“Jadi, kamu ingin terlihat sempurna di depanku?”
Bab 12 : Senam Jantung
***
Yuan tertidur dengan punggung yang menyandar pada sandaran ranjang tidur. Sebelah kakinya tidak sepenuhnya selonjor di atas selimut, sedangkan sebelah tangannya digenggam erat oleh sebelah tangan Keinya. Tak beda dengan Yuan, wanita itu juga tidur dengan lelap. Tak ada luka apalagi beban yang terpancar dari rautnya. Pun rasa kesal yang membuat wanita itu emosional semenjak pengkhianatan Athan.
Suasana tempat keberadaan mereka remang-remang, mengandalkan cahaya lampu meja di kedua nakas yang mengapit keberadaan ranjang. Di mana, kesunyian yang menyelimuti membuat keduanya terlihat sangat damai. Meski tak lama berselang, di waktu yang sama, mata mereka berangsur terbuka.
Yuan mengulas senyum kendati dahinya masih dipenuhi kerut, dikarenakan ia belum sepenuhnya sadar. Pria itu merasa sangat bahagia lantaran Keinya menjadi orang pertama yang menghiasi bahkan memenuhi pandangannya ketika ia membuka mata. Namun, ketika Keinya yang ia dapati menatap ke arahnya terlonjak, Yuan segera mencengkeram jemari tangan wanita itu yang kebetulan masih menggenggam sebelah tangannya.
“Kenapa aku bisa ada di sini?”
Keinya benar-benar panik. Napasnya terdengar memburu. Wanita itu segera menarik selimut tebal yang menutupi tubuhnya. Dengan pikiran yang kacau dipenuhi pemikiran buruk, ia langsung memastikan jika ia masih berpakaian lengkap. Dan seperti yang diharapkan, ia masih berpakaian lengkap.
Pandangan Keinya langsung mengamati suasana keberadaannya. Ia berada di sebuah kamar luas dengan fasilitas elite bernuansa putih. Tepatnya, ia berada di tempat tidur. Yang membuatnya semakin bingung, kenapa Yuan ada bersamanya dan mereka tidur satu ranjang?
Yuan menghela napas kemudian menelan ludah. Pria itu masih lesu bahkan mengantuk. Kemudian, Yuan yang merasa serba salah pun menunduk. Telunjuk tangannya yang tidak digenggam Keinya berangsur menggaruk keningnya dengan pelan.
“Yuan Fahreza, jawab pertanyaanku! Aku bertanya kepadamu! Apa maksudmu dengan semua ini?” umpat Keinya.
Tanpa menatap Keinya lebih dulu, Yuan menyodorkan sebelah tangannya yang masih digenggam Keinya. Dan sambil menatap wanita itu, ia berkata, “ini begini dari kemarin.”
Keinya terkesiap dan langsung mengakhiri genggaman jemarinya dari jemari tangan Yuan. Bahkan mungkin ia tidak akan menyadari tengah menggenggam tangan pria itu, andai Yuan tak mengatakannya.
Merasa malu sekaligus gugup, Keinya refleks menelan salivanya. Ia buru-buru menunduk sambil menjauhi Yuan. Sesekali, ia juga menyibakkan rambut hitam sepunggungnya ke samping—dan sudah menjadi kebiasaannya ketika sedang gugup sekaligus tegang. Bagaimana mungkin ia satu ranjang dengan pria yang bukan suaminya, bahkan dikata Yuan kebersamaan itu sudah dari kemarin? Keinya benar-benar tak habis pikir. Ia merasa sangat malu dan tidak yakin masih berani menatap Yuan atau sekadar bersama pria itu. Mereka bahkan baru bertemu sehari, tapi kenapa mereka begitu dekat?
“Sewaktu aku mau pergi, kamu menggenggam tanganku sangat erat.”
Meski Yuan menjelaskan dengan serius, tapi Keinya tidak bisa menerimanya begitu saja. Bagaimana mungkin dan mana mungkin ia tiba-tiba menggenggam tangan pria asing dalam hidupnya? Kepada Athan saja ia belum pernah melakukannya!
“Kemarin, ... tiba-tiba kamu pingsan.”
Yuan berbicara dengan sangat tenang. Kenyataan yang membuat Keinya merasa jika pria tersebut cukup mirip dengan Athan. Namun, hal terakhir yang Keinya ingat, ia tengah menangis di pelukan Yuan. Tapi omong-omong, Pelangi di mana?
“Pelangi?!” Keinya mendesak Yuan melalui tatapannya.
Yuan menghela napas dalam sambil menatap Keinya dengan tatapan yang begitu teduh. Kemudian ia mengempaskan tatapannya ke belakang Keinya dan langsung diikuti oleh wanita itu.
Di belakang sebelah Keinya, Pelangi tidur dengan sangat lelap di sebuah ranjang bayi. Keinya terenyuh dan nyaris menitikkan air mata karenanya. Bahkan di kamar keberadaannya sampai ada ranjang bayi?
“Tidur kalian sangat nyenyak. Padahal aku sudah siap-siap bikin susu.”
“Terima kasih.” Keinya tulus mengucapkan rasa terima kasihnya. “Aku enggak tahu harus ngomong apa ....”
Keinya masih belum berani menatap Yuan. Bahkan semakin lama, Keinya menjadi menggeragap. Lantaran Yuan tak kunjung merespons ucapan terima kasihnya. Bukankah yang Keinya lakukan sudah benar? Mengucapkan terima kasih sudah selayaknya dilakukan karena Keinya telah ditolong, kan? Namun, kenapa Yuan yang dari awal pertemuan selalu bersikap baik bahkan sangat baik, masih saja diam tak memberikan balasan?
Sambil menunduk dan masih menghadap Yuan, Keinya berkata, “jujur saja, aku ini orang yang kaku. Aku lebih suka menuangkan perasaanku di tulisan ketimbang lisan. Jadi, … jangan berpikir buruk kepadaku, hanya karena aku enggak bisa ngomong manis.”
“Jadi, kamu juga ingin terlihat sempurna di depanku?” tanggap Yuan serius.
Balasan Yuan langsung membuat Keinya terjaga. Bahkan Keinya refleks menengadah menatap tidak mengerti Yuan dengan perasaan tak menentu cenderung gugup.
“A-apa maksudmu?” ucap Keinya gelagapan karena bingung. Namun lawan bicaranya justru menatapnya penuh senyum.
Keinya yang makin bingung memilih menepis tatapan Yuan. Ia menunduk dan berkata, “sekali lagi makasih banyak, Yu. Khususnya semua yang kamu lakukan untuk Pelangi. Sudah itu saja, bukan untuk hal lain.”
“Jangan sungkan, Kei.” Yuan mengulas senyum yang ia pertahankan cukup lama pada Keinya. Kemudian ia beranjak menjauhi ranjang menuju jendela di seberang sambil mengecek pemberitahuan di ponselnya.
Keinya melepas kepergian Yuan sambil mengulum bibir dengan sedikit kelegaan yang detik itu juga ia dapatkan. Punggung kokoh Yuan semakin menjauh dan pria berambut hitam itu mulai berbincang. Sedangkan jarak mereka sekitar 8 meter.
Yuan sengaja membuka sedikit gorden tebal yang menutupi jendela di hadapannya tanpa membuat sinar mentari mengusik keberadaan Keinya maupun Pelangi.
“Saya akan sampai di sana sekitar pukul sepuluh ....”
Keinya juga beranjak sambil mengikat rambutnya, meninggalkan selimut berikut kasur super king size yang begitu empuk dan membuat tidurnya sangat nyaman. Keinya belum pernah merasa sesegar sekarang ketika bangun tidur. Pun dengan Pelangi yang diamatinya dengan teliti. Bocah itu tidur sangat nyenyak.
“Mmm, jadi, Mamah harus kasih kamu kasur seperti ini, biar tidurmu nyenyak, ya?” gumam Keinya masih mengamati Pelangi.
Keinya yang telanjur hanyut mengamati Pelangi tidak menyadari jika Yuan sudah ada di sebelahnya. Pria berhidung bangir itu berangsur membungkuk mengikuti apa yang Keinya lakukan—mengamati Pelangi, sambil sesekali tersenyum.
“Dia mewarisi kecantikanmu,” lirih Yuan dan memang sengaja memuji.
Keinya terkesiap bahkan nyaris terlonjak. Ia buru-buru menjauhi Yuan tanpa menatap pria itu. Ada satu hal yang baru Keinya ketahui tentang Yuan : pria itu berbakat membuatnya senam jantung!
“Masih pagi sudah bikin jantungan!” gumam Keinya sambil mengatur napas pelan demi meredam rasa gugupnya.
Yuan yang masih tersenyum, melanjutkan, “aku mau mandi dulu.”
“Kalau mau mandi, ya mandi saja. Kenapa harus pamit? Apa urusannya denganku?” gumam Keinya merajuk. Tapi tiba saja ia berkata, “tu-tunggu. Ini di mana?”
Sambil balik badan, Yuan berkata. “apartemenmu.”
“Hah? Aku punya apartemen? Sejak kapan?” Keinya bertanya-tanya dalam hatinya.
“Aku sudah janji mau kasih kamu tempat tinggal mewah, kan?” ujar Yuan seolah bisa membaca kebingungan Keinya.
Keinya menggaruk asal lehernya karena merasa malu dengan ingatannya yang saat ini—mengenai sandiwara konyolnya di hadapan Athan dan Tiara.
“Yu ... mengenai itu, itu benar-benar sandiwara.” Keinya berusaha meyakinkan Yuan.
“Tapi aku serius.” Seperti biasa, Yuan berkata dengan santai tapi serius. Kali ini pria itu seolah tak mau menerima penolakkan.
Senyum di wajah Yuan meredup. Ekspresinya menjadi serius. Kemudian ia melangkah mendekati Keinya lagi.
Apa yang Yuan lakukan membuat ketegangan mulai menyerang Keinya. Wanita itu menggeleng sambil menatap takut Yuan dengan sangat memohon. “Yu ....” Napas Keinya mulai memburu bersama rasa takut yang telanjur membuat pikirannya dipenuhi pemikiran buruk. Bagaimana … bagaimana jika Yuan sampai nekat dan melakukan hal fatal?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 295 Episodes
Comments
Tien 💕💕
jangan lepaskan Yuan, Kei dia laki" baik
2021-07-23
2
Mutiara Hanim Hanum
dah terlanjur trauma hingga mati rasa, itulah yg aku rasa,,, cerita ini mewakili yang ku rasa saat ini..... bedanya GK ada laki2 lain yg datang menolongku....
2021-01-01
3
Heru Yanto
bahagia liat kei dan yuan 🤗🤗🤗🤗🤗🤗
2020-12-31
1