“Bila kamu ingin dilihat, kamu harus menjadi orang hebat!”
Bab 19 : Pendirian
****
“Sebaiknya kita bawa Pelangi ke rumah sakit.” Yuan mengikuti langkah cepat Keinya dengan tergesa.
“Enggak perlu,” balas Keinya terdengar dingin.
“Demam Pelangi terbilang tinggi, sementara dia juga kembali menangis. Pasti ada yang dia tahan, Kei!” Sesayang-sayangnya Yuan kepada Keinya, jika wanita itu salah dan bahkan berkaitan dengan kesehatan Pelangi, Yuan juga tetap marah.
“Ini efek imunisasi. Aku akan memberi Pelangi obat penawarnya. Tadi dokternya sudah kasih.”
“Imunisasi?”
“Iya. Tadi Pelangi baru imunisasi.”
Rara melepas kebersamaan Yuan dan Keinya, dengan senyum tulus. Namun ketika ia menatap Ryunana, senyum di wajahnya berubah menjadi canggung. “Sebaiknya kita tunggu di dalam. Memangnya, Anda tidak takut orang lain mengetahui Anda ada di sini?”
Ryunana memang akan selalu mendapat perhatian sekalipun hanya dari gerak-gerik kecil. Bisa jadi, Ryunana yang ada kalanya merangkap menjadi model pakaian bermerek bahkan iklan yang tayang di televisi, akan mendapat masalah besar jika salah langkah termasuk dalam urusan sepele seperti tempat yang wanita itu kunjungi.
Ryunana mendengkus kesal. “Kita bahas semuanya via email saja,” tawarnya.
Rara buru-buru menggeleng. “J-jangan. Tidak bisa. Obrolan lewat daring rawan salah paham sementara hal yang akan kita bahas terbilang sensitif.”
“Tapi saya sedang sangat sibuk.” Ryunana kekeh dengan keputusannya.
“Keinya tidak akan menyita waktu Anda. Dia bisa diandalkan. Dia sangat profesional.” Rara sengaja memasang ekspresi sangat serius.
“Aku enggak mau gulung tikar bahkan sampai enggak dapat pesangon! Omong-omong si Ryunana ngeselin ih. Beda banget sama kata-kata motivasi yang rajin di-post di IG-nya!” rutuk Rara dalam hatinya.
Rara menangkap gelagat kesal Ryunana setelah mendengar balasannya. Wanita itu melangkah tergesa melewatinya dengan ketukan hak sepatu yang begitu berisik. Rara rasa, Ryunana sengaja berjalan dengan mengentak karena wanita itu kesal. Kendati demikian, Rara justru terkikik sebelum akhirnya menyusul kepergian Ryunana yang terlihat jelas sangat ingin menerkamnya.
***
Keinya menidurkan Pelangi di ranjang tidur bayi sebelah ranjang tidur yang sempat ia tempati, dan memang ranjang tidur di kamar Yuan. Dengan tergesa, ia mengeluarkan sebotol obat penurun panas dari dalam tote bag-nya.
Keinya terlihat tegang tanpa bisa menyembunyikan kecemasannya. Wajah berikut sekitar leher Keinya juga mulai berkeringat. Yuan yang masih terjaga di sebelah Keinya menyadari, wanita itu tidak baik-baik saja. Bahkan Keinya mulai gemetaran hebat. Sirop penurun panas yang sudah dituang di sendok takarnya tumpah-tumpah lantaran tangan kanan Keinya yang mengendalikan sendok terus saja gemetaran.
Yuan tahu Keinya pura-pura tegar sekaligus kuat menghadapi Pelangi. Bahkan semakin lama, rona takut turut terpancar di wajah Keinya yang mulai terlihat pias. Terakhir, ketika tiba-tiba rambut Keinya tergerai dikarenakan karet pengikatnya putus, wanita itu kehilangan ekspresi dan bergeming.
Yuan memilih melepas dasi yang melingkar di lehernya dan menggunakannya untuk mengikat rambut Keinya. Ia merapikan rambut Keinya dengan hati-hati sebelum mengikatnya, sementara wanita itu masih bergeming. Keinya terlihat sangat tertekan lahir dan batin.
“Aku mamah Pelangi dan aku menyayanginya. Aku bisa jadi mamah yang baik meski Athan sengaja mempermainkanku!” Hati kecil Keinya berbicara. Akan tetapi, Keinya terkejut lantaran ternyata matanya basah. Hal tersebut ia sadari setelah Yuan mengambil alih sendok obat Pelangi darinya.
Melihat cara Yuan yang bisa menangani bayi dengan tenang, pria tersebut seolah sudah berpengalaman. Hal semacam memberikan obat dan menenangkan bayi yang menangis parah langsung bisa Yuan lakukan. Yuan menggendong Pelangi sambil mondar-mandir dan sampai keluar dari kamar menuju balkon.
“Pelangi kuat, ya. Yuk kita lihat langit. Ah, di langit sedang banyak awan. Awanya warnanya putih tuh. Eh, ada burung terbang juga ....”
Yuan melirik Keinya. Wanita itu memejamkan mata, menangis tersedu-sedu. Tubuh kurus Keinya sampai terguncang-guncang sedangkan kedua tangannya mengepal di samping tubuh.
Tangis Keinya pecah di mana tak lama kemudian, ia bergegas pergi dan tergesa masuk ke kamar mandi.
Sambil menenangkan Pelangi yang berangsur tenang, Yuan terus menatap ke arah pintu kamar mandi keberadaan Keinya. Pintu itu masih tertutup meski dua puluh menit telah berlalu. Yuan kerap memastikan waktu melalui arloji yang menghiasi pergelangan tangan kirinya, terlepas dari Pelangi yang sudah tertidur pulas dalam dekapannya.
Setelah menidurkan Pelangi di ranjang tidur bayi, Yuan mendekati pintu kamar mandi keberadaan Keinya. Ia menempelkan sebelah telinganya pada pintu sementara sebelah tangannya menahan kop pintu. Ternyata Keinya tak mengunci pintunya. Yuan memutuskan masuk tanpa meminta izin atau sekadar menyapa. Di waktu yang sama, Keinya telah berdiri di sisi pintu dan seperti akan meraih kop pintu.
Mata Yuan dan Keinya bertemu setelah sempat sama-sama terkejut ketika pintu terbuka dari dalam. Mereka bertatapan lama mengamati lekuk wajah satu sama lain.
Mata Keinya semakin sembam, selain wajah dan sekitarnya yang basah namun seperti sempat dikeringkan. Yuan menatap wanita itu dengan cemas, tetapi Keinya buru-buru menepisnya. Pun ketika sebelah tangan Yuan meraih sebelah bahu Keinya, wanita itu langsung menepis. Akan tetapi, Yuan tak mau menyerah dan segera memeluk Keinya dengan erat.
Keinya dan Yuan bungkam. Ketika Yuan terlihat sangat mengkhawatirkan Keinya, wanita tersebut justru terlihat pasrah. Keinya memejamkan matanya sambil menghela napas pelan beberapa kali. Wanita itu tampak kebas di antara luka yang jelas tengah berusaha dihalau, tapi begitu sulit untuk ditaklukkan.
Beberapa jam lalu, ketika baru sadar dari pingsan, Keinya yang tidak tahu harus berbuat apa atas semua rasa sakit yang sengaja Athan torehkan kepadanya, hampir menjadikan Pelangi pelampiasan. Keinya menatap Pelangi yang kebetulan sedang tidur dengan tatapan bengis dikarenakan ia melihat bayangan wajah Athan di wajah Pelangi. Apalagi tak lama setelah itu, bayangan wajah Tiara juga memenuhi wajah Pelangi. Dan tangan Keinya yang gemetaran nyaris mencekik Pelangi andai saja Rara tidak tiba-tiba datang. Namun Rara yang kebetulan membawa segelas air minum dan semangkuk bubur ayam yang dibawa menggunakan nampan, sama sekali tak mencurigai gerak-gerik Keinya. Hanya saja, kehadiran Rara membuat Keinya tersadar dari tindakan naasnya yang terjadi di bawah alam sadar. Dan karena hal tersebut juga, Keinya menjadi sangat menyesal. Namun Keinya juga takut jika sesuatu yang buruk benar-benar terjadi pada Pelangi dan itu karenanya. Keinya menjadi dihantui rasa takut. Ia takut tidak bisa menjaga dan menjadi mamah yang baik untuk Pelangi, terlepas dari ia yang sudah tak mau berharap kepada Athan lagi bahkan untuk menyangkut urusan Pelangi.
“Banyak yang bilang, pelukan bisa membuat seseorang merasa lebih tenang.” Yuan mengatakannya dengan dada yang terasa sakit.
Perlahan, Keinya menarik wajahnya dan membenamkannya di dada bidang Yuan. Yuan memejamkan matanya dan terlihat melepas kelegaan sekaligus kebahagiaan kendati luka juga begitu kentara, masih menyelimuti wajahnya dan itu memang karena keadaan Keinya.
Yuan memang lega bahkan bahagia, lantaran akhirnya Keinya mau sedikit bergantung kepadanya. Terdengar isak tangis yang begitu menyiksa dari wanita tersebut. Isak tangis yang bahkan membuat hati Yuan bak disayat-sayat sembilu. Namun di balik kebahagiaannya, Yuan merasa sangat terluka lantaran pada kenyataannya, di balik ketegaran Keinya, wanita itu begitu banyak memendam beban sekaligus luka. Beban yang bisa saja mengubah pandangan Keinya terhadap kehidupan. Dan Yuan tidak mau, jika pandangan buruklah yang akan memenuhi pemikiran Keinya.
“Berjanjilah, setelah ini kamu hanya boleh menangis karena bahagia,” bisik Yuan sambil mengelus-elus kepala hingga punggung Keinya. Kecupan kilat juga beberapa kali ia layangkan di pucuk kepala Keinya.
Keinya tak membalas. Hanya saja, tangisnya terdengar semakin pecah, tersedu-sedu. Karena apa yang Yuan lakukan justru semakin membuatnya sedih bahkan terenyuh.
“Jangan menangis lagi. Urusanmu dengan Ryunana belum selesai, kan? Lagi pula, air mata apalagi waktumu terlalu berharga untuk hal-hal yang hanya membuatmu terluka bahkan terpuruk.”
“Mulai sekarang kamu harus punya pendirian. Kamu boleh menangis serta membuang waktumu, tapi hanya untuk hal-hal yang membuatmu merasa nyaman.” Perlahan, kedua tangan Yuan mendorong bahu Keinya.
“Seseorang mengatakan kepadaku, bahwa bila kamu ingin dilihat, kamu harus menjadi orang hebat!” Yuan menatap Keinya lekat-lekat, seolah ingin menyalurkan keyakinannya pada Keinya melalui tatapan yang dilakukan. “Jadi, kamu sudah siap dilihat?” tambahnya mengubah tatapannya menjadi semakin serius.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 295 Episodes
Comments
Belalang
novel ini romantis, daleeem banget, feel-nya dapet semoga makin kesini makin populer biar banyak readers merasakan dalamnya novel ini, suka heran kadang novel yang bagus malah pendukungnya kurang tp novel yg yaaahhh gitu malah lbh populer
2021-11-14
1
Fatma ismail
Yuan ..salah satu .sosok pria yg d idamkan wanita2 halu, termasuk aku🤣🤣🤣🤣
2021-10-09
0
Ladybags Belitung
gimana mau balas dendam.. belum apa2 udah pingsan mulu
2021-09-17
1