Melati dan bayinya sudah diperbolehkan pulang, karena kondisi keduanya sehat. Tanpa sepengetahuan bu Nilam dan Melati, Adam membawa mereka bertiga ke rumah baru yang telah dipersiapkan oleh Adam jauh-jauh hari.
Adam membeli dua unit rumah sekaligus yang letaknya berdampingan, satu unit untuk ditempati bu Nilam dan anak serta cucunya, sementara yang satu lagi untuk ditempati Adam sendiri.
Rumah tersebut berada tidak jauh dari kios bu Nilam, sengaja Adam memilih tempat yang dekat dengan kios agar bu Nilam tidak kerepotan jika hendak membuka kedai.
"Mas Adam, ini kok kita berbelok? Kita mau kemana?" tanya bu Nilam yang menyadari bahwa kendaraan Adam berbelok ke perumahan baru, yang berjarak dua ratus meter dari komplek kios bu Nilam.
"Iya, Bu. Kita akan pulang ke rumah Ibu," balas Adam seraya tersenyum dan melihat bu Nilam melalui pantulan kaca spion di depannya.
Bu Nilam mengernyitkan kening dengan dalam, "kios Ibu 'kan yang lurus tadi, Mas?" tanya bu Nilam yang belum mengerti maksud Adam.
Adam tidak menjawab pertanyaan bu Nilam karena mobil yang dikendarai Adam telah berhenti tepat di depan sebuah rumah tipe empat lima dengan cat berwarna biru laut, rumah yang cukup nyaman untuk ditempati keluarga kecil bu Nilam, Melati dan putranya nanti.
Adam segera turun dari mobil dan disaat yang sama, dua orang wanita berusia sekitar empat puluh tahun keluar dari dalam rumah tersebut dan menyambut dirinya.
"Selamat sore Mas Adam, semuanya sudah kami siapkan sesuai permintaan Mas Adam," ucap salah seorang dari mereka berdua.
"Terimakasih Bi Mar," balas Adam sopan.
Pemuda bertubuh atletis itu kemudian membuka pintu belakang, Adam mengambil alih bayi Melati dari tangan bu Nilam agar ibunya Melati itu bisa turun dari mobil.
"Sini Bu, biar sama Adam," pintanya.
Setelah bayi Melati berada dalam dekapan Adam, Pemuda tampan itu memberikan si bayi pada Bi Mar yang memang ditugaskan oleh Adam untuk merawat Melati dan bayinya, karena Adam hendak membantu Melati untuk turun dari mobil.
"Mas, bopong saja ya, Dik," ucap Adam tanpa menunggu persetujuan Melati terlebih dahulu.
Adam kemudian membopong tubuh Melati yang telah kembali ramping, "Bi Pur, tolong bawa barang-barang kami kedalam, ya?" titah Adam pada wanita yang bersama Bi Mar.
Wanita tersebut mengangguk patuh, "iya, Mas."
"Mari, Bu. Kita masuk," ajak Adam pada bu Nilam yang masih terpaku di tempatnya.
Adam segera membawa Melati masuk kedalam rumah, yang diikuti oleh Bu Nilam dan Bi Mar yang menggendong bayinya Melati.
Adam langsung membawa Melati ke kamar yang telah disiapkan oleh kedua asisten rumah tangga tersebut, kamar yang berukuran cukup luas dengan tempat tidur bayi serta aneka mainan bayi telah tersedia di sana.
"Kamu istirahat dulu, Dik. Biar anak kamu, sama bibi pengasuhnya," ucap Adam dan hendak berlalu meninggalkan kamar Melati.
Bu Nilam yang mengekor di belakang Adam hingga kedalam kamar tersebut, memanggil Adam. "Mas Adam."
Adam menoleh kearah bu Nilam dan tersenyum hangat pada wanita bertubuh kurus itu, "iya, Bu."
"Apa maksud dari semua ini, Mas?" tanya bu Nilam.
"Maaf, Bu. Jika Adam lancang," balas Adam yang meminta maaf, "karena jika Adam jujur dari awal, Ibu pasti tidak akan setuju," lanjut Adam.
"Adam sengaja menyiapkan rumah ini, agar Ibu, Dik Melati dan juga cucu Ibu bisa beristirahat dengan nyaman. Adam juga memperbantukan bi Mar untuk membantu Dik Melati mengasuh anaknya, sedangkan bi Pur untuk membantu Ibu di kedai." terang Adam.
"Sekali lagi, maaf. Adam tidak punya maksud apa-apa, karena bagi Adam Ibu sudah seperti Ibu Adam sendiri dan pastinya Adam ingin memberikan yang terbaik untuk Ibu, putri Ibu dan juga cucu Ibu," imbuh Adam, yang membuat bu Nilam merasa terharu.
Sementara Melati masih terdiam, ibu muda itu masih bingung dengan kejutan yang baru saja diterimanya.
"Untuk kamar Ibu, ada di sebelah. Nanti biar saya dan bi Pur yang mengambilkan barang-barang Ibu dan Dik Melati, juga barang-barang putranya." ucap Adam.
"Biar saya sendiri saja, Mas Adam. Mas Adam istirahat saja, pasti lelah dari semalam bantu jagain Melati dan bayinya," tolak bu Nilam yang tidak tega melihat wajah Adam yang terlihat lelah, meski netranya menunjukkan kebahagiaan.
"Ya, terserah Ibu saja. Nanti biar dibantu sama bi Pur, dia asisten Ibu sekarang," balas Adam seraya tersenyum.
Bu Nilam tersenyum seraya geleng-geleng kepala, "Mas Adam sudah melakukan banyak hal untuk kami, Ibu merasa tersanjung," ucap bu Nilam dengan penuh rasa terimakasih.
Adam memeluk pundak kurus bu Nilam, "Ibu pantas menerimanya karena Ibu orang yang baik dan tulus. Adam hanya perantara saja, Bu. Jadi, Ibu jangan berterimakasih pada Adam tapi pada Yang Maha Kuasa," balas Adam.
Bu Nilam mengangguk-angguk, setuju dengan ucapan Adam barusan. Memang benar adanya, bahwa segala sesuatu yang kita perbuat pasti akan kembali pada diri kita sendiri. Entah itu cepat atau lambat.
"Oh ya, Dik. Mau dikasih nama siapa, putranya? Biar enak kalau memanggil?" tanya Adam sambil menatap dalam wajah Melati yang terlihat lebih segar dan aura kecantikan Ibu muda itu semakin bersinar.
Melati mengerutkan kening dengan dalam, "Danu Putra A," balas Melati dengan yakin.
Danu, sebuah kata sederhana dalam bahasa Bali yang berarti danau. Tempat dimana Melati dan Arjuna memadu cinta, hingga menghasilkan benih kehidupan yang tumbuh di rahim Melati.
"A?" Adam mengernyitkan kening, pemuda itu Mengira-ngira apakah A adalah inisial dari ayah si bayi?
Sementara bu Nilam nampak tidak suka, "Danu Putra, itu saja, Mel. Lebih jelas." tegas bu Nilam yang tahu maksud dari sang putri bahwa A adalah Arjuna. Bu Nilam tidak ingin putrinya terjebak pada masa lalu, yang membuat masa muda Melati menjadi hancur.
Adam mengangguk-angguk, setuju dengan ucapan bu Nilam. Sementara Melati terlihat pasrah saja.
"Putra, Mas panggil dia Putra saja, boleh 'kan?" tanya Adam.
"Bagusan Danu kali, Mas?" kekeuh Melati yang ingin tetap mengingat momen indah kala itu.
"Bagusan Putra, terdengar lebih gentle," balas Adam yang kali ini tidak mau kalah. Entahlah, Adam merasa dibalik nama Danu yang diberikan oleh Melati untuk sang bayi, seperti tersirat cerita bagaimana bayi Melati itu bisa hadir meski Adam belum pernah mendengar kisah yang sebenarnya.
"Danu, bagus. Putra, juga bagus." Bu Nilam menengahi.
"Mel tetap mau panggil anak Mel, Danu," kekeuh Melati.
"Dan, Mas maunya panggil dia, Putra," sahut Adam seraya tersenyum penuh arti, terselip do'a dalam hati jika kelak bayi itu akan benar-benar menjadi putranya. "Dia putraku," gumam Adam dalam hati.
"Terserah Mas Adam saja, deh" balas Melati akhirnya, mengalah.
Bu Nilam tersenyum bahagia, melihat perdebatan kecil itu.
Begitu pun dengan Adam yang tersenyum penuh kemenangan, karena Melati mengalah untuknya, "ya sudah, Bu. Adam mau ke depan dulu, mau gendong Putraku," pamit Adam, yang langsung berlalu meninggalkan kamar Melati.
TBC,,,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Iges Satria
so sweett... adam mah suami idaman /Heart/
2024-09-22
1
Nar Sih
bnr tuh ..bagusan putra ,jgn ingat msa lalu mel ,lihat lah adam yg begitu syg pada ank mu dan perhatian dgn keluarga mu
2023-11-28
1
Ita rahmawati
kasian adamny y klo ternyta nti akhirny sm arjun 😔😔
2023-06-13
1