...“Tidak ada yang lebih baik dari seorang ibu untuk anaknya.”...
Episode 4 : Pelangi
****
Keinya mati-matian mengendalikan tangis berikut rasa sakit, dikarenakan dokter dan perawat di rumah sakit, sudah berulang kali gagal memasang infus ke Pelangi. Pembuluh darah vena Pelangi masih terlalu lembut, dan hal tersebut membuat jarum infus sulit dipasang. Kalau pun bisa, pembuluh vena itu justru pecah dan mau tidak mau, mereka harus mencari pembuluh darah yang lain dan dengan kata lain, tubuh rapuh bocah berusia lima bulan itu akan dijajaki dengan jarum infus.
“Sayang, kamu tahu kenapa Mamah kasih kamu nama Pelangi? Kenapa kamu begitu istimewa untuk Mamah bahkan kehidupan ini? Karena Mamah yakin, Tuhan akan selalu memberimu banyak keindahan. Di mana, keindahanmu juga akan selalu menciptakan sekaligus memberikan kebahagiaan. Baik itu untukmu, Mamah, juga semuanya.”
“Seperti halnya Pelangi yang akan selalu indah, sekalipun mereka tercipta dari warna-warna yang berbeda, bahkan meski kehadirannya di tengah kegelapan,” gumam Keinya.
Bukan hanya Pelangi yang menangis histeris lantaran sudah berulang kali dijagal untuk dipasang jarum, karena hal yang sama juga menimpa para perawat yang menjagal bayi lemah itu. Mereka tak kalah bersedih dan sampai berlinang air mata. Bagaimana tidak? Jarum yang begitu tajam, bahkan orang dewasa saja banyak yang fobia, harus kembali dilepas-pasang dikarenakan pembuluh darah yang berhasil dipasangi kembali pecah dan tak jarang, darah segar mengucur setelah jarum dicabut!
Suasana haru benar-benar menyelimuti ruang IGD. Mereka sudah berusaha melakukan yang terbaik untuk Pelangi. Tubuh Pelangi dipenuhi buih keringat dan makin pucat pasi. Demam Pelangi pun makin tinggi, selain anak itu yang sampai muntah-muntah hingga dehidrasinya makin parah. Beberapa orang yang melintas berbarengan dengan ruang IGD yang dibuka, tampak prihatin memperhatikan Pelangi di pangkuan Keinya. Mereka tak hanya iba pada Pelangi, melainkan Keinya yang duduk di sebuah kursi sebelah ranjang rawat.
Keinya terlihat sangat terpukul sekaligus tidak berdaya, terlepas dari keadaan wanita itu yang sangat memprihatinkan. Penampilan Keinya sangat berantakan. Paling mencolok adalah keadaan rambutnya yang awut-awutan dengan simpul asal yang nyaris sepenuhnya terjuntai, selain mata sembamnya yang seolah tak bisa berhenti menumpahkan air mata. Belum lagi luka berhias darah mengering di kedua tangan berikut kaki Keinya yang tampak begitu mencolok. Semua yang melihat, khususnya wanita, pasti akan langsung terenyuh karenanya.
“Than, ... di mana hatimu? Lihatlah, ... lihatlah semua orang menangisi Pelangi! Namun, kamu yang papahnya justru enggak peduli!” Keinya terus meronta-ronta dalam hatinya, terisak, sambil menenangkan Pelangi, satu-satunya harta yang tersisa dalam hidupnya. Satu-satunya harapan sekaligus alasannya bertahan, meski pada kenyataannya, Keinya juga membutuhkan banyak dukungan agar ia mampu bertahan menghadapi cobaan, yang tiba-tiba berusaha menghancurkannya secara bertubi.
“Sebentar, biar adiknya istirahat dulu,” ujar seorang pria. Pria bertubuh tinggi yang sempat menahan Keinya ketika akan memasuki IGD. Pria tersebut baru saja masuk IGD, setelah pintu dibuka dari dalam oleh seorang perawat. Pria tampan itu berdiri di balik punggung Keinya tanpa bisa menyembunyikan rasa cemas berikut kesedihannya. Dengan wajah prihatin, ia menepuk-nepuk pelan punggung maupun bahu Keinya, sambil menatap wanita itu. “Tenangkan dirimu. Kondisinya sangat bergantung kepadamu,” bisiknya tepat di sebelah telinga Keinya. “Semuanya akan baik-baik saja.” Ia masih berusaha mendukung sekaligus menenangkan wanita di hadapannya, meski ia yakin, tak ada hal yang akan bisa mengalihkan perhatian Keinya, kecuali kesehatan bayi di pangkuan wanita itu.
“Selain pembuluh darah vena Adik ini yang memang masih sangat lembut, Adik ini juga terlalu dehidrasi hingga infus menjadi semakin sulit dipasang. Jadi, kita tunggu kiriman peralatannya, karena kebetulan, stok di rumah sakit sedang kosong. Harus ada jarum yang lebih lembut, selain parasetamol yang nantinya dimasukkan melalui *****, dikarenakan si Adik terus saja muntah dan tidak bisa mengonsumsi parasetamol melalui mulut,” jelas seorang dokter di sana kepada pria bertubuh tinggi dan kini berdiri di balik punggung Keinya.
Terhitung, ada tiga orang dokter dan empat perawat di sana. Dua dokter laki-laki, serta seorang dokter perempuan sementara keempat perawat yang bertugas merupakan laki-laki.
Pria tersebut mengambil alih tanggung jawab Keinya dalam mengurus pengobatan yang harus Pelangi jalani. Dan pria tersebut meminta dokter maupun perawat yang menanganinya, untuk mengalihkan semua urusan pengobatan Pelangi kepadanya.
“Jadi, jika saya tidak di sini, bisa hubungi saya ke nomor ini.” Pria tersebut memberikan sebuah kartu nama. Tertera Yuan Fahreza di kartu nama tersebut yang menjabat sebagai Pemilik sekaligus CEO Fahreza Group, sebuah usaha yang bergerak di bidang apartemen.
Setelah menatap sekilas kartu nama berwarna putih yang disodorkan kepadanya, dokter tersebut menatap si pria untuk beberapa saat, kemudian tersenyum ramah sambil mengangguk. “Baik, Pak Yuan.”
“Terima kasih banyak, Dok!”
“Sama-sama, Pak!”
***
Keinya mengulas senyum. Wajahnya jauh lebih hidup dari sebelumnya. Ada sedikit kebahagiaan yang terpancar mengeringi setiap sentuhan sekaligus tatapannya pada Pelangi. Pun meski pada kenyataannya, selama itu juga Athan benar-benar ‘lepas tangan’ dan mencampakkan mereka.
Setelah dua hari dua malam terjaga di rumah sakit, beberapa menit lalu, suster mengatakan, jika kondisi Pelangi semakin membaik, besoknya mereka sudah boleh pulang. Dan kini, bayi mungil itu tengah berusaha tengkurap kemudian meng-onggong.
Jika diperhatikan, setiap Pelangi sakit, anak itu selalu mengalami kemajuan tumbuh kembang. Pelangi selalu tambah pintar. Kemarin, Pelangi belum bisa meng-onggong, tapi sekarang, anak itu tampak begitu bersemangat dalam belajar. Tanpa ada kesedihan terlebih tangis walau hanya sedikit, layaknya hari-hari menyedihkan beberapa saat lalu. Entah apa yang terjadi, tapi Pelangi memang terlihat sangat bahagia sekaligus sehat.
Ketika pintu ruang rawat terdengar terbuka, Keinya berangsur menoleh. Detik itu juga, senyum yang awalnya menghiasi wajahnya menghilang digantikan dengan keseriusan.
“Apa maksudmu enggak mengabariku? Bahkan kamu melarang Rara cerita kepadaku? Sudah kukatakan, sesulit apa pun keadaanmu, seharusnya kamu menghubungiku!”
“Athan … pria brengsek itu … apakah aku harus menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh dan membawa abu pria itu kepadamu, agar kamu menganggapku?!”
Keinya tak kuasa menjawab pertanyaan meledak-ledak yang ditujukan kepadanya. Wanita itu memilih menunduk sambil sesekali menelan salivanya.
“Kenapa? Kamu enggak suka, kalau aku benci bahkan ingin menghabisi pria brengsek itu?!”
Wanita bergaya kasual itu terus melangkah dan menatap Keinya penuh kesal. Ia bahkan sampai menurunkan kacamata hitam tebalnya demi memperhatikan penampilan Keinya, dari ujung kepala hingga kaki, lebih saksama. “Ya ampun lihatlah dirimu. Tubuhmu penuh luka. Bahkan kulitmu sangat kusam dan itu membuatmu terlihat sangat tua. Kamu terlihat jauh lebih tua dari usiamu, Kei!”
Mereka bak pinang dibelah dua. Hanya saja, seperti perkataan wanita yang tengah menginterogasi Keinya, Kainya kembaran Keinya memang terlihat jauh lebih merawat diri. Jauh lebih nyaman dipandang. Penampilan Kainya jauh lebih baik dari Keinya. Selain merawat diri, Kainya juga mengenakan pakaian berikut aksesori merek ternama.
Keinya tak acuh. “Aku pikir kamu enggak akan menemukanku.” Suaranya sangat lirih karena sebagiannya tertahan di tenggorokannya yang masih terasa sakit, dan Keinya sadari, kenyataan tersebut terjadi akibat kesibukannya menangis dan meronta-ronta.
Selain terkesan tidak memiliki banyak tenaga untuk sekadar berbicara, Keinya juga seolah tak mengharapkan bahkan kurang suka dengan kehadiran Kainya.
Balasan Keinya membuat Kainya geregetan. “Ketika aku mendengar jawaban Rara yang sangat tidak meyakinkan, aku langsung ambil penerbangan terakhir. Firasatku nggak enak dan aku takut, sesuatu yang buruk menimpamu, sementara sedikit saja kamu terluka, semua itu juga akan berimbas kepadaku!” Kainya memasang wajah sebal, tapi ia kembali menatap saksama penampilan Keinya yang begitu menyakitinya. Ya, keadaan Keinya yang jauh dari kata baik-baik saja, membuatnya merasa sangat bersalah. Tanpa harus bertanya, ia bisa memastikan kehidupan kembarannya jauh dari kata baik terlebih bahagia. Jangankan merawat diri, tangan dan jemari Keinya saja penuh luka. Termasuk kedua kaki kembarannya yang mengenakan kulot panjang. Ia menemukan banyak luka gores dan tampak baru di sana.
Tatapan Kainya teralih pada bayi mungil yang langsung mencuri kesibukan Keinya. “Tinggalkan dia dan ikutlah denganku. Kita tinggal di Australia. Tapi sebelumnya, kita akan tinggal beberapa hari di Singapura karena aku masih ada pekerjaan di sana.”
Suara Kainya terdengar prihatin. Ia menatap Keinya dengan tulus. Namun bagi Keinya, penawaran tulus dari Kainya justru teramat melukainya. Bagaimana mungkin, ia meninggalkan Pelangi yang masih sangat membutuhkannya, sedangkan beberapa hari lalu, pria yang seharusnya menjadi tameng sekaligus cinta pertama bagi anak gadisnya, justru memilih meninggalkan mereka?
Tidak akan. Apa pun yang terjadi, Keinya tidak akan meninggalkan apalagi melepaskan Pelangi pada orang lain! Bahkan sekalipun dunia mengatakan, orang lain jauh lebih baik dalam mengurus dan memberikan kebahagiaan terhadap Pelangi. Keinya ibu Pelangi, dan apa pun yang terjadi, selain Keinya akan memberikan yang terbaik pada Pelangi, wanita itu juga percaya, tidak ada yang lebih baik dari seorang ibu, untuk anaknya. Keinya tak hanya menyayangi, mencintai, dan semua ungkapan baik yang ada di dunia, kepada Pelangi. Melainkan segala yang terbaik dan akan selalu Keinya perjuangkan.
Bersambung ....
Catatan tambahan :
(Cilacap, 03 Januari 2021)
Salam santun, Author di sini.
Sebelumnya, terima kasih banyak buat dukungan kalian, tanpa terkecuali kritik dan saran. Ini catatan sengaja aku bikin buat kalian yang masih protes kenapa nama tokohnya begitu mirip. Keinya dan Kainya.
Yang masih protes kenapa namanya : Keinya dan Kainya, susah diucapin atau malah susah dibedain, lebih baik pakai nama lain biar kelihatan kembar, ... coba pahami lagi. Karena kemiripan nama ini juga berkaitan dengan konflik cerita. Cerita sendiri memang banyak teka-teki, jadi kalau masih ada yang bilang enggak nyambung, tolong bacanya diresapi karena setiap episode akan membuat kita ngerti, oh, alasannya ini. Aku nulis cerita ini juga pakai outline, kok.
Dan nama yang sulit dibedakan pun menjadi alasan konflik cerita ada, ya. Ayo coba pahami, kenapa Yuan sempat tertipu sama Kainya? Tentu karena nama mereka teramat mirip. Rupa mirip, nama pun mirip. Opps ... Yuan itu siapa? Cari tahu sendiri, ya ☺️🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 295 Episodes
Comments
Juniati Tanjabtim
awas, jangan salah tulis,maksud hati keinya tertulis kainya..bingung pembaca jadi nya thor
2024-11-11
0
Aty
pelangi belajar tengkurep sambil mengonggong 😡😡😡maaf ya thor Mungkin salah ketik.
2023-09-05
0
Hajja Uni Haerunnisang
fde
2023-08-10
0