Tiga belas_ Melihat dengan Mata Hati

Hari ini, atas saran dari Adam, bu Nilam membuat bakso dalam jumlah yang sangat banyak. Untuk persiapan, jika sewaktu-waktu Melati melahirkan agar mereka memiliki stok bakso dan restoran Adam tetap bisa menjual bakso meskipun kedai bu Nilam nantinya harus tutup untuk sementara waktu.

Adam bahkan mengajak salah satu juru masak di restorannya, untuk membantu bu Nilam membuat bakso. Sebenarnya bu Nilam sudah berbaik hati menawarkan pada Adam, untuk memberikan resep bakso kepada pemuda baik itu agar bisa dibuat sendiri oleh juru masak di restoran Adam namun dengan tegas pemuda berdarah campuran itu menolak.

"Ibu apa tidak takut, jika suatu saat ketika saya sudah lihai membuat bakso kemudian Ibu saya tinggalkan dan kerjasama ini saya putuskan sepihak?" Begitu ucap Adam kala itu.

"Kenapa harus takut, Mas Adam? Kemampuan Ibu ini berasal dari Allah, rizki yang kami dapat juga atas kemurahan-Nya. Jika Dia sudah menghendaki untuk memberikan rizki kepada kami melalui Mas Adam, Ibu yakin Mas Adam pasti bisa amanah," balas bu Nilam dengan bijak.

"Ibu tidak mau berburuk sangka pada orang lain, Mas Adam, karena itu adalah penyakit hati. Selain itu, Ibu juga tidak mau orang lain berburuk sangka sama Ibu. Bukankah, apa yang kita pikirkan maka itulah yang akan terjadi pada kita?"

"Dulu, ayahnya Melati pernah mengingatkan Ibu tentang ajaran Rosulullah Shollallahu'alaihi Wasallam yang artinya kurang lebih seperti ini ; 'Barangsiapa yang ridha, maka keridhaan itu untuknya, barangsiapa mengeluh, maka keluhan itu akan menjadi miliknya'."

"Itu sebabnya, Ibu berpikir positif pada Mas Adam, juga pada orang orang agar kehidupan Ibu dan anak keturunan Ibu juga positif nantinya," lanjut bu Nilam terselip do'a tulus untuk keluarganya.

Adam terdiam, pemuda itu terus merenungi apa yang diucapkan oleh wanita sederhana yang kini menjadi rekan bisnisnya. Dan semenjak saat itu, pemikiran Adam tentang dunia usaha menjadi berubah. Ia tak lagi se-ambisi sebelumnya, kini Adam lebih bekerja dan berusaha untuk meraih ridho-Nya.

Termasuk usaha Adam untuk mendekati putri tunggal bu Nilam, yang sepertinya menutup diri dari keberadaan Adam. Entah karena Melati masih trauma pada masa lalunya, atau karena masih menginginkan ayah dari si jabang bayi yang masih bersembunyi dalam rahim calon ibu muda itu.

Adam tetap bersabar, apalagi baru hitungan bulan Ia dekat dengan Melati dan juga ibunya. Pemuda berhidung mancung itu yakin, dengan usaha dan do'a yang sungguh-sungguh maka suatu saat nanti Sang Pemilik hati pasti akan membukakan hati Melati untuk Adam.

Pemuda berwajah blasteran itu tidak mau memaksakan kehendak dengan mengatakan perasaannya secara langsung pada Melati, agar calon ibu muda itu tidak perlu merasa segan dan agar hubungan yang telah terjalin tetap berjalan dengan baik.

Adam menyerahkan semuanya kepada Allah, melalui do'a-do'a panjang yang Ia langit kan. Berharap, suatu saat nanti Melati menyadari keberadaan Adam yang bersedia menjaganya dengan tulus.

Hari menjelang siang, ketika dua 𝘧𝘳𝘦𝘦𝘻𝘦𝘳 besar telah terisi penuh oleh bakso. Juru masak yang diajak Adam, juga ikut membuat bulatan bakso seperti yang dicontohkan bu Nilam. Sedangkan Adam sendiri, membungkus bakso yang telah dingin kedalam plastik tebal dan kemudian di press.

Sementara Melati, setelah kedainya siap dibuka tadi, calon Ibu muda itu bertugas menjaga kedai. Sesekali Adam keluar untuk melihat, apakah pembelinya ramai atau tidak? Karena Adam ingin memastikan, bahwa wanita muda yang sudah mencuri hatinya itu tidak kerepotan dengan kandungan Melati yang sudah nampak mulai turun tersebut.

Tepat adzan dhuhur berkumandang, bu Nilam dan juru masak yang membantunya telah menyelesaikan semua pekerjaan di dapur. Bu Nilam kemudian mengajak mereka semua untuk makan siang bersama.

Usai makan siang, Adam mengajak juru masak di restorannya berpamitan pada bu Nilam, setelah sebelumnya mereka berdua memenuhi bagasi dengan bakso yang akan di bawa ke beberapa restoran milik Adam.

"Bu, kami pamit dulu. InsyaAllah nanti sore, Adam kesini lagi untuk bantu menutup kedai," pamit Adam seraya mencium punggung tangan bu Nilam.

Sebenarnya, usia Adam dan bu Nilam tidak terpaut terlalu jauh, hanya sekitar belasan tahun saja. Tetapi karena bu Nilam yang wajahnya tergerus oleh beban hidup serta penyakit, membuat wanita itu terlihat lebih tua dari usia yang sebenarnya.

"Tidak perlu kembali ke sini, Mas Adam. Mas Adam pasti lelah karena dari pagi sudah membantu Ibu, lebih baik Mas Adam istirahat. Kami bisa menutup kedainya sendiri kok," tolak bu Nilam dengan halus.

Adam menggeleng, "jangan, Bu. Nanti sore, tunggu saya datang untuk menutup kedainya," kekeuh Adam yang tidak mau dibantah. Pemuda baik itu benar-benar memperlakukan bu Nilam layaknya orang tua sendiri, dan perhatian Adam pada Melati seperti perhatian suami yang sangat menyayangi istrinya.

"Terserah Mas Adam saja, kalau begitu," bu Nilam akhirnya mengalah.

Adam juga berpamitan pada Melati dan juga si jabang bayi yang nampak masih enggan untuk melihat indahnya dunia, "Dik, Mas pamit dulu, ya? Cepat kabari Mas, kalau ada apa-apa," pinta Adam dengan tatapan penuh arti, namun sayang, Melati yang masih polos atau mungkin karena masih mengharap Arjuna, memaknai tatapan Adam layaknya sang kakak yang mengkhawatirkan sang adik.

"Iya, Mas." balas Melati singkat.

"Hai, 𝘣𝘢𝘣𝘺... kalau mau lihat indahnya dunia, tunggu Daddy, ya?" bisik Adam yang mendekat kearah perut Melati, sambil tangannya reflek mengelus perut buncit calon ibu muda itu.

Melati sempat terkejut, dadanya pun sedikit berdebar tetapi putri semata wayang bu Nilam tersebut buru-buru menepisnya. "Bayi ini anaknya mas Arjun, dan mas Arjun sudah berjanji padaku bahwa dia akan datang untuk melamar ku. Aku harus menjaga kesetiaan padanya, seperti dia menjaga kesetiaannya padaku," bisik Melati dalam hati.

"Dik, mas cabut dulu," pamit Adam seraya menepuk lembut pundak Melati, yang membuat lamunan Melati buyar seketika.

"Kamu melamun kan apa, Nak?" tanya bu Nilam sambil mendekati putrinya. Ternyata sedari tadi, wanita berwajah tirus itu memperhatikan gerak-gerik sang putri.

Melati menggeleng, "tidak, Bu," kilah Melati yang tidak mau terbuka pada ibunya, karena sang ibu tidak setuju jika Melati masih mengharapkan Arjuna, mengingat perlakuan mamanya Arjuna pada mereka kala itu.

"Ibu tidak boleh tahu, kalau aku masih mengharapkan mas Arjun, cinta pertamaku. Lagipula, mas Arjun adalah ayah dari anakku. Anakku harus tahu siapa ayah kandungnya, aku yakin suatu saat nanti, kami pasti akan bisa bersama-sama," Melati melirih dalam hati dengan penuh harap.

"Mel," panggil bu Nilam, yang membuat Melati kembali terkejut.

"I, iya, Bu. Ada apa?" tanya Melati.

"Mas Adam orang yang baik, dia juga tulus. Ibu harap, kamu bisa melihat dengan mata hatimu, Mel," ucap bu Nilam dan kemudian segera berlalu, meninggalkan Melati yang kebingungan seorang diri.

tobe continue,,,

🌷🌷🌷

'Barangsiapa yang ridha, maka keridhaan itu untuknya, barangsiapa mengeluh, maka keluhan itu akan menjadi miliknya'. (HR. at-Tirmidzi).

Terpopuler

Comments

Iges Satria

Iges Satria

jangan harapkan arjuna gi mel, dia tdk akan mau

2024-09-22

1

sherly

sherly

keren novelmu thor ada haditsnya ..

2023-11-15

1

Windarti08

Windarti08

ternyata kamu sepolos itu Mel... menelan mentah-mentah semua ucapan Arjuna waktu itu.
kamu gak inget apa yg udah mamanya Arjun lakukan padamu dan juga ibumu?
merendahkan dan juga mengusir kalian dari rumah kalian sendiri.
apalagi tanpa sepengetahuanmu Ibu Sonia jg memfitnah kamu agar Arjuna membencimu.
sadar diri dan buka pikiran serta hatimu Mel... ada laki-laki tulus yg mencintaimu apa adanya

2023-06-12

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 37 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!