“Bukankah hidup harus terus berjalan, sekalipun segala sesuatunya telah berubah?”
Episode 2 : Berubah
***
Keinya hilang arah. Ia terduduk lemas sambil memangku Pelangi. Anaknya itu masih menangis. Kenyataan yang membuatnya semakin tak berdaya, apalagi yang bisa Keinya lakukan juga hanya menangis.
Semua usaha telah Keinya coba untuk menenangkan Pelangi termasuk mengajak Athan turut serta. Namun apa daya, beberapa saat lalu, pria itu meninggalkan mereka setelah sempat mengatakan perpisahan. Athan lebih memilih wanita lain. Wanita yang juga pernah ada di masa lalu hubungan mereka. Juga, wanita yang bahkan tidak pernah Keinya duga akan menjadi penyebab kehancuran hubungannya dan Athan, kehancuran keluarga mereka!
Mengandalkan sisa tenaganya, Keinya beranjak. Cukup sulit, sebab ia sampai harus merangkak. Keinya menaiki anak tangga menuju lantai atas. Susah payah wanita itu melakukannya dan ada kalanya nyaris jatuh. Kenyataan tersebut pula yang membuatnya membutuhkan waktu jauh lebih lama hanya untuk bisa kembali ke kamarnya, berhias kekesalan yang terus meletup-letup, sama halnya dengan air matanya yang tak kunjung berhenti berlinang.
Ketika berhasil memasuki kamarnya, bayang-bayang Athan yang melayangkan perpisahan seolah hidup menghiasi suasana di sana. Keinya tidak berani menghadapinya. Perdebatan antara dirinya dan Athan terasa begitu nyata sekaligus menyakitkan. Semuanya menggema bak adegan sebuah film yang terus terulang dan membuat Keinya kian ketakutan.
Tubuh Keinya gemetaran. Bahkan makin lama makin tak terkendali tak ubahnya seseorang yang menggigil karena sakau. Keinya tidak mau melihat terlebih mendengar perdebatan itu. Keinya memilih mendekap Pelangi erat-erat sambil menyandarkan wajahnya pada wajah bocah mungil itu yang hingga detik ini masih menangis.
“Sayang, tenang, ya. Semuanya baik-baik saja. Mamah sayang kamu, dan akan selalu begitu. Mamah enggak akan melepaskanmu, apalagi meninggalkanmu hanya untuk kebahagiaan lain. Percayalah. Mamah akan selalu ada buat kamu!”
Keinya berderai air mata sambil menciumi wajah Pelangi. Namun tak lama berselang, dengan sempoyongan, ia justru tertawa sambil membaringkan Pelangi di tepi kasur.
Tampang Keinya sangat menyedihkan. Ia tertawa dalam tangisnya sambil mengamati suasana kamar. Bingkai-bingkai foto kebersamaannya dengan Athan yang menghiasi meja menjadi fokusnya. Keinya mendekati bingkai-bingkai itu dengan tawa yang berangsur reda. Kemudian, wanita itu meraih salah satu bingkai yang berjejer di sana, sambil terus menatap kosong bingkai-bingkai yang tersisa. Akan tetapi, perpisahan yang Athan katakan beberapa saat lalu dan tiba-tiba menghiasi ingatannya, membuat emosi Keinya meluap.
Sambil menangis histeris, Keinya menyapu sisa bingkai di sana dengan brutal menggunakan kedua tangan.
Gaduh bising pecah, berpadu dengan tangis Keinya. Dan setelah semua bingkai benar-benar tersapu, tubuh Keinya tergolek, terduduk lemas di tengah serakkan pecahan kaca dari bingkai yang menjadi pelampiasan emosinya. Keinya meratapi lantai sekelilingnya. Benar-benar berantakan penuh pecahan kaca, selain kerangka bingkai berikut fotonya.
Dengan pandangan yang masih frustrasi, Keinya mendapati rembesan darah di jemari tangannya. Kemudian, ia mengamati keadaan tubuhnya lebih rinci lagi. Kaki jenjangnya yang mengenakan piama selutut warna biru muda, juga ia dapati berdarah. Ada perih yang seolah menusuk-nusuk di sekujur tubuhnya tanpa terkecuali hati dan jantungnya, kendati yang jelas-jelas berdarah bari tangan dan kakinya.
Sebenarnya, apa yang membuat seseorang kehilangan rasa cintanya terhadap pasangan? Apakah cinta memang memiliki kedaluwarsa? Keinya memikirkan itu sambil menengadah, menatap langit-langit kamarnya yang tak kunjung memberinya jawaban. Namun sepertinya, satu-satunya yang memiliki jawaban dari pertanyaan Keinya memang Athan.
Sejak kapan cinta Athan kepada Keinya, kedaluwarsa? Atau, memang sudah menjadi bagian dari sifat Athan yang gampang bosan, meski sebelum menikah, mereka berpacaran selama empat tahun? Empat tahun bukan waktu yang sebentar, kan? Sedangkan selama itu juga, Keinya merasa dirinya sudah sangat mengenal Athan.
Memikirkan semua itu, tiba-tiba ada kebencian yang tumbuh begitu liar dalam hati Keinya untuk Athan seiring pandangan wanita itu yang menjadi gelap.
Keinya kehilangan kesadaran. Wanita menyedihkan itu pingsan di tengah kenyataannya yang nyaris kehilangan kewarasan.
***
Keinya terbangun karena kaget. Beker di nakas sebelah ranjang tidurlah penyebabnya. Di tengah kepalanya yang terasa sangat pusing, juga mata yang terasa berat sekaligus perih, Keinya beranjak dan melangkah terseok meninggalkan serakkan kaca sekaligus bingkai di lantai. Ternyata ia ketiduran berselimut luka sekaligus rasa sakit. Dan karena keteledorannya itu juga, luka-luka baru juga lahir dari pecahan kaca bingkai yang terserak di sekitar sana.
Sambil menatap beker di nakas dan melangkah ke sana, Keinya menatap sekilas tangan berikut kakinya yang terasa perih. Tak hanya darah yang mengering yang menghiasi setiap luka di sana, sebab darah segar juga tampak merembes dari tempat yang sama.
Setelah berhasil mematikan beker, yang mencuri perhatian Keinya tak lain keheningan suasana. Pelangi tidak menangis, sementara semalam, ia larut dalam kesedihan sekaligus luka yang tidak pernah disangka-sangka.
Dengan lirih, juga tegang yang tiba-tiba membungkus kehidupannya, Keinya segera menoleh untuk memastikan keadaan Pelangi. Sungguh, tubuhnya menjengit, seolah ada aliran listrik yang seketika menyengat dengan sengaja. Ia kebas. Jantungnya seolah lepas. Wajah Pelangi kelewat pucat dipenuhi buih keringat yang begitu mencolok.
Setelah terdiam kebingungan dan terlihat sangat sakit dalam beberapa detik, Keinya yang tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya, segera menyambar, mendekap tubuh Pelangi dan membawanya pergi. Keinya terus berlari keluar dari rumah tanpa terlebih dulu berbenah. Ia hanya menyambar tas berikut ponsel dari meja rias.
****
Suhu tubuh Pelangi kelewat panas. Lagi-lagi Keinya hilang arah, tak tahu harus melakukan apa? Sambil menelusuri jalan keluar dari halaman rumahnya, yang ada di ingatannya hanya Athan. Keinya langsung mencoba menghubungi pria itu. Menekan nomor satu tombol panggilan darurat dan langsung menghubungkannya dengan kontak Athan.
Demi memudahkan komunikasi, Keinya memang sengaja menjadikan nomor satu di kontaknya untuk nomor ponsel Athan. Sial, setiap panggilan yang terhubung tidak mendapat balasan. Bahkan sampai taksi yang Keinya pesan datang, usahanya menghubungi Athan sungguh sia-sia.
Sambil duduk di bangku penumpang, Keinya merajuk, merasa tidak habis pikir, kenapa Athan tak kunjung menjawab panggilannya? “Than, Pelangi sakit. Aku sedang bawa dia ke rumah sakit.” Ia sengaja meninggalkan pesan suara kepada Athan, sebelum menyimpan ponselnya ke dalam tas.
“Tuhan, ... aku percaya Engkau tidak pernah tidur. Jadi aku mohon, jangan biarkan anakku ikut sakit. Biar aku saja yang merasakan semua lukanya. Biarkan anakku hidup bahagia tanpa ada luka. Aku benar-benar memohon ....”
Keinya kembali berjuang sendiri. Dalam diamnya, wanita itu berusaha tegar. Keinya terus menimang dan mengelap setiap keringat Pelangi sambil berusaha memberinya ASIi. Namun sial, sekalipun Pelangi langsung merespons, tapi ASI Keinya masih tidak keluar.
Keinya yakin Pelangi sudah dehidrasi. Jadi, mau tidak mau, ia harus rela jika anaknya mengonsumsi susu formula, daripada Pelangi semakin dehidrasi.
Dengan keadaannya yang mulai gemetaran dikarenakan takut sesuatu yang buruk menimpa putrinya, Keinya berkata, “Pak, nanti pas saya masuk ke rumah sakit, Bapak bisa tolong belikan saya susu formula sekaligus botolnya?” sergahnya.
Keinya ketar-ketir dan berharap sopir taksi mau berbaik hati untuk menolongnya.
Sopir taksi bisa merasakan betapa Keinya sangat tertekan menghadapi bayi dalam dekapan wanita itu. Jadi, dengan tulus ia langsung berkata, “baik, Bu!”
“Terima kasih banyak, ya, Pak.” Keinya segera mengambil beberapa lembar uang seratus ribu dari dompetnya dengan gugup. Ia memberikannya kepada sopir taksinya. Tak lupa, ia mengulas senyum meski hanya berlangsung beberapa detik, di tengah wajah pucatnya yang dipenuhi buih keringat.
Selepas Keinya keluar dari taksi, taksi yang ia tumpangi juga langsung pergi menuju swalayan di ujung seberang jalan depan. Namun tanpa diduga, Athan yang telah berulang kali ia hubungi justru ada di hadapannya. Hanya saja, keadaan pria itu tentu bukan untuk menemani Keinya apalagi terjaga untuk Pelangi. Sebab di depan pintu masuk rumah sakit yang juga baru saja pria itu tinggalkan dan akan Keinya kunjungi, Athan justru merangkul pinggang seorang wanita berperut buncit, dengan sangat mesra.
Tiara. Wanita itu begitu dimanjakan dan Athan perlakukan penuh cinta. Dada bahkan sekujur tubuh Keinya langsung panas melihat kenyataan itu. Dunia Keinya seolah berputar melambat dan hanya berpusat pada kedua sejoli di hadapannya.
Keduanya sangat bahagia bahkan ketika mereka menyadari jika wanita berpenampilan menyedihkan di hadapan mereka adalah Keinya. Athan memang tertegun setelah sempat terlihat terkejut mendapati Keinya ada di hadapannya. Namun hanya sekadar itu. Sebab ketika Tiara yang terlihat tidak nyaman dengan cara Athan menatap Keinya segera mengguncang sebelah lengan pria itu, Athan juga segera mengakhiri tatapannya dan berlalu sambil kembali merangkul Tiara dengan mesra. Beberapa kali, Athan juga kembali tampak mengelus-elus perut Tiara sambil melayangkan kecupan di kepala Tiara yang tak malu memamerkan kemanjaannya.
Setelah sempat menjelma menjadi orang bodoh karena justru memperhatikan Athan dan Tiara yang jelas-jelas bahagia di atas penderitaannya, Keinya segera memalingkan wajah dari kedua sejoli yang telah membuat dunianya hancur sehancur-hancurnya.
“Aku pastikan, kalian akan membayar setiap tetes air mata anakku!” sumpah Keinya. Rahang Keinya mengeras. Bersamaan dengan itu, air matanya juga kembali mengalir. Keinya mendekap lebih erat tubuh Pelangi. Dekapan penuh kehangatan sekaligus cinta. Ya, tidak sepantasnya dunianya hancur hanya karena pengkhianatan Athan. Bukankah hidup harus terus berjalan, sekalipun segala sesuatunya telah berubah?
“Bertahanlah Sayang. Kamu satu-satunya harta Mamah!”
***
Penderitaan Keinya masih berlanjut, sebab wanita menyedihkan itu harus terjebak dalam antrean. Keinya mengantre sambil memberi Pelangi susu formula setelah sampai dibantu membuatnya oleh sopir taksi yang begitu baik hati dan dengan suka cita membantunya. Bahkan kini, pria itu tengah menghadap petugas rumah sakit, agar Pelangi segera dirujuk ke IGD.
“Bu, kenapa anaknya dikasih susu formula, bukan ASi, saja?” tegur seorang perawat yang kebetulan datang bersama Dadang, selaku sopir taksi yang membantu Keinya.
“ASI saya tidak keluar, Sus. Tapi jangan khawatir, derajat seseorang tidak diukur dari air susu yang diminum, kok!” Menyadari perubahan ekspresi suster yang menjadi kecut, Keinya segera menambahi, “Maaf, Sus. Bukan bermaksud tidak sopan. Tapi tolong, Suster pasti jauh lebih tahu kalau ibu menyusui, tidak kalah sensitif dari wanita hamil. Kalau saja ASI saya keluar, tentu saya akan lebih memilih memberi anak saya ASI!”
Keinya sadar, tidak seharusnya ia berkata seperti itu kepada suster yang akan menangani Pelangi. Lihat saja betapa suster itu kalah telak lantaran ketika akan membalas, Dadang melarangnya melalui kode mata pada suster tersebut, agar tidak memperpanjang perdebatan antara susu formula dan ASI.
Bagi Keinya, ada saat-saat di mana seorang ibu merasa sangat tertekan bahkan gagal, hanya karena penghakiman orang-orang. Tak hanya mengenai susu yang dikonsumsi berikut pola asuh, melainkan perkembangan anak yang selalu disama-samakan, padahal jelas-jelas, tumbuh kembang setiap anak berbeda. Dan Keinya tidak akan diam jika itu sampai menimpa dirinya apalagi Pelangi.
Ketika Keinya mengikuti suster ditemani Dadang, seseorang menahan sebelah lengan Keinya hingga wanita itu terpaksa balik badan untuk memastikan.
“Kenapa? Sekadar dipanggil saja, enggak mau balas?” Seorang pria selaku penahan lengan Keinya, terheran-heran dan menatap Keinya dengan sangat tenang, meski dari sorot matanya, pria itu juga tampak mencemaskan Keinya.
Seorang pria bergaya kantoran meski tidak mengenakan jas dan dasi. Pria tinggi yang mengenakan kemeja abu-abu itu teramat asing bagi Keinya.
Keinya mengenyahkan tahanan pria itu, sebab Keinya memang tidak mengenalnya. Baginya, tidak penting melayani orang yang tidak ia kenal, apalagi jika itu seorang pria. Keinya sengaja abai dan kembali melangkah menuju IGD. Namun ketika Keinya menoleh ke belakang untuk memastikan, pria tinggi itu masih menatap ke arahnya. Begitu banyak kekhawatiran yang terpancar dari cara pria itu menatapnya. Namun sungguh, dengan kesadaran penuh, Keinya menegaskan dirinya tidak mengenal pria itu!
Bersambung .....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 295 Episodes
Comments
Suhadhanie Nur Ezah
kadang aku pelik pd misi yg tnye...kadang bengapnye mgalahkn org yg x pergi sekolh...sedangkn die tau si ibu telh mnjelaskn drinye xmngeluarkn ssu bdn...ehhh seolah misi tu td yg jd ibu kpd bayi...klu misi yg dh nikh pasti memahami mslh xde ssu bdn...tp klu yg blm nikh...mne dorg tau pengorbnn nk bg susu bdn kt ank....yg dorg tau dh beranak ssu terus kluar....ehhh ssu tu bkn besalin auto kluar tp ambil mse 2 ke 3 hri juga utk kluar....
2023-07-11
0
Rena Agustina
terlalu sedih sih ..sedih boleh tapi jgn sampe lupa tuh anak
2021-12-09
0
Beci Luna
asi tdk keluar karena steres..
2021-11-17
0