Azri berjanji tidak akan pernah bahagia dengan pernikahan yang terpaksa disetujuinya. Seperti apa pun gadis yang diperkenalkan Ayahnya dia tidak akan menunjukkan tanda-tanda ketertarikan sama sekali. Begitulah tekadnya begitu ia menginjakkan kakinya di kantor Pradipta Group.
Hari ini Azri dipaksa datang ke kantor untuk segera mulai bekerja. Kini dia resmi bergabung dalam bisnis keluarga. Ia terpaksa menerimanya. Ada perintah lain yang harus ia patuhi selain menikah, yaitu menjadi General Manager Pradipta Group. Keduanya menjadi aturan satu paket yang wajib dipatuhi jika ia tidak ingin kehilangan warisannya. Terkadang ia menyesal telah dilahirkan sebagai satu-satunya anak dalam keluarga Pradipta.
Selain itu ada agenda lain yang harus Azri lalui di hari pertamanya bekerja. la diperkenalkan untuk pertama kalinya pada calon istrinya. Ayahnya menyuruhnya datang ke ruang kantornya dan di sanalah ia bertemu dengan gadis yang kelak menjadi istrinya.
"Perkenalkan dia Widya Lovarza Anindita, calon istrimu.“
Ha!
Entah reaksi apa yang harus ditunjukkan Azri ketika pandangan mata mereka bertemu. la tidak menyangka bahwa calon istri yang dipilihkan ayahnya adalah gadis yang ia temui di kelab malam waktu itu. Sekarang ia mengerti kenapa gadis itu bisa berada di kelab malam mencarinya. Sudah pasti ingin menyelidiki dirinya di bawah kendali sang ayah.
"Azri El Pradipta," ucap Azri dengan nada seolah mereka baru pertama kali bertemu. Ia menatap lurus gadis yang balas tersenyum ramah padanya, menjabat tangannya dengan sikap formal lalu ikut duduk bersama Ayahnya di sofa lain yang ada di ruangan itu.
Widya sebenarnya merasa gugup begitu ia melihat kembali mata setajam elang yang membuat jantungnya berdebar kencang. Untunglah ia berhasil menutupinya dengan mengikuti teladan Azri; bersikap seolah mereka baru pertama kali bertemu.
Pertemuan itu terjadi lebih cepat dari perkiraan. Mahendra memang pernah memintanya agar mempersiapkan diri untuk bertemu dengan putranya, tetapi tidak mengira bahwa saat itu adalah hari ini.
Azri memandangi Widya dengan kening mengerut, mencoba mencaritahu kelebihan apa yang dimilikinya hingga dia dipilih oleh ayahnya. Mengingat betapa ayahnya membanggakan Widya, Azri sudah membayangkan bahwa calon pengantin pilihannya memiliki pesona yang luar biasa dengan fisik seksi dan menarik. Namun, lihat gadis ini. Dari ujung rambut hingga kaki, semuanya terlalu rata-rata. Azri menyeringai sinis.
Pengantin terbaik apanya. Gadis ini bahkan tidak tahu cara berpakaian yang bisa mencuri perhatian pria. Jika dia memang ingin menarik hati Azri, paling tidak berpakaianlah dengan lebih glamor dan berkelas.
Sementara itu Widya merasa tidak nyaman dengan cara Azri memandangnya.
'Dia pasti meremehkanku. Dari sikapnya sudah pasti dia menentang pernikahan ini. Namun, karena dia tidak bisa menolak, dia melampiaskan amarahnya padaku.'
Widya bisa menebaknya dengan akurat. ekspresi Azri cukup mencerminkan isi hati pria itu. Dia tidak menyembunyikan fakta bahwa dia membenci pertemuan ini.
Well, Azri juga tidak suka. Siapa juga yang mau menikah dengan seorang pembuat onar? Namun, ia sudah berjanji pada Mahendra bahwa ia akan menikahi lelaki ini demi memperbaiki tabiatnya.
Karena itu apa boleh buat, Widya harus menerima segala perlakuan buruk yang mungkin akan ditujukan Azri padanya. Ia sudah bertekad sejak malam itu bahwa ia tidak akan pernah gentar menghadapi Azri lagi meskipun di masa depan nanti akan sulit untuk mengabaikan mata tajam mempesona miliknya.
Mahendra mengulum senyum melihat Azri menatap Widya intens. Pria itu justru menyalahartikan sorot mata Azri dan menyimpulkan bahwa putranya itu tertarik pada Widya.
'Lihatlah ... kau sudah terpesona pada pandangan pertama.' Mahendra luar biasa senang. Senyum di bibirnya pun terbit.
"Bagaimana perasaan kalian setelah bertemu? Widya, bagaimana pendapatmu tentang Azri, calon suamimu?“
Pertanyaan Mahendra memaksa Widya memandang Azri. Pria itu terkesiap melihat ia menilainya secara terang-terangan seperti seorang kritikus yang menilai harga sebuah benda seni.
"Sikap duduknya menunjukkan dia seorang pria penuh tanggung jawab. Penampilannya sangat mewakili wibawa yang dibutuhkan seorang pemimpin yang baik untuk perusahaan maupun keluarga. Dan caranya berjabat tangan tadi cukup membuktikan bahwa dia pria dengan karakter kuat, cerdas dan kreatif."
Azri berdecak sinis mendengar pendapat Widya tentangnya. Mulutnya benar-benar pandai berkata-kata, pantas saja ayahnya tertarik. Dia piawai sekali mempengaruhi orang, sampai ia sendiri bertanya-tanya apakah ia memang terlihat seperti itu.
Mahendra mengangguk ringan lalu menoleh pada Azri. "Lalu, bagaimana pendapatmu setelah melihat calon istrimu?"
Azri mendengkus sebelum ia balas mengamati Widya dari atas hingga bawah dengan tatapan yang membuat gadis itu salah tingkah, ia pun menjawab, “Selera berpakaiannya tidak terlalu buruk."
Widya mendengar ada nada mencela dalam ucapan Azri. Ia juga menyadari sejak tadi Widya bersikap angkuh pada Ayahnya sendiri. Tampaknya hubungan di antara mereka tidak begitu baik.
Setelah diperhatikan, Azri menyadari bahwa gadis ini benar-benar tipe karyawan ideal ayahnya. Pakaian formal, rambut yang diikat ekor kuda dan tak ada sehelai rambut pun yang jatuh di sisi wajahnya, benar-benar rapi. Sikap duduk yang tegak, dan caranya tersenyum yang terlalu sopan. Azri mendecak remeh. Tentu saja ayahnya akan terpesona pada gadis ini. Mereka termasuk jenis yang sama, penganut aliran konservatif.
Mereka berbincang banyak hal selama pertemuan itu dengan agenda utama saling mengenal. Azri mendengar banyak hal mengenai gadis bernama Widya Lovarza Anindita itu. Caranya berbicara sangat resmi seolah dia terbiasa tampil di depan umum untuk berpidato.
Sejujurnya Azri tidak suka tipe wanita seperti itu. Menurutnya wanita-wanita yang kerap berbicara formal sangat membosankan dan membuat suasana canggung. Ia tidak akan bisa bertahan bicara dengannya terlalu lama. Ia lebih senang menghabiskan waktu dengan wanita seperi Marleen yang tahu cara melepas penatnya.
"Ayah." Azri menyela dengan bosan. "Jika kau memang berniat menikahkanku, carilah gadis yang sesuai dengan tipeku." Dengan sengaja ia menyindir. Ia melirik Widya dan berkata penuh penekanan, "Paling tidak, carikan gadis yang berwajah cantik, tubuh proporsional, elegan, dan menyenangkan."
Azri terpaku mendengar ucapan Widya menusuk hatinya. Ia tahu semua yang dikatakan Widya barusan adalah kebalikan dari dirinya. Ia tidak terlalu cantik, tubuhnya tidak tinggi semampai seperti supermodel, ia termasuk gadis yang lugu serta tradisional, dan sepertinya cara bicaranya tidak disukai Azri.
Pandangan Mahendra menggelap melihat Azri bangkit.
"Jika tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, aku akan pergi karena banyak sekali pekerjaan yang harus kuselesaikan. Permisi."
Mahendra tidak dapat mencegah Azri pergi dan hanya bisa menghela napas berat. Dengan perasaan bersalah ia menatap Widya. "Aku tahu membuatnya menjadi sosok pemimpin Pradipta Group yang layak tidaklah mudah."
Widya setuju sepenuh hati. Setelah secara langsung melihat keangkuhan Azri, mengubah karakternya bukanlah perkara mudah. Meskipun sudah berpengalaman bekerja melatih mental serta karakter para pegawai baru Pradipta Group, Widya tidak yakin cara biasa akan sukses pada Azri El Pradipta. Ia membutuhkan teknik baru.
"Aku berencana merekomendasikan Azri sebagai calon CEO Pradipta Group dalam rapat pemegang saham nanti. Dengan banyaknya rumor buruk tentang anak itu, mayoritas dari mereka pasti akan menolak usulan ini. Kita harus bisa memperbaiki citra Azri sebelum rapat itu digelar. Sepertinya tidak ada cara lain." Mahendra menatap Widya serius. "Rencana pernikahan kalian harus dipercepat."
Widya terkesiap mendengarnya. Pernikahan mereka dipercepat? Itu artinya ia hanya memiliki waktu beberapa bulan saja sebelum rapat itu digelar? Dengan cara apa ia mengubah pria keras kepala itu hingga menjadi sosok yang pantas duduk di kursi pimpinan Pradipta Group?
Tuan, bukankah keinginanmu itu sedikit berlebihan?
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
susi 2020
🙄🙄🥰😘😍
2023-04-06
0
susi 2020
😘😘😍
2023-04-06
0