Tubuh Widya masih gemetaran bahkan setelah pertemuan di ruang Presdir berakhir tiga jam yang lalu, karena sibuk bergumul dengan pikirannya, tanpa terasa sekarang sudah waktunya jam pulang. Ia tidak bisa konsentrasi melakukan apa pun sekalipun itu membereskan meja kerjanya.
Brakkk!
Kecerobohannya menimbulkan suara gaduh yang membuat beberapa karyawan yang bersiap untuk pulang menoleh ke arah mejanya.
"Tidak ada apa-apa, jangan khawatir. Tadi tanganku licin," jelas Widya kaku dihiasi senyum yang dibuat-buat. Ia segera membereskan beberapa modul pelatihan dan laporan ke atas meja dengan agak tergesa.
"Kamu ini kenapa? Semenjak keluar dari ruangan Presdir mukamu sudah pucat. Apa Presdir mengatakan sesuatu padamu? Atau dia memberimu surat peringatan?" tanya Bella Saphira dengan wajah histeris. Gadis itu adalah rekan kerja serta sahabat terdekat Widya yang sudah berbagi suka duka hidup bersamanya selama beberapa tahun terakhir.
Semua karyawan Pradipta Group tahu bahwa presdir mereka tidak akan segan-segan memecat karyawan yang menurutnya sudah tidak layak bekerja.
"Bukan begitu." Widya menggeleng cepat. Ia berusaha mengendalikan diri. Jika ia terus linglung seperti ini bisa-bisa dirinya masuk rumah sakit jiwa bahkan sebelum la bertemu dengan calon suaminya. Widya menatap Bella dengan wajah memelas.
"Bella ...."
Bella melebarkan matanya sadar maksud tatapan Widya. Sesuatu telah terjadi. Dia membatalkan niatnya untuk pulang lalu menarik kursinya dan duduk di dekat Widya.
"Apa? Ada yang ingin kamu ceritakan?"
Widya mengangguk. "Sebenarnya, Presdir memintaku melakukan sesuatu untuknya," lirihnya frustrasi.
"Sesuatu? Apa Presdir memberimu tugas yang sulit?"
Dengan pelan Widya menggeleng. Ia tidak akan segalau ini jika menyangkut urusan pekerjaan. Namun, sayangnya tugas yang ditawarkan Mahendra lebih riskan sekaligus menggegerkan.
"Ini berkaitan dengan pernikahan," lirih Widya dengan suara pelan. Meskipun hanya ada mereka berdua di tempat itu, ia tetap tidak bisa mengambil resiko.
"Pernikahan?" Bella mengerjap, lalu tercekat. "Apa mungkin Presdir memintamu menjadi istrinya?!" serunya histeris mengingat Mahendra sudah lama menduda. Sontak Widya menjitak cepat kepala Bella yang suka berpikir ngawur.
"Jangan sembarangan menyimpulkan!" Widya mendesah berat. "Tapi kamu memang benar tentang permintaan menjadi istri.“
"Astaga?" Bella menutup mulutnya. Ia semakin tidak sabar mendengar kelanjutannya.
la menatap intens Widya yang balas menatapnya ragu.
"Presdir, dia memintaku menikah dengan anaknya."
"Are you kidding me?!"
Teriakan Bella begitu kencang sampai-sampai mampu menggetarkan seluruh ruangan yang kosong itu. Widya harus membekam mulutnya dulu sebelum orang-orang berlarian ke ruangan mereka untuk melihat apa yang terjadi. Bella buru-buru menyingkirkan tangan Widya.
"Kamu serius?" tanyanya masih tak percaya.
"Iya!" tegas Widya.
Whoaa, berita yang sungguh menggemparkan. Sangat tidak bisa dipercaya! Eksklusif dan ajaib!
Bella semakin merapatkan duduknya dengan Widya. "Bagaimana bisa? Jasa apa yang sudah kamu lakukan sampai Presdir kita menawarimu pernikahan, bukan dengan siapa-siapa tapi putra semata wayangnya?!"
Widya tidak punya jasa apa pun, tentu saja. la hanya pekerja keras. Namun, ia masih ragu apakah ia harus mengatakan yang sejujurnya pada Bella atau tidak. Mahendra sudah memperingatkan Widya agar berhati-hati dan jangan sembarangan memberitahu orang lain tentang alasannya di balik penawaran itu. Karena itu ia memilih jawaban yang paling aman dan mendekati.
"Beliau mengakui kemampuanku dan berhadap aku bisa menjadi pengaruh baik untuk putranya."
Bella langsung bertepuk tangan dengan heboh, seolah dirinya yang mendapatkan jackpot. Widya merasa agak lega melihat Bella menyambut dengan gembira berita itu. la sempat khawatir akan mendapat kecaman dari sahabatnya itu.
Sebab, Widya sudah memutuskan untuk menerimanya.
"Kamu harus menerimanya! Jangan sampai kamu melewatkan kesempatan emas ini. Jika kamu menikah dengan anaknya, hidupmu akan terjamin dan kamu tidak akan hidup sebatang kara lagi."
Keluarganya memang sudah tiada. Ayah dan ibunya meninggal karena kecelakaan dan ia tidak memiliki sanak saudara. Sejak SMA Widya sudah hidup mandiri dengan bantuan uang asuransi yang ditinggalkan kedua orang tuanya. Bella benar soal itu dan ia memang berpikir hidupnya akan berubah jika ia menerima permintaan ini. Setelah mendengar pendapat Bella, keputusannya semakin bulat.
"Lalu, kamu menerimanya?"
Widya mengangkat wajahnya menatap Bella langsung. Dia adalah sahabat terbaiknya karena itu dia berhak tahu tentang keputusan penting yang sudah diambilnya. Perlahan-lahan, ia mengangguk.
Kedua mata Bella melebar. "Kamu serius? Gila, aku tidak percaya ini!" serunya sambil mencengkeram rambutnya sendiri. Ia pun meraih kedua tangan Widya. "Kamu sudah mengambil keputusan paling brilian seumur hidupmu. Ah, aku gembira sekali. Selamat, kawan. Aku tak percaya kamu bisa menjadi menantu dari keluarga konglomerat. Kamu tahu Widya, kamu sangat beruntung. Banyak wanita yang menginginkan posisi itu. Dan kamu beruntung bisa mendapatkannya. Posisi itu jatuh sendiri ke pangkuanmu. Siapa yang akan menolak? Aku saja tidak akan menolaknya."
"Tapi orang-orang pasti berpikir aku menikah hanya demi uang," ujar Widya resah.
"Who cares! Aku tahu kamu tidak begitu. Jika sampai ada yang mengatakan hal tersebut, aku akan membelamu dengan mengatakan bahwa Tuan Mahendra lah yang memintamu menjadi menantunya."
Widya menundukkan kepala. Ia juga tidak tahu kenapa ia bisa setuju. Namun, eskpresi penuh harap Mahendra membuat keraguannya hilang. Widya tidak sanggup menolaknya lagi. Ia berpikir mungkin ini jalan yang sudah dipilihkan Tuhan untuknya.
Masih segar dalam benaknya setiap ucapan Mahendra yang berusaha meyakinkannya agar setuju.
"Ini adalah permohonanku sebagai seorang Ayah yang menginginkan kebahagiaan putra semata wayangnya, kuharap kau memahami perasaanku, Widya."
Widya menelan kembali kata-kata penolakan yang sudah ada di otaknya saat itu. Melihat Mahendra berkata dengan wajah penuh harap padanya, ia pun terenyuh. Ekspresi itu mengingatkannya pada mendiang ayahnya. Beliau selalu memperlihatkan raut yang sama setiap kali memandangnya dengan harapan ia bisa menjalani hidup bahagia.
Bagaimana bisa Widya menyakiti hati seorang ayah yang mencintai anaknya dengan tulus seperti itu?
"Jika kamu masih menolak juga, lebih baik kamu angkat kaki saja dari perusahaan ini. Kamu sudah mengabaikan permintaan sekali seumur hidup dari atasanmu sendiri."
Widya terkesiap. Tiba-tiba saja ia diancam. Jadi jika ia menolak, ia akan dipecat? Di mana lagi ia akan mendapatkan pekerjaan senyaman di sini? la sudah cukup lama bekerja di perusahaan ini dan ia sangat mencintai pekerjaannya. Jika ia dipecat lalu bagaimana ia bisa hidup?
"Baiklah," putus Widya pasrah, bukan takut karena akan dipecat, tetapi ia memang sudah memutuskan menerima permintaan Mahendra.
Lagipula apa salahnya menikah dengan anak seorang Presdir? Status mereka memang berbeda, dan mungkin akan memberinya kesulitan di masa depan. Namun, hal itu masih bisa diatasi. Widya selalu siap menerima tantangan. Hidupnya mungkin akan berubah, tetapi dirinya tidak. Selain itu, usianya sudah pas untuk menikah dan ia juga tidak memiliki kekasih.
Jawaban Widya membuat Mahendra terkesiap takjub.
"Syukurlah kamu setuju," ucap Mahendra dengan wajah cerah. Dia tampak sangat lega.
"Saya akan sebisa mungkin membantu Anda mengurus putra Anda," sahutnya dengan jantung berdebar kencang. Keputusan sudah diambil, dan ia tidak bisa mundur lagi.
Mahendra menghampirinya lalu memegang pundaknya dengan wajah terharu. "Aku tahu aku bisa mengandalkanmu. Hanya kaulah yang kupercaya mengurus putraku. Ah, betapa terharunya aku." Pria itu mengusap air matanya dengan dramatis.
"Mulai sekarang kau adalah putri menantuku.“
Putri menantu? Frasa yang tak pernah dikira Widya akan didengarnya secepat ini. Walaupun sudah meyakinkan diri bahwa ia tidak menyesal dengan keputusan itu, tetap saja sulit dipercaya. Rasanya seperti sedang bermimpi.
"Kamu sudah tahu informasi soal calon suamimu?"
Pertanyaan Bella memutus kilas balik di benak Widya. Ia menoleh pada gadis itu lalu mengangguk.
"Aku hanya tahu dia bernama Azri El Pradipta, usianya dua tahun lebih tua dariku, zodiaknya Aquarius dan golongan darah A.“
Semua orang sudah tahu informasi itu. Yang Bella maksud adalah segala rumor yang berkaitan dengan putra mahkota Pradipta Group itu.
"Ada satu hal yang kamu lupakan Widya," sela Bella dengan nada misterius. Widya menatapnya bingung. Apa ada informasi penting yang dilewatkannya?
Bella mendekat lalu berbisik, "Putra Presdir terkenal sebagai bad boy," ucapnya membuat Widya refleks berseru kaget.
"Kamu tidak tahu?" Bella berkata dengan nada super bingung seolah semua orang seharusnya tahu hal itu. " Semua karyawan di sini tahu hal itu," tambahnya.
Kalau begitu Widya adalah pengecualian. Selama bekerja di sana memang banyak rumor tentang Azri El Pradipta yang hilir mudik masuk ke telinganya, tetapi ia menolak mendengarnya dengan serius.
"Itu hanya gosip," gumam Widya. Namun, tidak akan ada asap jika tidak ada api.
"Ada beberapa pegawai yang pernah melihatnya keluar masuk kelab terkenal. Dan dia tak pernah terlihat menggandeng wanita yang sama."
Seorang pembuat onar dan womanizer. Pantas saja Mahendra putus asa meminta Widya agar mengubah anaknya. Pria itu adalah sumber masalah. Bella bisa melihat kegelisahan dalam ekspresi Widya sehingga ia menambahkan dengan santai.
"Jangan khawatir. Tidak hanya rumor buruk, banyak juga gosip yang mengatakan bahwa Azri El Pradipta adalah pria yang sangat pintar. Dia berhasil meraih gelar S2nya di usianya yang ke 23. Presdir kita pasti menginginkannya menjadi pemimpin Pradipta Group secepatnya. Karena itu Presdir harus menikahkannya lebih dulu agar posisinya di kursi teratas perusahaan nanti tidak akan goyah. Dengan kata lain, calon penerus berikutnya."
"Maksudmu, anak Azri kelak?" tanya Widya. Tiba-tiba ia merasa panas-dingin memikirkan ia harus melahirkan anak Azri.
"Bingo. Mungkin itulah alasan kenapa dia ingin anaknya cepat menikah. Presdir tidak mau repot-repot mencari wanita dari kalangan berada jika dia sudah menemukan tipe idealnya di kantornya sendiri. Yaitu kamu." Bella menunjuknya semangat.
Teori itu cukup masuk akal bagi Widya meskipun rasanya masih ganjil. Jika memang Mahendra membutuhkan menantu, bukankah mudah saja mencari anak perempuan dari keluarga berada? Seorang presdir pasti memiliki banyak relasi.
"Apa benar dia terkenal sebagai pembuat onar?" Widya masih merasa ragu untuk yang satu itu.
Bella mengangguk.
"Kurasa kamu akan senang menerimanya jika sudah bertemu dengan anak Presdir," kata Bella sambil mengerling nakal. Widya memandangnya tidak mengerti. “Temui saja dia. Kamu akan tahu kenapa dia disebut bad boy."
Ucapan Bella itu malah membuatnya semakin gusar. Widya memang tidak tahu semua rumor yang beredar tentang anak Presdirnya itu. Hal ini diperburuk dengan fakta bahwa ia belum pernah melihatnya sekali pun. Potretnya pun tidak. Mungkin Bella benar, ia akan tahu jawabannya jika bertemu dengan anak Presdir. Namun, di mana ia bisa menemukannya?
"Bella, aku ingin bertanya sesuatu."
Bersambung ....
Baru part 1, jangan lupa like dan komen ya. Thanks.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
susi 2020
🥰🥰🥰😎
2023-04-06
0
susi 2020
😘😘😍🙄
2023-04-06
0
♡momk€∆π♡
pak direktur..langsung togmol .nih ngomongnya..suruh nikah aja..suap aja widya🤭
2023-03-26
0