"MUUAAFFKAN AKUUUU!!!!" pintaku dengan amat menyesal sambil bersujud di depan Athena dan Ares. Ya, setelah Tifa memelukku saat tidur, sepertinya jiwaku langsung dipanggil kemari oleh dua dewata ini.
"Aku tidak percaya ini! Bisa-bisanya kau membocorkan identitasmu sebagai salah satu jiwa reinkarnasi kepada pribumi. Ya ampun... " Keluh Athena memegangi keningnya seolah di sedang pusing.
"Yah, mana kutahu?! Kalian sendiri saja tidak melarang secara tersurat." Bantah ku.
"Lalu? Apakah gadis bernama Tifa ini tahu kalau kau memiliki kekuatan kekuasaan mutlak?" Tanya Ares. Mendengar Ares berbicara, aku mengangkat kepalaku dari sujudku.
"Eh? Tidak. Aku cuma bilang kalau aku berasal dari dunia lain. Kalau tentang kekuatan ini aku tidak membocorkannya." Jawabku dengan jelas.
"Hadeh... Lalu apa alasan kau memberitahu asal jiwamu itu?" Sekarang giliran Athena yang bertanya.
"Yah, itu karena dia membocorkan rahasia nya kepadaku bahwa dia termasuk dari seseorang yang kalian pilih sebagai seorang Vessel." Jawabku. Dengan cepat, Athena melompat dari singgasananya dan langsung menerjangku.
"ITU BUKAN BERARTI KAU HARUS MEMBOCORKAN PUNYAMU JUGA, DASAR ANJING KAMPUNGAN!!! " Cecar Athena sambil menghajar ku layaknya seorang WWE.
"Tunggu, Gadis itu juga seorang Vessel?" Tanya Ares seolah baru saja menarik benang merah.
"Ah, iya." Balasku. Kemudian Athena melakukan style You Can See Me ala John Cena kepadaku. Aku seketika sekarat.
"Aneh, aku tidak pernah ingat memberi gimmick item kepada seorang gadis manapun. Bagaimana dia bisa memilikinya?" Ares sepertinya cukup tertarik tentang kasus Tifa. Tapi aku tidak bisa bicara lebih jauh lagi.
"Oh iya, aku ingin bertanya. Kenapa Tifa dihari pertama tidak paham bahasaku tetapi di hari kedua aku bersamanya kami bahkan bisa berbicara layaknya 2 manusia normal?" Tanyaku kepada Ares dan Athena. Ares dan Athena langsung saling paling pandang seolah mereka juga tidak tahu kenapa hal itu bisa terjadi.
"Mungkin bisa jadi dari kekuatan penguasaan mutlakmu itu. Kekuatanmu pada dasarnya sangat umum. Arti dari menguasai sangat luas. Bisa jadi kau tanpa sengaja membuatnya bisa bahasa anjing hutan." Jelas Athena. Tapi kapan? Terakhir kali aku menggunakan makhluk ber-perban itu adalah ketika di dalam dungeon. Aku tidak pernah menggunakannya kepada Tifa.
"Yah, pastikan untuk tidak ketahuan lagi, Ok? Karena jika kau sampai terbunuh maka kekuatan itu akan berpindah ke orang yang membunuhmu. Jadi pastikan tetap dirahasiakan. Oh iya, apakah kau sudah memutuskan? Apakah permintaan kami kau terima?" Tanya Athena.
"Entahlah, Athena. Kehidupanku dengan Tifa cukup damai. Jadi seolah aku sudah mendapatkan seluruh kebahagiaan yang ada di dunia itu." Jawabku berjalan mondar-mandir. Tiba-tiba seluruh tempat bercahaya putih dan ketika aku membuka mataku ternyata aku sudah kembali.
Pas tepat didepan wajahku, Tifa melihatku dengan tatapan lembutnya.
"Bangun Kit. Sudah pagi." Kata Tifa membelai kepalaku. Bukannya aku tidak senang tapi rasanya risih. Bukan karena belaian tangan Tifa, tapi karena dia telanjang. Brengsek-brengsek! Mentang-mentang dia tahu aku dulunya manusia sekarang dia mencoba untuk menggodaku.
"Oke aku sudah bangun. Bisakah kau mengenakan pakaianmu. Mana janjimu untuk mengenakan pakaian ketika tidur?" Tanyaku dengan tegas.
"Ya ampun, bukankah kau ingin melihatnya? Tubuh telanjangku? Jarang-jarang kan di dunia lamamu sebelum reinkarnasi melihat tubuh seperti ini kan?" Tanyanya dengan sedikit menggodaku. Eh bukan sedikit, tapi banget.
"Kau ini kenapa sih?! Kelainan?!" Tanyaku dengan niat membuat Tifa sakit hati supaya berhenti menggodaku. Tiba-tiba aku melihat pergelangan tangan kirinya. Terdapat sebuah tato yang kalau tidak salah sama seperti yang dimiliki oleh dewi sialan itu. Jangan-jangan, karena ini kami bisa saling memahami bahasa satu sama lain dan yang membuat Tifa menjadi seperti tergila-gila kepadaku?!
"Baiklah, bisakah kita sudahi ini? Bukankah kau seharusnya membuka kafemu?" Tanyaku dengan berkeringat dingin.
"Ya, ampun. Ya sudah, Jika kau masih belum berani maka mau bagaimana lagi. Ayo kita sarapan." Kata Tifa beranjak dari kasur dan mulai mengucir rambutnya. Ya ampun, se-mengerikan itu kah? Jadi kekuatan dari penguasaan mutlak?
Tifa kemudian memanggang daging dan baunya yang harum sampai membuatku tanpa sadar meneteskan air liur. Tifa juga memasak bubur gandum dengan topping strawberry. Tifa menyerahkan 2 potong daging ukuran sedang untukku dengan minum air putih biasa. Kami menyantap sarapan dengan lahap. Jujur saja di dunia, masih sedikit yang kutahu. Seperti kenapa para Kardinal gereja mewajibkan pengikut dan para warga untuk memburu anjing hutan berwarna putih?
Dan ada berapa ras yang memiliki kecerdasan yang sama dengan manusia? Dan Tifa ini termasuk ras apa? Terlalu banyak yang ingin ku tanyakan.
"Tifa, apakah memiliki telinga runcing seperti itu sudah dianggap wajar dengan manusia?" Akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya.
"Huh? Apakah di dunia asalmu tidak ada ras elf?" Tanyanya kembali. Jangan tanya kembali kepadaku!
"Tidak." Jawabku singkat melanjutkan kesibukan mengunyah daging.
"Ras Elf adalah ras peri. Salah satu cirinya adalah telinga runcing ini. Selain Elf ada juga ras yang hidup berdampingan dengan manusia seperti Dari Elf, Dwarf, Lizzardman, dan Beastman. Kau sudah bertemu dengan Reina kan? Dia termasuk salah satu ras Beastman. Ciri-ciri mereka memiliki telinga sepertj binatang dan memiliki ekor seperti binatang juga." Jelas Tifa. Oh jadi begitu. Meskipun aku belum pernah melihat ras seperti Dari Elf, Lizzardman, dan Dwarf yah nanti juga bakal tahu sendiri.
"Dan aku cukup takjub nya, disini juga sihir. Aku seolah baru saja masuk ke dalam cerita fantasi." Gumamku. Tifa yang mendengarnya begitu heran dan melihatku seolah aku ini adalah emas yang berkilau dan bernilai.
"Di duniamu yang dulu juga tidak ada sihir juga?" Kini giliran Tifa yang bertanya kepadaku.
"Tidak ada. Di duniaku, tidak ada Elf, Dari elf, Dwarf, Lizzardman, Beastman, atau pun sihir. Disana ras yang superior adalah manusia. Tidak ada istilah petualang yang menjelajahi dungeon untuk membunuh para monster-monster." Jelasku. Tifa yang mendengarnya begitu takjub dan tertarik mendengar ceritaku.
"Wah, berarti cukup damai juga di sana?" Tanyanya penasaran.
"Yah, tidak sepenuhnya sih. Terkadang beberapa negara melakukan peperangan untuk mengurangi populasi manusia yang berlebih. Disana tidak sama seperti disini yang dimana kalau mencari makanan kalian bisa pergi ke hutan untuk berburu maupun mencari sayuran. Di duniaku, hanya orang pedalaman yang bisa seperti itu." Mendengar ceritaku membuat Tifa merasa bersalah. Itu terlihat dari wajahnya. Yah, selama kau masih hidup pasti selalu saja ada kekurangan.
"Oh, maaf." Ujarnya dengan nada menyesal.
"Ah tidak apa-apa. Lagipula aku juga tidak bisa ke dunia asalku lagi. Karena aku yang disana sudah mati sehingga aku di reinkarnasi ke dunia." Jelasku.
"Apakah kau meninggalkan keluarga di dunia asalmu?" Tanya Tifa.
"Tidak ada kok. Satu-satunya keluargaku adalah ibuku yang meninggal beberapa bulan lalu." Jawabku.
"Begitu ya, maafkan aku." Tifa pun berdiri dan mulai memberesi peralatan makan kami.
"Tidak apa-apa." Jawabku untuk mencoba membuat Tifa tidak merasa bersalah. Tiba-tiba aku teringat sesuatu.
"Eh Tifa, bolehkah aku bertanya satu hal?" Tanyaku. Mungkin ini juga berkaitan dengan para dewa. Karena yang membuat peraturan adalah pemuka agama.
"Kau ingin tanya apa?" Ujar Tifa.
"Kenapa anjing hutan berwarna putih begitu dibenci oleh Kardinal gereja?" Tanyaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments