Azri berencana mengajak Marleen bicara setelah acara fitting baju membosankan itu berakhir. Namun، rencana itu gagal ketika Bibi Swari menyuruhnya mengantar Widya kembali ke perusahaan. Azri memiliki sejuta alasan untuk menolak perintah itu, salah satunya adalah karena ia tidak mau menghabiskan waktunya yang berharga bersama Widya. Ucapan Bibi Swari berikutnya lah yang membuat Azri terpaksa setuju.
"Bibi akan mengunjungi kakekmu dan menceritakan apa yang terjadi hari ini padanya."
Azri mengutuk telak. Dengan hati dongkol ia membiarkan Widya menaiki mobil Ferrari kesayangannya.
Sepanjang perjalanan, suasana begitu sepi dan kaku karena tidak ada yang mau membuka pembicaraan lebih dulu. Azri lebih menyukai menatap jalanan di depan sementara Widya meremas tangannya sendiri karena gugup.
"Maaf, aku tidak bermaksud mengataimu kesemek masam tadi."
Akhirnya karena tidak tahan Widya memilih membuka mulut, Azri hanya menyeringai.
"Tahu diri juga kamu meminta maaf lebih dulu padaku."
Widya menyesal sudah meminta maaf begitu melihat reaksi Azri yang tidak sesuai harapannya.
"Begini sikapmu di saat ada orang yang meminta maaf?" tanyanya sarkastis.
Azri menoleh karena Widya tampaknya mengajaknya berdebat lagi. “Ya, inilah sikapku."
Sebuah dengkusan terdengar di sampingnya. "Pantas saja Ayahmu sampai mengambil cara ini. Pernikahan memang satu-satunya cara untuk memberangusmu."
Azri mencengkeram erat kemudi yang digenggamnya, rahangnya pun menegang sampai gigi-giginya bergemeretak. "Pernikahan hanyalah salah satu omong kosong tidak berguna yang dipaksakan pria tua itu. Akan kubuktikan bahwa keputusannya untuk mengekangku salah besar."
Widya mengabaikan ucapan Azri dengan membelokkan topik pembicaraan. "Kenapa kamu memanggil ayahmu dengan sebutan 'pria tua?"
"Sudah bagus aku tidak memanggilnya pria brengsek."
Kali ini Widya benar-benar melebarkan matanya kaget. Tak pernah ia mendengar seorang anak yang menyebut ayahnya dengan sebutan sekurang ajar ini. Kenapa ia merasa marah mendengar hal itu?
"Sadarkah kamu kalau kamu lebih brengsek dibanding ayahmu sendiri?" protes Widya sengit. "Presdir adalah orang paling pengertian, bertanggung jawab, berwibawa, dan baik yang pernah kukenal. Jika kamu sampai mengatai orang seperti itu adalah orang brengsek, artinya kamu jauh lebih brengsek darinya."
Azri bukannya tersinggung justru semakin melebarkan seringaiannya mendengar Widya membela Ayahnya. Hari ini ia menemukan satu fans baru ayahnya.
"Kamu hanya tertipu oleh penampilan luar ayahku. Sudah berapa lama kamu bekerja dengan Ayahku?"
"Tiga tahun." Widya menjawab mantap.
"Dua puluh enam tahun," ucap Azri sambil menoleh ke arahnya sekilas. "Aku sudah mengenal Ayahku selama dua puluh enam tahun. Aku tahu seperti apa sifatnya sejak aku kecil sampai sekarang dan Ayahku adalah orang yang hanya mengenal satu hal dalam hidupnya ...."
Widya menatap lurus Azri, menunggunya menyelesaikan kalimatnya. Ia penasaran dengan apa yang akan dikatakannya.
"Baginya, hidup adalah bisnis.“ Azri menoleh ke arah Widya lagi. "Dan pernikahan ini, tak lebih dari sekedar bisnis baginya. Dia tidak pernah memikirkan hal lain selain cara untuk memajukan perusahaannya. Dia bahkan lebih memilih menghadiri rapatnya dibandingkan datang untuk menemui ibuku yang sekarat ...."
Azri langsung mengatupkan bibirnya menyadari ia hampir saja menceritakan kisah yang ia tutup rapat-rapat selama ini. Ia menarik napas dan mengembuskannya. Setelahnya Azri tidak berbicara lagi sampai mereka tiba di gedung kantor pusat Pradipta Group.
"Terima kasih sudah mengantarku," ucap Widya pelan, tanpa memandang Azri. Ia segera turun dari mobil dan tak lama kemudian, mobil Azri sudah menghilang dari pandangannya.
Widya terdiam di tempatnya, terbayang wajah terluka Azri yang dilihatnya ketika dia menyebutkan tentang ibunya. Mendadak ia merasa bersalah. Mungkin memang terlalu cepat baginya untuk ikut campur dalam hidup Azri. Pria itu tampak benar-benar marah pada Mahendra atas kesalahan-entah apa itu-yang pernah dilakukannya di masa lalu.
Setiap orang memang memiliki alasan sendiri untuk tidak menyukai dan membenci sesuatu. la penasaran apa yang sebenarnya terjadi di antara ayah dan anak itu.
***
"Pernikahanmu dipercepat satu bulan?"
Teman-teman Azri terkejut bukan main begitu mendengar pria itu mengeluhkan keputusan Ayahnya yang baru diketahui olehnya pagi tadi.
"Pria tua itu selalu memutuskan seenaknya. Seharusnya dia bersyukur aku menuruti ide konyolnya. Sekarang dia malah berbuat seenaknya dengan memajukan pernikahan itu tanpa mendengar persetujuan dariku dulu.“
Azri marah. Ia menenggak habis sloki berisi sampanye sampai habis. Ia benar-benar dibuat frustrasi oleh tindakan semena-mena ayahnya. Sialnya, ia tidak bisa melawan sama sekali.
"Ayahmu jelas ingin mengendalikanmu, kamu tahu, sekarang kamu memang sudah lepas kendali,“ komentar Jhors seraya memain-mainkan gelas wine-nya dengan santai.
"Kamu sudah bertemu calon istrimu?" tanya KiBum yang duduk di seberangnya. Di tangannya ada segelas cocktail.
Azri mengangguk malas. Teman-temannya saling berpandangan takjub.
"Seperti apa wajahnya?" tanya Bobby, ia benar-benar penasaran.
Azri mendesah berat. "Kalian tahu gadis yang kemari mencariku tempo hari?" tanyanya disambut anggukan serentak teman-temannya. "Dialah calon istriku."
"WHAT?!"
KiBum, Jhors, dan Bobby berteriak bersamaan dengan wajah superkaget mereka. Ketiganya saling berpandangan untuk beberapa saat tanpa mengatakan apa pun. Azri sendiri benar-benar tidak ingin membicarakan gadis membosankan bernama Widya Lovarza Anindita itu.
"Ah." Bobby menepuk tangannya tiba-tiba. "Sekarang aku paham kenapa saat itu dia berkata akan menjebloskanmu ke penjara." la kemudian melirik Azri dengan pandangan menggoda. "Azri El Pradipta, kamu benar-benar akan masuk ke penjara. Dia pasti ingin menyiksamu saat kalian sudah menikah nanti."
Teman-temannya langsung tergelak sementara Azri mengeluarkan seringai licik.
"Itu pun jika aku tidak menyiksanya lebih dulu.“
Tawa ketiga temannya seketika berhenti, Azri melanjutkan tanpa menunggu salah satu dari mereka berkata. "Aku akan membuat dia jatuh cinta padaku.“
Pandangan mata Azri fokus menatap gelas wine yang berisi cairan kemerahan. Raut wajah teman-temannya seketika berubah. Mereka tercengang melihat sorot mata Azri yang sepertinya sudah merencanakan sesuatu yang kejam di otaknya.
"Setelah dia jatuh cinta padaku, lalu." Azri menjatuhkan gelas wine itu hingga pecah berkeping-keping di lantai. Dia menyeringai puas dengan pandangan menerawang. "Akan kubuat hatinya hancur berkeping-keping."
Jhors, Bobby, dan KiBum seketika kehilangan kata-kata. Mereka tahu, jika sampai Azri berkata dengan ekspresi seperti itu, maka siapa pun korbannya pastilah berada dalam bahaya.
Bersambung ....
Affah iya, Azri?
jangan lupa, like dan komen gaes.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
susi 2020
😍😍😘
2023-04-06
0
susi 2020
🙄🙄🥰
2023-04-06
0
Ririn Nursisminingsih
semoga widya tidak lemah dan mudah goyah..dan kamu azri jadi bucin
2022-12-17
0