Tifa mengeluarkan ekspresi takut kalau perkataanku bakal di dengar oleh orang lain selain kami. Tapi aku mencoba untuk tetap terus terang.
"Kenapa mereka para Kardinal menganggap spesiesku terutama yang berbulu putih seolah kami adalah ancaman?" Tanyaku sekali lagi. Setelah mengeringkan kedua tangannya, Tifa menarik napas dalam-dalam kemudian melepaskannya secara lembut, mirip seperti orang yang mempertahankan kesabarannya yang diambang kemarahannya.
"Ceritanya akan panjang. Aku akan menceritakannya nanti setelah aku menutup kafe. Untuk saat ini bersabarlah, ok?" Kata Tifa yang dimana tangannya hampir meraih gagang pintu. Tapi dia sempat menolehku untuk melihat raut wajahku. Senyum tipis keluar dari mulutnya.
"Aku janji Kit. Sumpah. Untuk saat ini tetaplah di kamar dan jangan keluar." Katanya dan akhirnya keluar dari kamar meninggalkanku sendirian.
Yang bisa kulakukan setelah Tifa bekerja di kafenya hanyalah memutari ruang kamar milik Tifa dan melihat ke arah luar jendela. Melihat dunia yang serupa tapi tidak sama dengan duniaku yang lama.
...****************...
Di kafe, banyak sekali pelanggan yang berdatangan dikarenakan hari ini Tifa membuka kafenya. Bahkan Tifa sampai sedikit kuwalahan dalam melayani mereka. Kebanyakan pelanggan Tifa adalah seorang warga biasa. Hanya sedikit petualang yang mampir ke kafenya. Salah satunya adalah Reina. Teman sekaligus saudari sepungutan Tifa.
"Wajahmu terlihat lebih baik sekarang. Apa yang terjadi setelah kau pulang?" Tanya Reina menarik kursi untuk duduk. Yah tentu saja yang dipikirkan Tifa adalah Kit.
"Tidak ada. Aku hanya tidak mood saja saat itu. Seperti biasanya?" Tanya Tifa.
"Ah, ya seperti biasanya. Segelas susu dengan beberapa roti isi." Kata Reina. Dengan cepat Tifa menyiapkan pesan Reina. Pesan pun tepat selesai dalam waktu 7 menit.
"Tifa.... Ketua akan datang melakukan inspeksi ke Outpost ini." Kata Reina. Mendengar kata-kata Reina membuat Tifa berhenti sejenak.
"Apakah karena kasus monster kontraknya yang gagal kita dapatkan?" Tanya Tifa. Reina mengibas-ngibaskan ekornya dengan tidak nyaman.
"Mungkin soal itu juga bakal disinggung tapi sepertinya ini berkaitan dengan Louch." Jelas Reina. Tifa baru sadar kalau ternyata Louch sudah pergi dari kesehariannya. Louch memilih untuk menghianati Dragon Task.
"Apakah kau yang melaporkan hal itu kepadanya?" Tanya Tifa. Reina yang baru saja menghabiskan satu roti isinya menjawab.
"Bukan. Kemungkinan Bullet yang melaporkannya." Kata Reina.
"Jadi begitu." Kata Tifa. Hening beberapa saat. Keadaan menjadi canggung. Tifa pun mencoba mencari topik pembicaraan yang lebih ringan.
"Oh iya. Karena Ketua partymu mati di dungeon, siapa yang akan menggantikannya?" Tanya Tifa.
"Coba tebak... " Tanya Reina dengan senyum jahil. Tifa paham maksudnya.
"Yang benar saja....... Kau yang menggantikannya?" Ejek Tifa karena Reina baru saja dapat kenaikan pangkat.
"Yah, sekarang di guild, pangkatku lebih tinggi darimu. Jadi mohon bantuannya, bawahan." Ejek Reina sambil menunjuk-nunjuk Tifa.
"Hei, ingat kalau kau di organisasi juga adalah bawahanku. Peran kita di guild petualang cuma sebagai pengawas. Paham?" Seketika Reina dibalas oleh Tifa. dipukul dengan sebuah realita memanglah ampas.
"Baik nona. maafkan aku." Kata Reina. Kemudian Tifa dan Reina tertawa bersama. Sudah sekitar 2 jam mereka mengobrol.
"Baiklah, aku pamit dulu. Aku ada janji untuk mengajar para pemula. Nih, ambil kembaliannya." Reina pun beranjak dari tempat duduknya.
"Oh iya. Kau masih menyimpan anjing putih itu kan?" Tanya Reina tanpa menoleh. Kalimat itu membuat Tifa tersentak.
"Iya masih. Kenapa?" Tanya Tifa.
"Pastikan kau sembunyikan dia hari ini. Karena kemungkinan ketua akan mampir kemari juga. Berhati-hatilah dan sampai jumpa." Kata Reina berjalan menuju pintu keluar dan keluar dari Kafe.
Tifa kemudian menoleh uang yang di tinggalkan oleh Reina.
"Ambil kembalian dengkulmu. Uangmu saja kurang." Gumam Tifa kemudian memasukkan sisa uang yang belum dibayar ke buku catatan hutangnya.
...****************...
Tifa memutuskan untuk menutup kafe lebih awal karena atasannya akan menemuinya kemari. Keadaan akan semakin runyam jika atasannya datang ketika karena orang-orang masih ada disini. Ketika ingin membalik plat tulisan buka menjadi tulisan tutup, datang 2 orang bertubuh besar dan 1 bertubuh normal memakai sebuah jubah bertudung berwarna merah bata. Mereka berjalan perlahan menghampiri Tifa.
"Maaf, kafe ditutup lebih awal." Kata Tifa.
"Ayolah, mungil. Kau tahu kalau ini adalah aku bukan?" Tanya Pria besar yang berada di tengah. Tifa melihat sorot mata yang dimiliki pria tersebut dari balik tudungnya. Terdapat sorotan cahaya berwarna merah di mata kirinya. Tifa pun membukakan pintu Kafenya.
"Silahkan masuk." Kata Tifa.
"Oh, tadi kalau tidak salah kau bilang sudah tutup, mungil?" Tanya pria yang sama dengan nada sarkastik.
"Itu karena kedatanganmu." Tifa pun masuk duluan. ketiga pria tersebut mengekori Tifa dari belakang dan masuk ke dalam kafe.
"Kalian ingin minum apa?" Tanya Tifa mempersiapkan 3 gelas di meja bartendernya.
"Aku cukup dengan beer saja. Woi! Kalian apa?" Kata dan tanya pria yang sama kepada 2 orang rombongannya.
"Aku kopi saja. Tanpa gula." Kata pria yang kecil.
"Aku tidak minum. Terima kasih." Kata pria besar yang bersandar di dekat pintu masuk kafe. Tifa tahu kalau pria itu berusaha menjaga kafe agar tidak ada yang menguping maupun macam-macam ketika mereka berkumpul di kafe Tifa.
Tidak lama kemudian, 2 minuman yang dipesan oleh 2 pria tadi sudah siap. Tifa mengantarkan minuman tersebut kepada mereka berdua. Tangan kiri Tifa mencoba memperbaiki sesuatu di pinggang belakangnya.
Tifa pun meletakkan 2 minuman itu kepada masing-masing pria itu sesuai pesanan mereka. Pria yang besar itu menerima gelas beer nya yang besarnya seukuran pot bunga. Tepat ketika air beer menyentuh lidahnya, pria besar tersebut melemparkan gelasnya ke arah Tifa. Tapi dengan lincah dan ahli Tifa menangkapnya tanpa menjatuhkan satu tetes beer pun dari gelasnya.
Pria besar tersebut mengeluarkan cambuk berduri yang dipenuhi aliran listrik dari lengan kanannya dan mulai menyerang Tifa. Aku bahkan sempat ingin turun dari tangga menuju ke pertarungan. Tapi aku mengurungkan niatku ketika melihat Tifa menghindari semua serangan cambukan dari pria besar itu.
Bahkan Tifa masih bisa mempertahankan gelas beer itu tetap utuh dan tidak tumpah satu tetes pun. Si pria bertubuh normal itu juga akhirnya ikut-ikut meramaikan suasana dengan menembaki Tifa menggunakan sepasang revolver. Mengetahui dirinya akan ditembak. Tifa menarik sesuatu dari pinggang belakangnya. Sebuah pedang seperti katana keluar dari sarungnya. Dengan akurasi yang tepat dan kecepatan yang bisa dibilang tidak normal, Tifa memotong semua peluru yang ditembakkan oleh pria bertubuh normal itu.
Tidak berhenti di situ. Tifa juga memberikan satu tebasan kearah pria yang menggunakan cambuk listrik itu. Tapi meskipun Tifa hanya menebasnya sekali aku bisa melihat ada 3 tebasan dari arah yang berbeda-beda.
"Cukup!" Kata pria pengguna cambuk itu. Pria bertubuh normal itu pun menyarungkan kembali kedua revolvernya. Tifa juga menurunkan pedangnya.
Pria besar itu kemudian membuka jubah dan tudungnya. Aku begitu terkejut melihat apa yang ada di depan mataku. Seolah aku melihat seorang terminator tua dengan salah satu matanya yang merah, berjenggot dan berkumis lebat dan beruban seperti sinter klas, berambut mohawk gimbal dan diikat ke belakang berwarna putih, berkulit gelap, di lehernya terdapat banyak sekali kabel seukuran ibu jari, dan dari leher ke bawah adalah tubuh robot. Tingginya mungkin 190 cm.
"Kemampuanmu ternyata tidak menurun sedikitpun. Tapi kau masih belum sepadan denganku." Kata pria tua terminator itu dengan berkacak pinggang.
"Seperti yang diharapkan dari ketua pasukan elite Dark Apocrypha yang berada dibawah panji Dragon Task." Kata pria yang menjaga pintu.
"Bisakah kalian tidak mengetesku didalam kafeku? Sudah berapa kali aku membicarakan ini kepada kalian di setiap kali kalian datang." Kata Tifa sedikit sebal. Tifa memelototi pria berukuran normal terlebih dahulu. Pria bertubuh normal itu pun juga melepas mantelnya. Dia adalah pria yang sama yang ikut Raid dengan Tifa kemarin. Kalau tidak salah dengar namanya adalah Bullet.
" Aku cuma ikut apa kata, Yeager." Kata Bullet. Tifa kemudian memelototi pria terminator itu yang sepertinya adalah Yeager.
"Kau berusaha meracuni ku lewat beer itu kan?" Kata Yeager.
"Oh kau menuduh? Percuma juga karena isi perutmu adalah gumpalan oli dan roda gigi berkarat." Kata Tifa dengan sarkas.
Yeager yang dikatai seperti itu hanya bisa tertawa lepas.
"Tapi.... aku menang. lihat." Yeager menunjuk bagian lengan bawah kiri Tifa. Terdapat goresan kecil di situ.
Tifa hanya melihat lukanya dengan sepele.
"Oh benarkah? Sebaiknya kau ke bagian montir setelah pulang dari kafeku, Yeager." Kata Tifa menyarungkan pedangnya dan mulai membereskan kekacauan yang dibuat oleh 2 pria itu. Lengan, Yeager pun tiba-tiba terburai hancur seperti rongsokan.
"Hmm... ok." Kata Yeager melihati tangannya yang baru saja hancur menjadi rongsokan.
"Jadi..... kenapa kau kemari? Tidak mungkin kau jauh-jauh dari Graveyard City kemari hanya untuk menemuiku." Kata Tifa.
"Kau seharusnya sudah tahukan, Mungil. Aku kemari tentang kenapa kau membiarkan serangga penghianat seperti Louch lolos?" Kata Yeager.
Dalam pikiranku, jadi ini Tifa yang sebenarnya....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments