“Sebuah kebahagiaan tidak selalu lahir dari kebenaran. Karena sering kali, kebahagiaan justru hadir dari kebohongan. Bahkan tidak menutup kemungkinan, kebenaran justru membuat seseorang yang kita sayangi terluka, hingga akhirnya mereka pergi meninggalkan kita.”
Bab 11 : Introspeksi
Tubuh Keinya merunduk. Sebelah tangannya yang tak mengendalikan ponsel menjadi bertumpu pada tepi meja. Selain tubuhnya yang tampak kebas, tatapan wanita itu juga berubah menjadi kosong. Bahkan setelah membuat Rara semakin menunggu, Keinya justru menjadi bergeming. Keinya terlihat sangat terpukul. Kenyataan pelik seolah baru saja menimpanya.
“Kei—” Rara nyaris langsung bertanya panjang lebar kepada Keinya, andai saja Yuan tidak menahan sebelah pundaknya dari belakang.
Ketika Rara menoleh memastikan, Yuan menggeleng dengan ekspresi yang terlampau serius. Hal tersebut membuat Rara menelan getir. Apalagi, apa yang baru saja dibicarakan oleh Keinya dan Ryunana telanjur membuatnya penasaran.
Selama mengenal Keinya, Rara belum pernah melihat wanita itu selemas sekarang bahkan sekalipun wanita itu sedang sakit. Walau Keinya tipikal serius dan akan mengerjakan semuanya dengan cepat, tapi wanita itu selalu terlihat bahagia. Sementara Ryunana sendiri sedang memiliki masalah besar karena mereka.
Ryunana merupakan salah satu penulis best seller di negara mereka. Namun beberapa hari terakhir, penulis yang selalu meledak mengusung tema percintaan itu dituduh melakukan plagiat. Tentu Rara dan Keinya memiliki andil bertanggung jawab atas kasus tersebut. Karena naskah Ryunana yang dimaksud merupakan naskah pesanan dari mereka. Ya, inilah alasan Ryunana berada pada posisi yang lebih sulit.
Yang Rara bingungkan, kenapa semua karya untuk Ryunana bocor dan diklaim orang lain, dengan masa edar lebih dulu, hingga kliennya itu dituduh menjiplak?
Tangan Yuan yang masih menahan pundak Rara, berangsur menarik wanita itu dengan pelan. Hal tersebut membuat Rara mendongak demi menatap wajah pria tersebut, dikarenakan tinggi tubuhnya hampir sama dengan tinggi tubuh Keinya. Anehnya, rasa kagum yang sedari awal pandangan meletup-letup terhadap pria itu menguap begitu saja. Rara tidak merasakan hal aneh apalagi rasa ingin memiliki pada Yuan gara-gara kesedihan yang menimpa Keinya.
Kemudian Yuan mengangguk, mengempaskan tatapannya ke luar pintu yang masih dibiarkan terbuka.
Dengan berat hati, Rara yang mengerti maksud Yuan dan sengaja memintanya untuk keluar meninggalkan Keinya, berangsur melangkah pergi. Sesekali ia menoleh, memastikan apa yang terjadi pada wanita tersebut. Sayangnya, meski Rara sudah sampai keluar, tetap tak ada perubahan berarti yang terjadi pada Keinya.
Tak lama berselang setelah kepergian Rara, Yuan berangsur mendekat. Ia hampir ikut duduk andai saja ponsel Keinya tidak berdering, sedangkan Keinya segera mengerahkan tenaga untuk meraihnya.
“Aku sudah mendengar kabar tentang Ryunana dan naskah-naskahnya,” ucap seorang wanita dari seberang dengan suara lirih di tengah kesunyian. Benar-benar sunyi tanpa suara lain. Bahkan napasnya saja sampai tidak terdengar. Entah karena wanita itu merasa sangat berduka, atau hal lain yang belum Keinya ketahui.
Sambil menggeleng, Keinya berkata, “Aku nggak akan menyerah.” Ia menelan ludah dikarenakan tenggorokannya tiba-tiba saja menjadi terasa kering.
Suara Keinya terdengar lirih seperti menahan sakit. Tak ada emosi yang menyertainya untuk saat ini.
Yuan yang menyimak, mengernyit kemudian melirik Keinya.
“Kamu harus menyerah, Kei.”
“Aku bisa mengatasinya.”
“Jangan keras kepala!”
Keinya tidak langsung menjawab. Ia mengerjap beberapa kali sambil menghela napas dan tampak sangat sesak, seiring butiran air matanya yang rebas membasahi pipi.
“Aku yakin, kamu sedang menangis.”
“Untuk apa kamu melindungi pecundang sekelas Ryunana?”
“Jangan bodoh, Kei! Kamu sendiri yang bilang harus menjadi orang yang bermanfaat. Sekarang aku tanya, kamu sudah menjadi orang yang bermanfaat, atau dimanfaatkan?!”
Keinya menghela napas dalam dikarenakan dadanya terasa semakin sesak. “Sekalipun aku menangis, bukan berarti aku akan menyerah. Dan mengenai dia, ... sudah menjadi tanggung jawabku untuk melindunginya.”
“Semuanya selalu disertai sebab dan akibat ....”
Yuan melihat banyak kesedihan dalam diri Keinya. Hanya saja, menangisnya wanita itu membuatnya cukup lega, karena dengan kata lain, Keinya belum sepenuhnya mati rasa. Wanita itu masih bisa menuangkan kesedihan. Pun meski apa yang menimpa Keinya membuat dada Yuan terasa sesak.
“Kamu cukup mengatakan “ya” kepadaku, aku akan langsung menjemputmu.”
“Nggak perlu.”
“Kei, seseorang yang terlahir kembar ditakdirkan untuk selalu bersama, agar mereka jauh dari mara bahaya. Seharusnya kamu tahu itu!”
“Setiap kelahiran di dunia ini memiliki takdir masing-masing tanpa terkecuali. Mereka akan melangkah menjalani takdirnya dan memang sudah seharusnya begitu.”
“Kalau begitu, aku akan melihatmu dari sini.”
“Jangan salahkan aku jika sewaktu-waktu aku menjemputmu.”
Dari seberang, panggilan telepon telah diakhiri. Namun Keinya terdiam dengan tatapan yang kembali kosong. “Ini bentuk cinta Tuhan karena Dia sangat menyayangiku!” gumamnya meyakinkan dirinya sendiri.
Keinya teringat hubungannya dengan Athan; yang dulunya saling cinta tiba-tiba harus berpisah karena pria itu selingkuh dan berakhir dengan sadis. Kemudian kerja kerasnya untuk melahirkan karya-karya apik dan salah satunya milik Ryunana, membuatnya sibuk di depan laptop bahkan sering kali mengetik naskah di ponsel di tengah kesibukannya mengurus Pelangi. Tak tanggung-tanggung, hasil kerja kerasnya memuaskan. Semua penggemar tulisan Ryunana dan sebagian besar merupakan karya Keinya, menanggapi dengan positif di mana karya-karya itu langsung best seller.
Yuan meraih sebelah tangan Keinya kemudian menggenggam jemari tangan wanita itu. Keinya yang terkejut lantaran apa yang Yuan lakukan membuatnya tersadar dari lamunan, berangsur memastikannya.
Pertama-tama, Keinya menatap wajah Yuan kemudian beralih menatap tangan pria itu. Ternyata bukan hanya tangan Yuan. Karena kedua tangan Pelangi dituntunkan Yuan untuk turut menggenggamnya.
“Aku dan Pelangi sangat kuat. Dan kamu yang kuat akan semakin kuat karena memiliki kami.” Yuan menatap serius kedua mata Keinya.
Begitu banyak ketulusan yang Yuan berikan melalui tatapannya. Kenyataan tersebut membuat hati Keinya terenyuh. Air mata Keinya kian berlinang menuangkan banyak kesedihan bahkan luka yang tengah ia rasakan dan sebisa mungkin ia sembunyikan.
Yuan mengalihkan tatapannya dari Keinya untuk beberapa saat. “Aku tahu kalau kamu ingin memberikan yang terbaik tanpa melibatkan orang lain termasuk orang-orang terdekatmu. Namun apa yang kamu lakukan justru salah. Karena dengan caramu yang seperti ini, orang-orang terdekatmu justru merasa tidak berguna. Mereka merasa jika kamu tidak membutuhkan mereka.”
Keinya terisak-isak meski ia mati-matian mengendalikan tangis juga kesedihannya. Sebelah tangan Yuan yang tidak menggenggamkan jemari tangan Pelangi pada jemari tangan Keinya, menahan sebelah wajah wanita tersebu, dan perlahan-lahan mengelap setiap linangan air mata di sana.
“Sebuah kebahagiaan tidak selalu lahir dari kebenaran. Karena sering kali, kebahagiaan justru hadir dari kebohongan. Bahkan tidak menutup kemungkinan, kebenaran justru membuat seseorang yang kita sayangi terluka, hingga akhirnya mereka pergi meninggalkan kita.” Yuan menatap Keinya dengan berkaca-kaca.
“Nggak ada salahnya kalau kita kasih kesempatan ke mereka buat membahagiakan kita, kan?”
“Hal sederhana yang bikin mereka merasa berharga.”
Yuan mengakhiri penjelasannya dengan senyum yang begitu tulus di tengah matanya yang terlihat memerah dan basah.
Tangis Keinya semakin pecah. Hal tersebut membuat Yuan merangkul kepala Keinya kemudian mendekapnya dengan hangat.
Penjelasan Yuan membuat Keinya merasa buruk.
Keinya langsung teringat mengenai cara berkomunikasinya dengan Athan.
Awalnya Keinya memang menganggap pria itu berubah bahkan egois, membiarkannya berjuang sendiri untuk kehamilannya juga mengurus Pelangi, sementara Keinya juga masih terus bekerja mengurus banyak naskah. Namun, setelah mendengar kata-kata Yuan barusan, ternyata kesalahan yang selama ini Keinya tuduhkan pada Athan justru bersumber dari dirinya.
Keinya terlalu egois dan terus memaksa dirinya menggarap banyak naskah padahal kondisinya tidak memungkinkan. Parahnya, Keinya justru melampiaskan kekesalannya kepada Athan. Tentu pria itu lelah karena terus-menerus mendapatkan keluhan bahkan abaian. Athan butuh dihargai juga perhatian darinya apalagi mereka suami istri. Pasangan yang seharusnya saling mengisi, memberi serta menguatkan.
Keinya menghela napas sangat dalam. Dadanya terasa sangat sesak, seolah tidak ada sedikit pun ruang yang bisa dilalui oksigen untuknya bernapas.
Terpikir oleh Keinya, andai di masa lalu ia jauh lebih menghargai Athan, tentu ia bisa memberikan keluarga bahagia untuk Pelangi. Sayangnya, sekalipun cinta dan rindu masih tersisa untuk pria itu, semuanya sudah tak berarti. Semuanya hanya tinggal kenangan yang menyisakan luka dan kehampaan. Seperti katanya, semua yang terlahir di kehidupan ini akan mengikuti sekaligus menjalani takdir masing-masing. Begitu juga dengan dirinya dan Athan. Athan sudah memiliki kehidupan baru yang dipilih pria itu. Sementara dirinya, tentu tidak boleh hanya terpuruk terlebih ia memiliki Pelangi.
Bukankah sekarang tujuan hidupnya hanya untuk kebahagiaan Pelangi?
💜💜💜
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 295 Episodes
Comments
Asih Widayanti
Iyo sedikit bertele2 thorrrr padahal ceritanya top
2021-12-05
0
Heni Yuhaeni
ya ampun Thor,terharu dengan kata" Yuan, semoga Kenya sadar,dan bisa terima yuan
2021-11-16
0
Rina Anggraina
Thor agak d kurangi ya prolog nya terlalu panjang...agak bosan baca nya. padahal cerita nya bagus
2021-10-15
0