“Setegar-tegarnya seseorang, dia tetap membutuhkan tempat untuk bersandar. Mereka membutuhkan seseorang yang mampu memberi ketenangan, rasa aman, juga kebahagiaan,”
Bab 10 : Status Yuan
****
Seperti dugaan Keinya, Rara terus menanyakan tentang Yuan. Bahkan teman baiknya itu seolah tak bosan memperhatikan Yuan, yang sampai Rara katakan jauh lebih pantas menjadi papah Pelangi ketimbang Athan, mengingat Yuan jauh lebih perhatian.
Menurut Rara, Yuan sangat istimewa lantaran pria itu tidak hanya memiliki fisik berikut rupa nyaris sempurna. Sebab Yuan juga memiliki naluri kebapakan yang begitu kuat. Semua itu Rara dapati dari cara pria itu memomong Pelangi.
Namun, yang membuat Keinya tak habis pikir, bukan perkara rasa kagum Rara terhadap Yuan. Melainkan reaksi Athan setelah sandiwara yang Keinya lakukan bersama Yuan. Kenapa Athan tak kunjung menunjukkan tanda-tanda? Athan masih belum menghubungi Keinya bahkan sekadar pesan? Setidaknya, kalau Athan tidak sampai cemburu, seharusnya pria itu kesal kemudian mengirimi Keinya pesan peringatan bahkan mengatakannya secara langsung, kan?
“Ganteng banget sih? Mirip Choi Siwon!” puji Rara untuk ke sekian kalinya. “Kenapa dulu kamu enggak nikah sama dia saja, sih? Malah sama Athan yang mendadak cuek kayak bebek?!”
“Kamu bahkan lebih peduli kepadanya ketimbang kakiku? Aku bosen dengar kamu puji-puji dia terus!” Keinya menjawab tanpa mengurangi fokusnya. Ia baru saja menyalakan laptop kemudian bersiap memasang diska lepas ke gawai berwarna hitam tersebut.
Rara yang tengah memperhatikan Yuan sambil menopang wajah menggunakan kedua tangan, buru-buru menyangkal anggapan Keinya yang duduk di sebelahnya. “Eh ... eh, siapa yang enggak peduli? Kan tadi aku juga sudah tanya, tapi katamu enggak sakit?” protesnya sambil memanyunkan bibir kemudian mendengkus.
Meski Rara mulai memperhatikan kesibukan Keinya, tapi tatapannya tidak bisa benar-benar lepas dari Yuan.
“Kalau dia memang saudara jauhmu, bolehlah, dijodohkan sama aku?”
“Tuh, Pelangi saja enggak bisa bohong. Pelangi bahagia banget sama dia. Aku belum pernah lihat Pelangi sebahagia itu, meski Pelangi juga sedang sama kamu.”
Dengan pintu indekos yang Keinya buka sempurna setelah Yuan memilih memomong Pelangi di luar, baik Rara mau pun Keinya memang bisa melihat keadaan halaman indekos yang merupakan sepetak taman, dengan leluasa. Dan di sana, Yuan memomong Pelangi di sana.
Memang tak butuh waktu lama bagi Yuan untuk dekat dengan Pelangi yang juga langsung dekat dengannya. Pelangi bahkan menjadi sering mengoceh dengan suara lantang. Di mana, proses belajar memomong yang Yuan jalani juga terbilang cepat. Pria itu sudah tidak terlihat kaku saat menggendong Pelangi, seperti awal belajar.
“Nah, kalau yang itu namanya kucing. Meong … meong ....” Yuan mengikuti seekor kucing yang kebetulan mendatangi taman keberadaannya. Pria itu berusaha mencuri perhatian si kucing untuk Pelangi.
“Ya ampun, benar-benar hot daddy! Kei, bisa buat cadangan kalau Athan kurang ajar!” Rara terus saja tersenyum dan begitu terpesona kepada Yuan. Tak peduli jika kesibukannya kini membuanya terlihat sangat bodoh. Terlepas dari Rara yang memang belum mengetahui masalah yang menimpa Keinya dan Athan.
Merasa bosan dengan ocehan Rara yang terus saja membahas Yuan, Keinya pun meraih ponsel wanita itu yang kebetulan terkapar di sebelah laptopnya. “Kalau kamu kayak gini terus, aku telepon Gio, ya?” ancamnya dengan nada halus sekaligus menyindir.
Gio itu pacar Rara. Sedangkan keduanya berencana menikah dalam waktu dekat. Pantaslah Rara langsung panik, mencoba merebut ponselnya dari Keinya, setelah gertakan yang Keinya lakukan.
“Kei, balikin! Bisa ada badai tornado, kalau Gio sampai tahu!”
“Janji dulu, kamu mau serius, apalagi aku juga enggak punya banyak waktu!”
Ketika keduanya masih berseteru, Yuan datang sambil berkata, “Kei, kamu mau makan apa? Ini sudah waktunya makan siang. Pelangi juga belum kamu beri ASI?”
Rara kembali terkesima pada Yuan bahkan langsung lupa dengan perseteruannya dengan Keinya. Namun, Rara merasa ada yang ganjil. Mengenai kedekatan dan cara Yuan bersikap kepada Keinya. Baginya, jika keduanya saudara jauh, cara Yuan berkata sambil menatap Keinya dengan intens walau dari kejauhan, terbilang berlebihan. Karena yang ada, Yuan justru terkesan menyukai Keinya.
Sambil meninggalkan kesibukannya dan berjalan ke arah Yuan, Keinya berkata, “ASI-ku, enggak keluar. Aku buatkan susu formula dulu. Kamu pergi saja. Kamu juga banyak urusan, kan?”
Ketika Keinya akan menggendong Pelangi, Yuan menahannya sambil berkata, “biar aku saja yang buat susunya.”
Di mata Rara, Yuan sangat perhatian sekaligus mencemaskan Keinya berikut Pelangi. Dan ketika Keinya pergi ke dapur untuk membuat susu tanpa menyertakan Pelangi, Rara memanfaatkan situasi itu untuk bertanya langsung kepada Yuan.
“Kamu saudaranya Athan, ya?”
Yang Rara tahu, Keinya tidak memiliki keluarga karena menurut cerita dari Keinya, sejak bayi, teman baiknya itu hidup di panti asuhan. Pun dengan teman dekat, Keinya sangat sulit memiliki teman dekat apalagi lawan jenis. Keinya tipikal introver parah. Dan karena itu juga, satu-satunya kemungkinan mengenai status Yuan dalam hidup Keinya adalah saudara Athan. Namun, kenapa Yuan jauh lebih perhatian kepada Keinya dan Pelangi, ketimbang Athan? Athan belum pernah menunggu Keinya bekerja apalagi sambil memomong Pelangi. Namun Yuan? Yuan bahkan sampai berniat membuatkan Pelangi susu dan Rara yakin karena pria itu ingin mempermudah kinerja Keinya.
Yuan mengulas senyum, terlepas dari dirinya yang mulai merasa canggung. “Biasanya kalian makan apa?” Ia sengaja mengalihkan pertanyaan Rara, dikarenakan ia tidak mau Keinya salah paham jika jawab yang Yuan berikan, tidak sejalan.
Meski semakin terpesona pada sikap ramah Yuan yang baginya sangat langka, Rara berusaha keras fokus pada pekerjaannya. “Kenapa ada pria setampan Yuan? Dia terlalu sempurna seperti tokoh idola di cerita-cerita! Dan kenapa juga, bukan dia saja yang menikah dengan Keinya, justru Athan yang menjadi tidak peduli pada Keinya maupun Pelangi?” gumanya kesal.
Rara berdeham. “Kalau sedang bekerja, kami jarang makan kecuali sudah kepepet. Apa lagi, otakku enggak bisa kerja kalau perutku kenyang, sementara Keinya enggak akan berhenti bekerja sebelum pekerjaannya benar-benar selesai.” Rara tersenyum masam lantaran apa yang baru saja ia katakan merupakan kelemahannya.
“Tapi setidaknya kalian harus tetap makan, agar otak dan tubuh kalian bisa tetap bekerja dengan maksimal.” Yuan tidak bisa menyembunyikan kecemasannya. Jika Keinya tipikal yang akan terus bekerja hingga pekerjaannya benar-benar berakhir, kenyataan tersebut sudah dapat memastikan Keinya akan lebih mudah tertekan, terlepas dari Keinya yang tengah menghadapi masalah sulit.
Sambil tersenyum, Rara mengangkat gelas berisi kopi hitam miliknya yang masih berisi setengah lebih, dan menunjukannya kepada Yuan.
“Kopi?” ujar Yuan asal menebak dan dibalas anggukan oleh Rara. “Bagaimana dengan Keinya?” tanggap Yuan cepat.
Apakah Keinya juga pecandu kopi? Bukankah itu sangat berbahaya untuk kesehatan lambung berikut sistim otak Keinya atas kandungan kafeinnya? Belum lagi, masalahnya saat ini Keinya harus benar-benar istirahat termasuk tidur dengan cukup. Alangkah baiknya wanita itu tidak mengonsumsi kopi dulu, terlepas dari Keinya yang bahkan masih harus menyusui Pelangi.
“Biasanya Keinya makan banyak buah dan sayuran. Selebihnya hanya sedikit daging atau ikan. Untuk kopi, dia enggak terlalu. Paling susu kedelai atau jus tomat. Oh, iya, … satu yang paling penting.”
Rara menutup sebelah wajahnya menggunakan sebelah tangan, siap-siap untuk membicarakan hal yang kesannya sangat rahasia. Yuan menjadi penasaran dibuatnya.
“Keinya anti gorengan. Jadi jangan sekali-kali makan gorengan di dekatnya, apalagi sampai memberinya!” bisik Rara diakhiri senyum yang memperingatkan Yuan, jika apa yang baru dikatakan sangat rahasia.
“Oh, baiklah. Terima kasih untuk informasinya.” Yuan tersenyum tulus. “Kalau begitu, aku akan memesankan makanan untuk kalian.” Kemudian ia berkutat dengan ponselnya, di mana jemarinya sibuk di layar ponsel yang tampak menyala.
“Omong-omong, kamu siapanya Keinya?” tanya Rara hati-hati lantaran pertanyaan sebelumnya, mengenai apakah Yuan saudaranya Athan, belum Yuan jawab.
Yuan mengalihkan tatapannya dari layar ponsel untuk menatap Rara. Di waktu yang sama, Keinya keluar dari dapur dan langsung mengalihkan perhatiannya. Wanita itu melangkah di hadapannya dan memenuhi pandangannya.
Bagaimanapun, meski Keinya tidak merias wajah, walau wanita itu hanya mengenakan kemeja polos warna hitam yang dipilih sebagai atasan celana pensil warna senada, tetapi Keinya terlihat sangat cantik di mata Yuan. Pun kendati Keinya masih dengan ekspresi sama, serius dan terlihat sangat emosional. Yang ada, Yuan semakin peduli dan ingin mengganti semua emosi yang menyertai Keinya dengan kebahagiaan.
Menyadari Yuan terpaku ke belakangnya, Rara yang ingin mengetahui penyebabnya pun menoleh untuk memastikan. Dirasanya, cara Yuan menatap Keinya benar-benar tulus dipenuhi cinta. Itu mengapa dia gatal ingin berkata, “hei, dia sudah menikah bahkan bocah yang sedang kamu gendong itu anaknya!”
Sayangnya, Rara belum tahu perihal status Yuan dalam hidup Keinya. Namun, setampan apa pun Yuan berikut gaya pria tersebut yang seperti pria mapan, Rara paham Keinya tipikal setia dan diketahuinya hanya mencintai Athan.
Dalam diamnya, Rara terus berpikir keras memikirkan status Yuan dalam hidup Keinya. Bahkan, andai saja ponselnya yang terkapar di sebelah laptop bekas Keinya bekerja, tidak berdering dan itu dering tanda telepon masuk, tentu Rara masih sibuk berspekulasi mengenai siapa Yuan dalam hidup Keinya
“Ryunana ... ada apa lagi?” Rara panik ketika melihat nama kontak yang menelepon ponselnya. Tak kalah panik dari ketika ia harus menghadapi pemilik indekos yang menagih tunggakan pembayaran, dikarenakan Rara lupa menyisakan uang untuk membayar.
Lantaran Rara tak kunjung menjawab dan malah sibuk garuk-garuk kepala terlepas dari Rara yang sampai tidak bisa tenang, Keinya segera mengambil alih ponsel Rara. Berbeda dengan Rara yang justru kebingungan bahkan hingga sekarang, Keinya justru langsung menjawab telepon tersebut, setelah Keinya melihat nama si penelepon dan tertera di layar ponsel Rara.
“Iya, ini aku, Keinya, bukan Rara.” Keinya terlihat sangat serius, bahkan terus begitu sepanjang ia menyimak suara dari seberang.
“S-semua?” Bahkan pengakuan kali ini membuat Keinya syok berat.
Tak kalah terkejut, Rara yang penasaran pun bertanya dengan suara lirih, “apanya yang semua, Kei?”
Rara yakin, mereka tengah berada dalam keadaan sulit, sampai-sampai, selain gemetaran, mata Keinya juga berkaca-kaca. Apalagi bagi Rara, tidak ada kemungkinan lain kecuali kabar buruk dari seorang Ryunana, dan sampai membuat seorang Keinya sangat emosional layaknya sekarang.
“Setegar-tegarnya seseorang, dia tetap membutuhkan tempat untuk bersandar. Mereka membutuhkan seseorang yang mampu memberi ketenangan, rasa aman, juga kebahagiaan,” batin Yuan.
Setelah menatap cemas Keinya, Yuan berangsur menunduk dan menelan salivanya. Ia menatap Pelangi penuh kehangatan. Bocah perempuan yang mewarisi kecantikan Keinya tersebut, tersenyum kepadanya sambil berceloteh ria layaknya sebelumnya. “Mamahmu wanita kuat. Tapi sekuat-kuatnya Mamah, Mamah juga butuh bantuan kita!” batinnya.
💐💐💐
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 295 Episodes
Comments
Ita Mariyanti
mantabb pak Yuan 😘😘🤗🤗🤗
2025-02-28
0
Erick Bayu
👍
2024-07-01
0
Heni Yuhaeni
sumpah terharu bacanya ,Yuan baik bngt.
2021-11-16
1