“Cinta suami istri tidak diukur dari seberapa banyak mereka memiliki kebahagiaan, melainkan seberapa kuat mereka mampu bertahan dalam menghadapi cobaan.”
Episode 2 : Awal Malapetaka
****
Apakah Athan sedang bermasalah dengan pekerjaannya? Suaminya itu dipecat dan merasa depresi karena harus kehilangan pekerjaan yang begitu dicintai?—Keinya mulai menduga-duga, lantaran tak ada kemungkinan lain, dan dirasanya logis menjadi alasan sang suami sampai berkata dengan suara tinggi kepadanya, setelah sikap dingin Athan yang semakin lama, semakin membentangkan jarak di antara mereka.
“Lebih baik kita bercerai saja!” ucap Athan.
Athan mengatakan itu tanpa keraguan, terlepas dari pria berkacamata itu yang mengatakannya tanpa beban. Tak ada sedikit pun rasa bersalah yang terpancar dari gelagat pria itu. Keinya sampai tak percaya, terlepas dari kehidupan wanita itu yang perlahan-lahan digerogoti oleh gejolak yang menghantarkannya pada kehancuran.
Untuk beberapa saat, dunia Keinya seolah berhenti berputar. Suasana di sana juga seolah menjadi hening, kendati Pelangi masih menangis bahkan meraung-raung. Dan Keinya merasa ada begitu banyak benda tajam yang sibuk menghunjam hati berikut jantungnya. Sakit, ... benar-benar sakit. Athan ... pria itu justru meminta cerai?
“Aku sudah memikirkannya matang-matang. Lebih baik kita berpisah. Kita bercerai! Perceraian adalah jalan terbaik untuk hubungan kita!” ucap Athan beberapa menit kemudian dengan gaya kelewat tenang.
Apa yang baru saja Athan tegaskan, membuat pikiran Keinya menjadi kosong. Bahkan wanita kurus itu sampai lupa bernapas untuk beberapa saat, hingga akhirnya ia kembali pada kenyataan yang begitu mengguncang kehidupannya.
“Atas dasar apa?” Suara itu akhirnya terdengar dari mulut Keinya yang susah payah berucap, lantaran apa yang Athan lakukan, membuat tenggorokan Keinya seperti dicekik dengan sangat kejam, oleh sosok tak kasat mata. Tentu, susah payah juga Keinya menahan rasa sakit yang kian gesit menggerogoti tubuhnya.
Rasa sakit seolah menyerbu kehidupan Keinya tanpa jeda. Bahkan Keinya sampai berpikir, dirinya tengah merasakan kesakitan tak berdarah. Atas dasar apa, Athan mendadak menawarkan perceraian sebagai solusi terbaik hubungan mereka, sedangkan Pelangi yang belum genap berusia lima bulan, sangat membutuhkan mereka?
Lantaran Athan tak kunjung menjawab, Keinya membiarkan Pelangi menangis tanpa kembali mati-matian menenangkannya. Fokusnya terlampau serius kepada Athan. Kenapa pria itu begitu tega dan dengan mudahnya mengatakan perpisahan? Kalau pun hanya bercanda, tentu Athan sudah sangat keterlaluan. Bahkan pria yang terkenal genius di bidang IT itu tak layak digadang-gadang lagi. Karena bodoh dan tidak punya hati, itu jauh lebih pantas menjadi sebutan bagi pria yang tega menyakiti istri berikut anak-anaknya, tanpa terkecuali!
Athan mengerling dalam diamnya. “Kita sudah jarang bicara. Jarang bersama, … dan kita juga sama-sama tidak bahagia. Apa lagi yang mau dipertahankan?”
Keinya menelan ludahnya lantaran tiba-tiba saja, tenggorokannya terasa kering. Terlepas dari itu, Keinya juga menyadari jika dirinya mulai terbawa emosi. Keinya tak kuasa menahan emosinya, selain wanita kurus itu yang telanjur kehilangan kesabarannya.
Terhitung, semenjak melahirkan terlebih Athan juga tidak ikut membantunya mengurus Pelangi, semenjak itu juga Keinya menjadi sangat sensitif. Keinya menjadi gampang marah dan juga menangis. Bahkan tak jarang, Keinya mengalami perubahan emosi itu dalam waktu yang begitu drastis, sekaligus bersamaan.
Kini, Keinya berangsur mundur. Wanita itu memejam sambil menghela napas dalam beberapa kali. Keinya sadar, keadaannya sedang tidak baik-baik saja. Terlebih jika Keinya harus menghadapi maksud Athan yang entah sedang bercanda, atau malah hal yang tidak pernah terpikir oleh wanita itu, meski hanya dalam mimpi?
Dulu, alasan Keinya dan Athan menikah, karena mereka saling mencintai. Mereka memulai semuanya penuh cinta sekaligus kasih sayang. Jadi aneh saja, jika apa yang Athan katakan benar-benar nyata. Bukankah pasangan yang saling mencintai, seharusnya selalu saling menguatkan, bahu-membahu dalam menghadapi cobaan, selain memegang teguh kesetiaan yang menjadi kekuatan sebuah hubungan?
Keinya berangsur membuka mata, menatap Athan dengan emosi yang berangsur. “Pah … cinta suami istri tidak diukur dari seberapa banyak mereka memiliki kebahagiaan, melainkan seberapa kuat mereka mampu bertahan dalam menghadapi cobaan.”
Athan tidak berkomentar dan justru berangsur menunduk. Ekspresinya masih menunjukkan jika pria itu merasa tidak nyaman. Di mana yang ada, pria itu seolah sudah tidak tertarik dengan semua yang Keinya katakan, bahkan semua yang berhubungan dengan wanita itu.
Keinya mendengkus, menatap Athan dengan wajah lelah. “Mandi dan tenangkanlah pikiranmu. Bercandamu kelewatan,” ucapnya terdengar kesal.
Keinya meninggalkan Athan dan nyaris menutup pintu kamar, andai saja Athan tidak tiba-tiba berkata, “lima bulan terakhir, aku bertemu Tiara dan hubungan kami kembali baik. Bahkan hubungan kami sangat baik. Aku masih mencintainya! Dia lebih baik dari siapa pun, bahkan kamu. Kami saling mencintai!”
Jantung Keinya seolah melesak, ketika nama “Tiara” terucap dari mulut Athan. Pria itu suaminya, kan? Kenapa harus membahas masa lalu dalam hubungan mereka, bahkan sampai memuji wanita itu yang dikata lebih baik dari Keinya dan …?
Tiara itu mantan Athan, sedangkan seharusnya, suaminya itu tidak membahasnya! Apakah Athan sudah benar-benar gila?
Keinya merasa perlu memastikan, apakah pria di hadapannya benar-benar suaminya, atau makhluk lain semacam siluman? Namun, baru juga memikirkan hal tersebut, Athan kembali berbicara.
“Sebenarnya, semua yang kukatakan jika aku sangat sibuk dengan pekerjaan termasuk dinas ke luar kota, ... semua itu hanya alasan. Karena selama itu juga, ... selama itu juga aku menghabiskan waktu bersama Tiara! Kami sudah tinggal bersama. Dan kami sedang menyambut anak pertama kami!” ucap Athan tanpa mengharapkan penolakkan.
“Maaf, Kei. Aku tahu ini enggak adil buat kamu,” lanjut Athan.
Sepanjang Athan menjelaskan, selama itu juga dada Keinya bergemuruh dan terasa sangat panas. Seperti ada yang akan meledak di sana, terlepas dari kedua mata Keinya yang menjadi sumber hujan bagi pipi tirusnya, di tengah tubuhnya yang sampai gemetaran.
“Aku, ... jauh lebih bahagia saat bersamanya. Tiara benar-benar membuatku bahagia ....”
“Than, sudah! Stop. Cukup … bercandamu kelewatan! Kamu ini sebenarnya maunya apa, sih? Jarang ngobrol, tapi sekali ngomong malah ngajak ribut!” Keinya meronta-tonta, tak ubahnya hewan korban yang tak kuasa menolak ajalnya di hari itu juga.
“Enggak ada yang bercanda, Kei. Apa yang aku katakan memang kenyataan. Aku dan Tiara. Kami saling mencintai. Dan kami sudah melangsungkan pernikahan, selain kami yang siap menyambut anak pertama kami!”
Keinya nyaris melemparkan Pelangi yang masih menangis, kepada Athan, tetapi wanita itu memilih pergi dan sampai membanting pintu. Karena bagi Keinya, satu-satunya cara meredam amarahnya hanyalah dengan pergi tanpa melihat Athan lagi.
“Kei, aku belum selesai bicara,” seru Atan yang sampai menyusul Keinya.
Keinya balik badan dengan cepat. “Kalau dia hamil, aku bahkan sudah melahirkan anakmu! Pikir pakai otak. Jangan pura-pura tidak tahu!” teriaknya meledak-ledak.
“Kei ....”
“Satu lagi! Sekalipun selama ini aku diam, bukan berarti kamu enggak pernah membuat kesalahan yang membuatku kesal apalagi sakit. Selama ini aku hanya berusaha menjadi istri sekaligus mamah yang baik, apalagi kamu juga enggak pernah menjalankan peran sekaligus tanggung jawabmu dengan semestinya kepada kami!” Emosi Keinya kian meledak-ledak.
Tak lama berselang, setelah menatap Athan penuh kekecewaan, Keinya melangkah cepat. Wanita itu mulai menuruni anak tangga menuju lantai bawah. Dan tidak disangka, ternyata Athan kembali mengejar.
“Kei, aku hanya berusaha jujur. Aku enggak mau terus-menerus membohongimu. Kamu berhak bahagia karena aku sudah tidak bisa memberikan itu kepadamu!” Athan terus berucap lantang.
Tepat di lantai bawah setelah melewati anak tangga terakhir, Keinya segera balik badan. “Bagaimana denganku? Bagaimana dengan Pelangi yang bahkan masih sangat membutuhkanmu?! Sebenarnya, kebahagiaan macam apa yang kamu maksud untuk kami?” teriaknya.
Keinya sengaja menengadah demi menatap Athan. Tatapan yang dipenuhi kekecewaan, luka bahkan amarah. Belum pernah ia semarah sekarang apalagi pada Athan, pria yang membuatnya mengenal cinta.
Athan merupakan cinta pertama Keinya. Athan juga menjadi satu-satunya cinta untuk Keinya. Bahkan, Keinya yakin, Athan akan selalu mencintainya, sesuai kata-kata manis yang pernah pria itu diberikan. Namun kini, Athan yang berada di tengah-tengah anak tangga refleks berhenti. Athan tidak bisa memberikan jawaban terlebih kepastian.
Lain halnya dengan Athan, Keinya justru tak hentinya berlinang air mata. Tubuhnya benar-benar kebas tanpa sedikit pun tenaga yang tersisa. Bahkan Athan melihat banyak luka sekaligus kecewa yang terpancar di wajah wanita yang telah memberinya seorang putri itu.
“Setidaknya, ... setidaknya kalau kamu memang sudah tidak bisa memikirkanku, seharusnya kamu ingat janji-janjimu dulu!” Keinya terisak-isak. Tangisnya terdengar sangat pilu. “Sekarang sudah ada Pelangi ... Pelangi anakmu, tapi kamu enggak pernah perhatian ke dia, bahkan sekarang ...?!”
Keinya tak mampu melanjutkan kata-katanya. Lidahnya terasa kelu, sedangkan hatinya semakin sakit, tak jauh berbeda dari ketika ia mengingat nasib pernikahannya. Athan, ... pria di hadapannya dan sempat sangat ia cintai, satu-satunya pria yang ia percaya sekaligus tempatnya bergantung, pria itu ...?
Keinya benar-benar kecewa sekaligus putus asa. Hanya dalam beberapa menit pengakuan yang Athan lakukan, ... semua kepercayaan sekaligus cinta yang ada dalam hati Keinya untuk Athan, berubah menjadi luka bahkan malapetaka.
“Maaf, Kei ...,” ucap Athan sembari melangkah menuruni sisa anak tangga yang belum ia lewati.
“Maaf tidak bisa menyelesaikan masalah, apalagi membuat keadaan kembali baik-baik saja, Than!” balas Keinya lantang.
Athan mendengkus dan menghentikan langkahnya tepat di anak tangga terakhir, nyaris di hadapan Keinya.
Keinya sengaja mundur dan bahkan menghindar. Di mana tak berselang lama, Keinya memilih memunggungi Athan sambil kembali menimang Pelangi. Namun tak lama kemudian, Keinya berangsur menoleh seiring suara langkah yang kian menjauhinya. Athan pergi meninggalkan ruang keberadaannya. Pria itu bahkan keluar dari rumah disertai suara pintu yang terbanting.
Masa depan Keinya seolah hanya dipenuhi kegelapan. Sebelumnya, ia dan Athan belum pernah bertengkar. Dan Keinya benar-benar tidak menyangka, jika pertengkaran pertama mereka juga menjadi akhir hubungan mereka.
Dan ketika Keinya memikirkan nasib Pelangi, rasanya wanita itu ingin mati saja. Terlalu tidak adil kalau Pelangi juga harus merasakan luka dari perpisahannya dan Athan.
Benarkah jika hubungan sekaligus pernikahan mereka tidak bisa diselamatkan? Kenapa Athan jauh lebih memilih wanita lain? Bagaimana dengan Keinya dan Pelangi yang masih sangat membutuhkan Athan? Pelangi masih sangat membutuhkan keharmonisan mereka. Apa yang harus Keinya lakukan, agar Pelangi baik-baik saja dan tidak menjadi korban hubungan mereka?
Keinya tidak mau Pelangi tumbuh di tengah kehancuran hubungan orang tua apalagi Pelangi akan tumbuh menjadi seorang wanita. Bagaimana jika ke depannya, Pelangi sampai mengalami rundungan orang-orang, bahkan lebih parahnya ... pelecehan seksual seperti kasus-kasus yang sedang marak? Pelecehan seksual akibat kehancuran rumah tangga orang tuanya?
Bak orang gila, Keinya bergegas lari keluar rumah menyusul Athan sambil mendekap erat-erat Pelangi yang tangisnya kian pecah. Mata Keinya membelalak, memastikan ke setiap penjuru halaman rumahnya di tengah deru napasnya yang memburu. Keinya terengah-engah. Sekali lagi, wanita kurus itu ingin menyerah dan mati saja. Akan tetapi, Keinya sungguh tak mau hal buruk menimpa Pelangi hanya karena hubungannya dan Athan. Pria itu tidak boleh meninggalkan pernikahan mereka. Setidaknya, Pelangi menjadi alasan mereka untuk tetap bersama.
Namun, apa daya. Athan tak lagi Keinya dapati. Mobil yang biasanya digunakan juga tak lagi terparkir di garasi.
Athan ... pria itu benar-benar pergi menelantarkan Keinya dan Pelangi.
Bersambung .....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 295 Episodes
Comments
S
Terlalu miris dan sptnya Kei benar benar belum siap dg segala kemungkinan.Plis...jangan mengemis cinta apalagi perhatian sekalpun itu pd suami ayah dr anakmu.Saat sptt ini. ia buta benar benar buta jadi petcuma kau merengek meminta bertahan.Hargai diri sendiri,percayalah kau mampu kau kuat Tuhan tdk akan membiarkan hamba nya menderita terus menerus.
2024-05-14
0
etna winartha
nasi seorang prempuan
2023-10-14
0
Mimi Ilham
astagfirullah...
kejam nya .suami
2023-09-13
0