Widya merenggangkan ototnya yang terasa kaku seraya mendesah halus. Wajar saja tubuhnya pegal karena semalaman tidur di atas sofa. Ia yakin saat ini tempat nyaman dan hangat yang ditidurinya adalah sofa yang ada di ruang tamu meskipun matanya masih terpejam.
"Dingin ... siapa yang membukakan jendela pagi-pagi begini?" gumamnya merasakan belaian angin pagi di kulitnya yang hanya tertutup piyama panjang tipis.
Widya memaksakan matanya membuka sedikit, untuk menengok ke arah jendela yang ternyata memang terbuka sekitar lima belas senti. Ia berniat bangkit untuk menutupnya ketika ia sadar ada tangan yang melingkari pinggangnya. Matanya melebar.
Tangan siapa ini? Pandangannya mengedar dan ia baru saja sadar bahwa semalaman ia tidur di atas ranjang, bukan di sofa ruang tengah.
Widya kembali melirik tangan dan perlahan menelusuri siapa pemilik tangan kekar yang bertengger di pinggangnya sejak tadi, ketika ia menolehkan kepala tepat ke arah belakang tubuhnya, keterkejutan tak bisa dielaknya lagi. Bagaimana bisa sekarang ia tidur satu ranjang dengan Azri?!
"AAAAAARRRRRGGGHHHHHHHH!!!"
Seketika Widya memundurkan tubuhnya sejauh mungkin seperti Azri adalah wabah penyakit yang harus dihindari. Saking terlalu kagetnya ia sampai jatuh dari tempat tidur.
"Auw!"
Widya mengusap bahunya yang terasa berdenyut karena jatuh lebih dulu. Beruntung lantai itu dilapisi karpet tebal sehingga ia tidak terlalu merasa kesakitan. Ia menggeram menatap pria yang tertidur cantik seolah tidak terjadi apa pun.
"Dasar lelaki tak berperasaan!" gerutunya.
Tidur pulas Azri terusik juga berkat gerutuan Widya. Pria itu menggeliat sebentar sebelum matanya membuka dan menoleh ke arah gadis yang terduduk di samping tempat tidur, menatapnya jengkel.
"Oh, kamu sudah bangun," ujarnya polos sambil menguap. Azri mendudukkan diri seraya melakukan peregangan ringan lalu menoleh. "Kenapa kamu bisa duduk di sana?"
Widya tidak bisa menahan kesabarannya lagi. Ia berdiri cepat. Dengan kesal ia menodong Azri dengan jarinya.
"Seharusnya itu pertanyaanku! Kenapa kamu ada di sini, tidur bersamaku? Ah tidak, kenapa aku berada di sini, tidur bersamamu! Seharusnya aku tidur di atas sofa!"
"Ah, berisik sekali," desah Azri acuh tak acuh seraya mengorek telinganya. Ia menoleh memandang mata Widya yang menatapnya dengan sorot menyala-nyala, menuntut penjelasan.
"Aku memang memindahkanmu kemari. Aku tidak tega melihat seorang gadis tidur di atas sofa seperti ulat dalam kepompong. Lagipula kita sudah menjadi suami istri, bukan? Tidur di satu ranjang yang sama bukan masalah. Kenapa kamu ribut sekali?"
Tampang innocent Azri justru membuat tangan Widya gatal sekali ingin mengacak-acak wajahnya. Menyentuh tubuh gadis tanpa izin sepertinya adalah hal biasa bagi Azri. Namun, untuk gadis konservatif seperti Widya, jelas hal itu sangatlah tabu. Tak peduli Azri suaminya atau bukan.
"Kenapa? Kamu kecewa karena aku tidak melakukan apa pun padamu?" ucap Azri salah mengartikan ekspresi Widya sekarang.
"Apa katamu?"
Melihat Azri tersenyum mengejek membuat Widya otomatis mengecek kondisi dirinya sendiri. Baju yang dikenakannya masih sama seperti kemarin dan tidak ada tanda-tanda di sentuh sama sekali. Syukurlah. Sepertinya Azri memang tidak melakukan apa pun padanya.
"Cepat bersiap-siap sebelum Bibi Swari memanggil kita." Tiba-tiba Azri bangun dari tempat tidur.
"Untuk apa?"
Ekspresi Azri tampak muram. "Untuk menjalani tradisi keluarga Pradipta."
"Setiap kali menggelar pesta penting, setelahnya keluarga kami selalu berziarah ke makam kerabat atau orang tua yang sudah meninggal dunia."
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments