Widya tahu meskipun pria itu tersenyum, itu bukanlah senyum bahagia yang ia harapkan dari seorang pria yang akan hidup bersamanya dalam ikatan pernikahan.
Azri sedang berusaha menipu ratusan orang yang menghadiri acara pernikahan mereka hari ini. Ia melirik dari balik cadar putih yang menutupi kepalanya ke arah Mahendra yang mengiringinya berjalan menuju altar. Senyum lebarnya membuat Widya sedikit lega. Setidaknya ada satu orang yang tersenyum tulus hari ini, di hari paling bersejarah untuknya.
Bagaimanapun pernikahan adalah impian setiap gadis begitu pun dirinya. Hanya saja ia berharap bisa menikah dengan pria yang mencintainya, bukan seorang suami yang akan membuatnya jatuh cinta, tetapi akhirnya membuat hatinya hancur berantakan.
Jika bukan karena peringatan Ryan, Widya tidak akan pernah tahu rencana Azri. Ia harus berterima kasih pada sahabat Azri itu yang sudah berbaik hati memberitahunya. Ia memang sudah menduga Azri berencana membuatnya menderita, tetapi ia tetap saja merasa sakit hati.
Ingatan Widya sejenak kembali pada beberapa waktu yang lalu, saat ia masih berada di ruang tunggu pengantin, menanti dengan gugup waktu pemberkatan tiba.
"Mana Bella? Bukankah dia bilang hanya pergi sebentar?"
Widya merasa sangat gugup karena ditinggalkan di sini sendirian setelah selesai dirias. Ia ingin sekali ditemani karena jika tidak, kemungkinan ia akan pingsan dalam durasi sepuluh menit saja. Bibi Swari hanya menemaninya selama beberapa menit sebelum dipanggil oleh Mahendra untuk mengecek kesiapan upacara pernikahan.
Suara pintu dibuka beserta sosok sahabatnya yang muncul membuat Widya melonjak senang. Namun, kegembiraannya memudar saat ia sadar ada orang lain yang mengekor di belakang Bella.
"Siapa yang bersamamu?" tanya Widya heran karena ia merasa tidak mengenal pria yang datang bersama Bella. Namun, wajahnya agak familiar.
"Itu." Bella menoleh pada Ryan sejenak, dia bingung mulai menjelaskan darimana.
Ryan yang paham situasi mengenalkan diri lebih dulu. "Aku Ryan. Sudah pasti aku tidak salah mengenali kali ini, kamu Widya bukan?"
Meskipun tidak mengapa Ryan menatapnya dengan serius, Widya tetap mengangguk. Ia sekilas melirik Bella yang hanya membalas dengan gelengan kepala.
"Aku sahabat Azri."
Barulah ketika nama Azri terdengar, Widya baru teringat di mana ia pernah melihat pria ini.
"Salam kenal, aku Widya Lovarza Anindita. Ada apa? Jika kamu mencari Azri, dia tidak ada di sini."
"Aku tahu," ujar Ryan. "Aku hanya ingin memperingatkanmu sesuatu.“
Ekspresi Ryan semakin serius. Widya menatapnya waspada. Jantungnya mendadak berdebar kencang. Apa kira-kira yang akan dikatakan pria ini tentang Azri?
Ryan menoleh pada Bella sekilas lalu ia menatap Widya kembali, sedikit menjauh dari Bella agar gadis itu tidak mendengar ucapannya.
"Dengar, aku yakin si Setan Tengik itu akan menggorokku hidup-hidup kalau dia sampai tahu aku memberitahumu rencananya Tapi, kamu harus kuperingatkan," bisik Ryan seolah akan memberitahunya rahasia negara. “Kamu harus hati-hati pada Azri setelah menikah nanti. Karena dia berniat untuk menyiksamu dengan cara-caranya."
Widya tercengang untuk beberapa saat setelah mendengarnya. Ia menatap pria bernama Ryan itu dengan curiga.
"Kenapa kamu memberitahuku hal ini?" Widya tidak akan mudah percaya. Bagaimanapun pria ini sahabat Azri. Siapa pun tidak akan menebak rencana licik apa yang sudah direncanakan Azri. Dia bisa saja menggunakkan orang lain untuk melakukan ini agar ia bingung.
"Kamu tidak mempercayaiku?“ Ryan balik bertanya dengan wajah kaget.
"Bukan bermaksud mencurigaimu. Hanya saja kamu adalah sahabat Azri. Rasanya agak janggal jika kamu memberitahuku rencananya. Bukankah kamu seharusnya tetap menutup mulut? Bagaimana pun kalian pasti ingin tahu--bahkan bertaruh apakah rencana itu berhasil atau tidak?"
Ryan tertawa kecil mendengar ucapan Widya. Sekarang ia paham kenapa Azri sepertinya membenci calon istrinya. Widya bukan tipikal gadis yang lugu dan percaya mentah-mentah dengan apa pun yang didengarnya—walaupun itu demi kebaikan dirinya. Dia keras kepala dan penuh perhitungan. Widya merupakan tipe gadis yang paling dihindari Azri
"Memang benar kami ingin tahu. Tapi seseorang perlu mencegah Azri. Dia sudah agak kelewatan akhir-akhir ini," jelas Ryan santai.
"Aku sudah mengenalnya sejak kami masih di college. Dulu dia lebih jinak dari sekarang meskipun yah, sifat buruknya sudah mulai merajalela sejak saat itu. Aku tahu semua kebiasaannya. Jika kamu ingin aku menyebutkannya satu persatu mungkin baru akan selesai dua minggu lagi. Tapi aku bisa memberimu satu hal yang paling aku kagumi dari Azri ...." Ryan diam sejenak. "Jika dia sudah jatuh cinta, dia akan menjadi pria paling manis di seluruh dunia."
Widya sangsi mendengarnya. Ia tak bisa membayangkan penampilan Azri sebagai lelaki manis dan imut.
"Namun sayangnya, langka sekali melihat hal seperti itu dari Azri. Dia hanya jatuh cinta sekali seumur hidupnya."
Ryan sadar ia sudah kebanyakan bicara karena Widya tercengang menatapnya. Ia berdeham. "Aku hanya ingin mengatakan itu. Jadi, pikirkan ucapanku baik-baik. Semoga pernikahanmu bahagia.“ Setelah itu Ryan pun pergi.
Widya masih tidak bisa menemukan pikirannya karena begitu banyak hal yang berseliweran dengan cepat di dalam pikirannya. Ia menoleh pada Bella yang tersenyum lebar sejak tadi.
"Bella, aku tahu pria tadi adalah tipe idealmu tapi bisakah kamu menjelaskan di mana kamu bisa bertemu dengannya? Jangan katakan kamu dirayu olehnya!" interogasi Widya.
"Itu tidak benar. Kami hanya berpapasan di lorong. Dan tidak, dia tidak merayuku. Dia menanyakan keberadaanmu dengan sikap yang sangat manis. Mana bisa aku menolak." Bella tersipu.
Widya menepuk keningnya karena ia lupa definisi manis menurut Bella, sama sekali berbeda dengannya. Bella bisa saja mengartikan apa yang menurut orang-orang 'rayuan' dengan sebutan 'sikap manis'.
Baiklah, lupakan Bella karena kini ia lebih terpaku oleh ucapan Ryan.
Kamu harus hati-hati pada Azri setelah menikah nanti. Karena dia berniat untuk menyiksamu dengan cara-caranya.
Ayah, Ibu, apa yang harus ia lakukan?
Kini, Widya berusaha untuk melupakan kata-kata peringatan Ryan dengan menatap lurus ke depan. Ia mengabaikan tatapan kagum dan penasaran orang-orang dengan tersenyum menatap altar yang berjarak beberapa langkah lagi.
***
Mars pernikahan berhenti ketika Widya tiba tepat di depan altar. Azri berdiri di sisi kanan dengan penampilan yang lebih luar biasa. Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang. Terlebih ketika pria itu tersenyum dan melangkah mendekatinya sambil mengulurkan tangan. Ia pasti akan jatuh lemas di lantai juga jika Mahendra tidak memegang lengannya.
"Hidup berbahagialah, Nak. Ini satu-satunya hal yang bisa aku lakukan untuk kalian berdua."
Widya menoleh menatap wajah calon ayah mertuanya yang tampak bahagia. Matanya berkaca-kaca.
"Baik, Ayah," sahut Widya. Ia merelakan tangannya diapit oleh Azri.
Acara pemberkatan itu berlangsung dengan penuh haru. Azri melakukan semua prosesi dengan lancar dan sempurna, begitu pun Widya. Ajaib sekali mereka bisa melewatinya dengan baik tanpa latihan sama sekali, seolah mereka memang ditakdirkan untuk melaksanakan prosesi itu bersama.
"Suami dipersilakan mencium istri.“
Widya menelan ludah, luar biasa gugup. Tahap inilah yang paling ingin dihindari olehnya. Bisakah mereka melewatinya saja? la menoleh pada Azri cepat. Pria itu terlihat menghela napas. Keduanya sadar bahwa mereka sama-sama tidak bisa menghindar dan tidak ada yang bisa dilakukan lagi selain menurutinya. Demi menghindari kecurigaan pada tamu yang menyaksikan.
Ketika Azri membuka cadar yang menutupi kepalanya, Widya berdebar-debar. la tidak tahu harus bersikap bagaimana karena wajah Azri yang dingin, tetapi mempesona terpampang di depannya dalam jarak yang sangat dekat. Ia harus mempertahankan diri agar tidak tersungkur jatuh.
"Tak perlu gugup. Lagipula kita pernah melakukannya, bukan?" ucap Azri pelan, mungkin hanya Widya saja yang mendengarnya. Gadis itu berusaha untuk tidak menjengit dengan menebar senyum.
"Jangan banyak omong, Tuan Pradipta. Lakukan saja. Bukankah kamu sudah terbiasa berciuman?"
Widya hampir tidak percaya dengan mulutnya sendiri. Bagaimana ia bisa mengatakan kalimat tidak bertanggung jawab seperti itu? Azri tersenyum sinis mendengarnya.
"Kamu menantangku? Kuharap kamu tidak menyesal."
Tepat setelah Azri mengatakannya, Widya merasakan pinggangnya ditarik hingga menempel dengan badan Azri dan bibirnya dibungkam oleh sesuatu yang lembut sama seperti yang terjadi di kelab malam.
Matanya membelalak terkejut. Azri benar-benar menciumnya. Bahkan tidak hanya menempelkan bibir saja, tetapi pria itu ******* bibirnya dengan perlahan, tetapi menggebu. Hati dan pikiran Widya luluh lantak.
Tepuk tangan yang menggema di seluruh ruangan membuat Widya sadar. Sebelum ia mendorong tubuh Azri, pria itu lebih dulu menjauhkan wajahnya.
"Sekarang kamu menyesal sudah menantangku?" Azri tersenyum puas.
Widya meraup udara sebanyak-banyaknya. Ciuman tadi membuatnya sulit bernapas. Selain jantungnya yang bertalu kencang, bahkan pikirannya pun ikut kacau balau. Azri El Pradipta, dia benar-benar pria berbahaya.
Sementara itu Azri terlihat biasa saja seakan baru saja dia hanya memberi salam normal. Pria itu menghadapkan tubuhnya pada tamu undangan dan tersenyum.
Bedebah, awas nanti akan kuberi kamu balasan setimpal!
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments