, nyaris bergumam.
Melati terdiam, gadis itu sama sekali tidak pernah menyangka bahwa apa yang Ia dan sang kekasih lakukan saat itu akan berakhir serumit ini. Melati juga bingung, bagaimana mungkin Ia memiliki keberanian untuk menemui orang tua sang kekasih yang bahkan belum pernah ditemuinya?
Kekasih Melati itu belum pernah sekali pun mengajak Melati berkunjung ke rumah, hanya nama besar orang tua Arjuna sebagai orang paling berpengaruh di kotanya saja yang sering Melati dengar. Sementara wajah orang tua Arjuna, hanya bisa Ia lihat di poster dan spanduk yang terpasang di setiap sudut kota dan di tempat-tempat strategis lain.
"Makanlah, Mel. Setelah itu segera temui keluarga mereka. Meski nak Arjun tidak dapat kamu temui, tetapi keluarganya harus tahu tentang kebenaran semua ini," titah bu Nilam, seraya menatap sang putri dengan sendu dan membuyarkan lamunan Melati.
Melati mengangguk lemah, gadis itu tidak sanggup menolak titah sang ibu setelah berita buruk yang Ia berikan kepada orang tua satu-satunya yang Melati miliki tersebut.
#####
Langkah kecil Melati dihadang oleh satpam di rumah megah yang hendak gadis itu tuju, "mau ada perlu apa, Dik?" tanya satpam yang berwajah sangar, yang sedang berjaga di kediaman orang tua Arjuna.
"Saya mau bertemu dengan orang tua mas Arjuna, Pak," jawab Melati takut-takut.
"Sudah ada janji?" selidik satpam tersebut.
Melati menggeleng lemah, "belum Pak, tapi ini sangat penting. Ada hubungannya dengan mas Arjuna, Pak. Saya Melati, temannya mas Arjuna. Bisa kan, Pak. Saya bertemu dengan beliau?" Melati memohon dengan menangkup kedua tangan di depan dada.
Satpam tersebut menatap Melati dari ujung kepala hingga ujung kaki, matanya menyipit melihat penampilan gadis di depannya yang sama sekali tidak meyakinkan jika Melati adalah teman Arjuna, putra bungsu sang majikan.
"Tunggu sebentar, saya tanyakan dahulu pada nyonya." Satpam tersebut bergegas menuju kediaman sang majikan, untuk memberitahukan pada nyonya majikannya.
Setelah beberapa saat menunggu, "silahkan, Dik. Nyonya Sonia bersedia menemui Dik Melati." Satpam yang berjaga itu memberitahukan, bahwa sang majikan bersedia menemui dirinya.
Melati tersenyum lega, "terimakasih banyak, Pak. Permisi," pamit kekasih Arjuna itu dengan mengangguk sopan.
Dengan langkah pasti, Melati bergegas menuju rumah megah yang jaraknya cukup jauh dari pintu gerbang. Dari kejauhan, Melati dapat melihat seorang wanita dengan penampilan berkelas tengah berdiri di teras rumah megah tersebut dan sedang menanti dirinya.
"Assalamu'alaikum, Bu," ucap salam Melati dengan sopan, sambil mengulurkan tangan hendak menyalami wanita paruh baya yang terlihat anggun tersebut.
Namun wanita pemilik rumah tersebut bergeming dan tangannya tetap bersidekap, wanita paruh baya itu hanya sekilas melirik tajam kearah Melati. Seolah menyelidik gadis yang berdiri di hadapannya, gadis biasa yang dengan berani datang ke kediamannya yang megah dan hal itu membuat nyali kekasih Arjuna menciut.
"Tidak perlu basa-basi, katakan saja apa tujuan kamu kemari?" Dengan ketus wanita paruh baya yang merupakan ibu dari Arjuna itu bertanya, tanpa mempersilahkan Melati untuk duduk terlebih dahulu.
"Saya Melati, Bu. Sa-saya, saya pacarnya ... mas Arjuna," Melati memperkenalkan dirinya dengan terbata dan kemudian menundukkan kepala.
"Cih!" Ibunya Arjuna berdecih, wanita itu terlihat makin jijik menatap gadis berpenampilan sederhana di hadapannya. "Lelucon apa yang kamu mainkan, Gadis Miskin! Tidakkah kamu sadar, saat ini kamu sedang berbicara dengan siapa?" geram bu Sonia, yang merasa dipermainkan oleh gadis belia yang baru saja dilihatnya.
"Kalau kamu mau minta sumbangan, bukan seperti ini caranya! Pakai ngaku-ngaku sebagai teman Arjuna segala!" maki ibunya Arjuna tersebut, yang membuat nyali Melati semakin menciut.
"Berapa yang kamu mau? Lima ratus ribu, saya rasa cukup untuk orang-orang miskin seperti kalian, bukan?" ejek bu Sonia.
Melati menggeleng cepat, "bu-bukan itu, Bu. Saya kemari hendak menyampaikan bahwa, bahwa saya, saya saat ini tengah ... " sejenak Melati menjeda ucapannya, tangan gadis itu gemetaran karena rasa takut yang teramat sangat.
"Sa-saya tengah me-mengandung anaknya mas Arjuna, Bu," dengan terbata-bata, Melati memberanikan diri untuk berkata jujur.
"Apa?" Bu Sonia terlihat sangat terkejut, "jangan menyebar fitnah murahan seperti ini, gadis bodoh! Saya bahkan bisa menjebloskan kamu ke penjara, atas tuduhan pencemaran nama baik!" Bu Sonia nampak sangat geram.
"Jangan pernah kamu berfikir, kalau saya akan percaya begitu saja dengan fitnah murahan seperti ini!" tuding bu Sonia, "saya tahu persis seperti apa putra saya, Arjuna tidak mungkin bergaul dengan gembel seperti dirimu!" ejek bu Sonia dengan melirik jijik kearah Melati.
Melati kemudian mengeluarkan alat tes kehamilan, yang Ia simpan di dalam saku bajunya dan kemudian mengulurkan kepada bu Sonia. "Ini buktinya, Bu. Kami melakukannya di danau di villa keluarga ibu, beberapa hari sebelum mas Arjun berangkat ke asrama," terang Melati dengan tangan yang semakin gemetaran.
Bu Sonia mengibaskan tangan Melati dengan kasar, hingga benda pipih dengan dua garis merah itu terlempar jauh. "Saya tetap tidak percaya!" Ibunya Arjuna itu menatap tajam Melati.
"Maaf, Bu. Saya tidak meminta Ibu untuk percaya, saya hanya ...."
"Cukup! Hentikan omong kosong mu!" hardik bu Sonia. Wajah wanita paruh baya itu terlihat sangat marah, dadanya turun naik karena emosi yang meluap.
"Satpam!" seru bu Sonia sekuat tenaga.
Dengan berlari cepat, satpam lain yang bertugas menghampiri sang nyonya yang terlihat sangat marah.
"Usir gadis ini!" titah bu Sonia, sambil melemparkan lembaran uang kertas merah kearah wajah Melati.
Mendapatkan perlakuan seperti ini dari orang tua sang kekasih, membuat hati Melati hancur berkeping-keping. Gadis itu juga merasa terhina dengan apa yang telah dilakukan oleh orang tua Arjuna kepada dirinya, Ia sama sekali tidak berminat untuk mengambil lembaran uang pecahan ratusan ribu rupiah tersebut.
Hardi, satpam yang bertugas masih terdiam. Laki-laki berbadan tegap dan berkulit hitam itu nampak kebingungan.
Sementara Melati juga masih terpaku di tempatnya, bukan hanya syok mengetahui kenyataan pahit ini namun Melati juga bingung, bagaimana nanti Ia menyampaikan kepada sang ibu.
"Cepat! Seret gadis itu, Hardi!" bentak bu Sonia dan Hardi langsung melaksanakan titah sang majikan.
Dengan kasar, satpam tersebut menyeret lengan Melati. Kekasih Arjuna itu hanya pasrah saja, ketika pak Hardi menyeretnya menjauh dari teras rumah Arjuna.
"Maaf mbak, sebaiknya mbak segera pergi dari sini," titah pak Hardi dengan tak enak hati, setelah mereka agak menjauh dari bu Sonia.
Melati mengangguk patuh dan segera berlalu, meninggalkan kediaman orang tua Arjuna yang megah dengan langkah lunglai.
Sementara bu Sonia masih berdiri dengan angkuh di teras rumahnya, nampak wanita paruh baya itu menghubungi seseorang melalui sambungan telepon.
"Ricko! Kamu ajak salah satu orangmu dan ikuti gadis yang baru saja keluar dari rumahku! Selidiki gadis itu, cari tahu siapa orang tuanya dan segera laporkan kepadaku! Jangan sampai gadis miskin itu menjadi ancaman bagi karir Arjuna!" titah bu Sonia, pada seseorang di seberang telepon.
TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
sherly
sialan betul nih Arjun, dah mau masuk asrama pake acara jebol anak org...
2023-11-15
1
Ita rahmawati
wah wah wah in ad aroma calon mertu durjana rupany 😏😏
2023-06-13
1
tata 💕
hhh orang kaya yg sombong 😐
2023-04-05
1