Hari-hari berikutnya, Melati lalui tanpa adanya sosok sang kekasih karena Arjuna telah lulus dari sekolah dan masuk ke asrama Sekolah Tinggi calon Praja di luar kota.
Melati juga telah menyelesaikan ujian semester genap dan siswi cerdas itu naik ke kelas tiga dengan mendapatkan kembali gelar juara umum, seperti yang Ia raih tahun lalu.
Liburan akhir tahun pelajaran baru kali ini, Melati habiskan hanya dengan membantu sang ibu berjualan bakso di warung kecil peninggalan almarhum ayahnya. Setiap pagi, setelah menyelesaikan semua pekerjaan rumah, Melati akan langsung ke warung untuk menggantikan sang ibu agar bu Nilam bisa beristirahat sejenak.
Seperti hari ini, putri semata wayang bu Nilam itu tengah menggantikan sang ibu berjualan di warung. Ketika Melati sedang meracik bakso untuk seorang pembeli, tiba-tiba saja Melati merasakan kepalanya berputar-putar. Gadis belia itu meringis menahan sakit di kepala.
Kekasih Arjuna itu masih berusaha untuk melayani pembeli dan setelah pembeli tersebut pergi, Ia kemudian segera duduk di kursi plastik dengan warna yang telah memudar dan menyandarkan tubuh rampingnya pada dinding kayu dengan cat yang telah usang. Melati memijat pijat sendiri keningnya yang semakin berdenyut.
Kumandang adzan dzuhur terdengar dari kejauhan, Melati merasa sedikit lega karena sebentar lagi sang ibu pasti akan datang untuk menggantikannya kembali.
Benar saja, lima belas menit setelah kumandang adzan dzuhur tersebut, bu Nilam nampak sedang mengayuh sepeda bututnya menuju warung. Wanita yang terlihat letih itu kemudian menyandarkan sepeda di halaman samping warung dan segera masuk ke dapur.
Bu Nilam mengernyitkan dahi kala mendapati sang putri tengah memejamkan mata, sambil menyandarkan tubuh ke dinding. "Mela, kamu kenapa Nak?" tanya bu Nilam panik.
Melati membuka mata dan tersenyum pada sang ibu, agar ibunya itu tidak khawatir. "Mela tidak apa-apa Bu, cuma ngantuk saja kok," balas Melati yang terpaksa berbohong. Gadis itu tidak mau membebani sang ibu, dengan mengatakan bahwa dirinya sakit.
"Ya sudah, pulang sana dan tidur di rumah," titah bu Nilam tanpa rasa curiga.
Melati pun kemudian pamit, gadis itu mengambil sepeda mini yang telah berkarat di sana-sini yang berjajar dengan sepeda sang ibu dan segera mengayuhnya menuju rumah sederhana yang terletak di gang sempit.
Setibanya di rumah dan setelah melaksanakan kewajiban menunaikan ibadah sholat dhuhur, Melati segera merebahkan tubuh di atas kasur kapuk yang tidak lagi terasa empuk.
Gadis berkulit kuning langsat itu masih merasakan pening di kepala, namun Melati tidak menganggapnya serius. Ia hanya berfikir, mungkin dirinya hanya kecapekan dan butuh beristirahat. Putri tunggal bu Nilam tersebut mencoba memejamkan mata, namun kepalanya dirasakan semakin berdenyut.
Melati kembali bangkit untuk mengambil minyak angin, menggosok kening serta tengkuk hingga terasa hangat dan kemudian kembali merebahkan diri. Tidak berapa lama, gadis itupun tertidur dengan sendirinya.
#####
Tahun ajaran baru telah dimulai, semua siswa dan siswi di Sekolah Nusantara telah kembali masuk ke sekolah, termasuk Melati yang hari ini berangkat dengan malas-malasan tidak seperti hari-hari biasanya yang Ia lalui dengan penuh semangat.
Selain karena tidak ada lagi sang kekasih hati di sekolah, gadis itu juga merasakan tubuhnya akhir-akhir ini mudah lelah, sering merasakan pusing dan tidak bernafsu untuk makan. Bahkan di pagi hari, Melati sering merasakan mual meskipun tidak sampai memuntahkan isi dalam perutnya.
Sang ibu tidak pernah tahu dengan apa yang terjadi pada Melati, karena putri tunggal bu Nilam tersebut tidak pernah mengeluh di hadapan sang ibu dan Melati selalu menampakkan keceriaan jika berada dihadapan ibunya.
Sepanjang mengikuti pelajaran di sekolah pagi ini, Melati sama sekali tidak dapat fokus sebab rasa pusing yang sering datang melanda. Ketika jam istirahat kedua, kekasih Arjuna itu memutuskan pergi ke UKS untuk sekedar merebahkan tubuh dan berharap rasa pusing di kepalanya sedikit berkurang.
Melati menatap langit-langit ruang UKS yang berwarna putih bersih karena ruangan berukuran tiga kali empat meter itu memang dirawat dengan baik, agar siswa-siswi yang membutuhkan tempat untuk beristirahat merasa nyaman.
Tiba-tiba bayangan Arjuna melintas di sana dan rekaman demi rekaman kebersamaan Melati dengan sang kekasih di hari terakhir mereka berdua bertemu, terlihat sangat jelas di pelupuk mata gadis berambut hitam bergelombang tersebut.
Melati langsung terbangun dan mengingat sesuatu, "kalender, mana kalender?" Melati mengedarkan pandangan dan gadis bermata bulat dengan bulu mata lentik itu bergegas turun dari ranjang.
Kekasih Arjuna itu menuju ke sisi dinding dimana terdapat kalender yang menggantung di sana, dengan seksama Melati mengamati angka-angka yang tertera dalam kertas putih tersebut.
Melati menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan, tubuh ramping itu bergetar dan langsung merosot ke lantai. Air mata luruh begitu saja dari kedua sudut mata gadis pemilik ranking tertinggi di sekolah, "tidak, ini tidak mungkin," Melati melirih dengan isak tangis yang tertahan.
"Ayah, ibu ... maafkan Mela," rintih putri tunggal bu Nilam di sela isak tangis. Melati merasa sangat bersalah kepada kedua orang tuanya, terutama sang ibu yang telah berjuang membesarkan dan menyekolahkan Melati seorang diri tanpa sosok sang ayah.
Setelah lelah menangisi perbuatannya beberapa minggu yang lalu bersama sang kekasih, Melati kemudian mencuci wajah di kamar mandi UKS. Gadis itu merapikan pakaiannya yang kusut, menyisir rambut dengan jari dan bergegas kembali ke ruang kelas.
Pulang dari sekolah, putri bu Nilam yang selalu kembali ke rumah tepat waktu itu menyempatkan diri untuk mampir ke apotik. Melati ingin memastikan kecurigaannya dan mengetes sendiri urinnya dengan alat tes kehamilan yang di jual bebas di apotik tersebut.
Tatapan curiga penjaga apotik yang menatap Melati dengan penuh tanya, membuat nyali kekasih Arjuna itu menciut dan perasaan bersalah kembali menyandera. Buru-buru Melati membayar, agar bisa segera berlalu dari sana dan terbebas dari tatapan kecurigaan penjaga apotik.
Setelah mendapatkan apa yang Melati inginkan, gadis berkaki jenjang itu mengayunkan langkah dengan cepat menyusuri gang sempit untuk pulang ke rumah sederhana yang Ia tempati bersama sang ibu.
Setibanya di rumah, putri semata wayang bu Nilam itu segera menuju ke kamar mandi sempit yang terletak di samping dapur yang tidak kalah sempit.
Melati membuka alat yang baru saja Ia lihat sepanjang hidupnya dengan tangan bergetar, membaca aturan pakai alat tes kehamilan tersebut dengan menahan perasaan yang bergejolak di dada, entah apa yang ada dalam benak kekasih Arjuna saat ini.
Setelah menggunakan alat tes kehamilan sesuai petunjuk yang tertera di sampul belakang, gadis berlesung pipit yang memiliki senyuman manis itu memejamkan mata dan berhitung mundur.
"Tidak Tuhan, tidak ... jangan sampai aku hamil," rintih Melati penuh harap.
"Mas Arjun sudah di asrama dan aku tidak mungkin merusak impiannya yang ingin menjadi seorang calon Praja. Aku juga tidak mau membuat ibu kecewa, karena ibu berharap banyak aku bisa menjadi guru seperti yang ayah inginkan dulu. Tolong aku Tuhan .... " Do'a Melati dengan sungguh-sungguh, namun nyatanya semua telah terlambat.
Karena begitu kekasih Arjuna tersebut membuka mata dan melihat kearah benda pipih yang berada di telapak tangan kanannya, netra bulat itu semakin membulat sempurna. Dua garis merah terpampang nyata dalam alat tes kehamilan yang baru saja Ia gunakan, Melati menangis tanpa bersuara dengan tubuh ramping yang luruh begitu saja ke lantai kamar mandi yang basah.
Melati menangis seorang diri, menyesali perbuatannya yang tidak mungkin dapat Ia perbaiki kembali. Nasi telah menjadi bubur dan hanya menyisakan penyesalan seumur hidup kekasih Arjuna tersebut, bukan hanya penyesalan tetapi mungkin juga penderitaan akibat dari kenikmatan sesaat yang Ia lakukan dengan penuh kesadaran bersama sang kekasih.
Jika saja waktu bisa di putar kembali ... tetapi sayangnya, sang waktu tidak pernah berjalan mundur. Hanya penyesalan yang tiada berarti lagi, bagi orang-orang yang melakukan kesalahan seperti dirinya.
Gadis manis itu masih menangis di dalam kamar mandi, ketika sang ibu kembali ke rumah untuk memastikan apakah dirinya sudah pulang. Sebab Melati tadi terburu-buru, sehingga tidak sempat mampir ke warung sang ibu seperti yang biasa Ia lakukan.
"Mela, kamu sudah pulang, Nak?" panggil bu Nilam, sambil memasuki rumah sederhana miliknya.
Bu Nilam membuka pintu kamar sang putri dan melongokkan kepala kedalam, namun kamar tersebut kosong. Ibunya Melati itu kemudian menuju ke dapur dan mengetuk pintu kamar mandi yang tertutup rapat, "Mela, apa kamu di dalam, Nak?" tanya bu Nilam memastikan.
"I... iya bu," balas Melati dari dalam kamar mandi dengan suara parau karena kebanyakan menangis.
Bu Nilam mengernyitkan dahi, "kamu kenapa, Nak? Apa kamu sakit? Buka pintunya, Nak?" Bu Nilam terus mengetuk pintu kamar mandi dengan penuh rasa khawatir.
Tak berapa lama, putri tunggal bu Nilam tersebut keluar dari kamar mandi dengan mata sembab dan langsung bersimpuh di kaki sang ibu. Melati kembali menangis tersedu sambil memeluk kaki ibunya, hingga membuat bu Nilam bertanya-tanya.
"Maafkan Mela Bu, maaf ..." rintih Melati dengan penuh penyesalan.
Bu Nilam masih terdiam, wanita yang terlihat tua karena penderitaan itu masih bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi pada anak semata wayangnya.
"Mela ... Mela, ha ... hamil bu," Melati terbata dengan lirih, namun bagi bu Nilam terdengar bagai suara petir yang menggelegar memecah angkasa raya.
TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
sherly
sedihnyalah hati Bu Nilam ngk kebayang hancurnya, anak semata wayangnya hamil dgn pacarnya ...
2023-11-15
1
Ita rahmawati
hadeuh mel² terlena sih puny cwo keren dn populer tp klo dh bgni gmna coba...kn ak jd ikutan berdebar² bcany 🤭🤭
2023-06-13
1
Sak Diah
tcvvcvc CCBf CVv tc tg TCP ci tctctttcttgggttvcvvxcg GGttvch CVv cgvcgvgtctb tcvvcvc ggtttvgtvtvcttt tg CVv c cbr5cgttv GG tcvvcvcCVvvvtcvc FC gtbb tg tcttcbttcttttt gtttc Hb bcb ztcbgcgvcbtcgccxvvcttb6
2023-04-16
0