Ini pertama kalinya aku bersyukur di dunia ini. Aku tidak di ganggu oleh dewa manapun dalam mimpiku, tidurku juga cukup pulas dan nyenyak, ditambah lagi teman tidurku adalah majikanku yg super cantik, seksi, dan manis yang punya kebiasaan tidur telanjang. Benar-benar mantap.
Jika dilihat dari kondisi dan tingkat keterangan cahaya mataharinya, mungkin sekarang sudah jam 06.00 pagi. Tifa masih tertidur pulas memelukku seperti memeluk guling.
Jujur saja rasanya nikmat. Kalau aku sekarang ini berwujud manusia aku sudah jelas sudah melakukan hal yang mantap-mantap kepadanya.
Tapi semenjak aku mendapatkan tubuh anjing hutan dari dewi brengsek itu aku menjadi memiliki otot, kelenturan, dan kelincahan seperti anjing hutan pada umumnya. Aku dapat dengan mudah melepas dekapan Tifa meskipun tubuhnya lebih besar dariku. Aku pun menjilati wajahnya untuk membangunkannya. Wah serasa kayak suami-istri memberikan ciuman selamat pagi.
"Hmm, Kit?" Tifa mencoba membuka matanya yang masih mengantuk. Tangannya mendorong-dorong moncong ku dari wajahnya.
"Guk!" (Ayo bangun Tifa. Sudah pagi.) Kataku. Tifa pun mengambil posisi duduk dan berusaha untuk mengumpulkan nyawa dari tidurnya yang pulas. Rambutnya mirip seperti jerami yang di jemur, benar-benar berantakan.
Tifa pun menggosok wajahnya untuk mendapatkan kesegaran dan membersihkan wajah dan matanya.
Tifa pun beranjak dari tempat tidur dan menuju ke kamar mandi dengan kondisi telanjang. Mungkin untuk cuci muka dan gosok gigi.
Aku pun berjalan memanjat ke jendela terdekat. Aku melihat suasana pagi ala abad pertengahan. Embun pagi membuat hawa pagi semakin terasa dan sejuk alih-alih dingin. Tiba-tiba aku terpikirkan oleh perkataan Athena mengenai imbalanku jika aku bisa menyelamatkan dunia ini. Aku bahkan sampai heran sendiri. Bagaimana seekor anjing menyelamatkan dunia bahkan dia sendiri saja tidak bisa selamat dari keracunan makanan tanpa bantuan seorang gadis?
Tapi melihat kondisiku sekarang aku sudah tidak peduli lagi soal itu. Aku punya Tifa sekarang. Aku mendapatkan kasih sayang, perhatian, dan pemeliharaan darinya walaupun sebagai seekor anjing. Tapi itu tidak masalah. Menjalani hidup tenang lebih enak rasanya dibandingkan rasa bangga menjadi seseorang pahlawan dunia.
"Ya ampun Kit!!" Teriak Tifa dari belakang yang hampir saja membuat jantung dan tubuhku anjlok.
"Guk!" (Apa?! Lagi menikmati angin pagi nih) Kataku sedikit kesal. Tifa mendatangiku dengan wajah sebal. Dia pun menurunkanku ke lantai.
"Ya ampun, jangan sampai kau dilihat dari luar. Anjing putih akan dibunuh atau diserahkan oleh Gereja." Kata Tifa dengan tubuhnya yang dibalut menggunakan handuk. Oh iya brengsek!!! Aku lupa!!! Yah meskipun mendapat kehidupan yang tenang tapi tetap ada saja sisi cacatnya. Yah, namanya saja "dunia", tidak pernah jauh dari kata cacat dan kefanaan.
Cacing diperutku berbunyi. Tifa sepertinya menyadari suara itu kemudian menoleh ke arahku.
" Kau lapar Kit? Tunggu sebentar ya." Katanya. Aku pun menuruti kata Tifa. Tifa mengambil sebuah mangkuk kecil dari lemari kayu yang menurutku kalau dijual di duniaku bakal laku mahal karena terlihat sangat antik. Aku ingat mangkuk itu. Mangkuk itu adalah mangkuk pertama yang digunakan untuk memberiku susu. Tifa awalnya hanya memberi susu tapi dia menambahkan semacam sereal ke dalam mangkuk.
"Ini. Pastikan kau menghabiskannya. Aku akan ganti pakaian." Aku pun tanpa menunggu melahap sarapanku. Wah aku baru sadar kalau rasanya seenak ini.
"Oh iya, Kit. Untuk sementara ini kau jangan keluar dari kamar ya. Akan menjadi situasi rumit jika kau terlihat di depan umum. Aku akan membeli beberapa potion untuk mengganti warna bulumu." Kata Tifa. Aku menoleh ke arahnya. Rambutnya dikucir panjang seperti ekor kuda, memakai dress berwarna putih dengan mantel hijau berekor, pinggang Tifa juga diikat dengan sabuk kulit berwarna cokelat di samping pinggang kanannya terdapat sebuah pedang yang mirip seperti katana. Tifa juga menggunakan stoking putih dan sepatu boot berwarna cokelat.
Dia nampak cantik. Tapi tunggu!!!
Ngapain bawa pedang buat membuka kafe?!! Dengan cepat kuhalangi jalan Tifa sebelum mencapai daun pintu.
"Guk!" (Kau ngapain bawa pedang buat buka kafe?! Kau mau kemana?) Tanyaku yang sebenarnya tidak berguna.
" Aku janji akan memberikanmu kalung yang bagus jadi... " Saat mencoba melangkahiku aku menghalangi kakinya. Tifa mencoba ke sisi yang lain tapi aku segera menghalanginya juga. Semkin lama semakin cepat. Kami lebih mirip orang yang berolahraga side by side daripada saling menghalangi.
"Agh! keras kepala banget sih! " Kata Tifa dengan sebal. Aku akan tetap menghalanginya sampai aku mendapat jawaban yang memuaskan.
"Guk! Guk!" (Makanya jawab pertanyaanku ! ) Kataku.
Tifa pun memegangi dagunya sedang mencari cara agar bisa melangkahi ku. Tiba-tiba wajahnya mengeluarkan ekspresi jahil.
"Kepada dewi kami berdoa, jadikan hamba-Mu ini mencapai ketenangan yang hakiki : sleep." Katanya setelah merapal kalimat itu. Aku tiba-tiba aku merasa mengantuk. Padahal ini masih pagi. Aku bahkan hampir terjatuh ke lantai tapi aku menahan tubuhku untuk tidak jatuh. Ya ampun, rasanya bahkan lebih buruk daripada habis meminum 5 botol bir dalam satu malam.
Jangan! .... Jangan!.... Aku bilang jangan mengantuk!!!! Tiba-tiba aku segar kembali seperti semula. Tifa yang melihatku bisa terbebas dari sihirnya sampai mundur beberapa langkah entah karena terkejut atau heran. Keduanya sama saja.
"Mustahil..... padahal aku ini tingkat master dalam sebagai magic sword woman. Dan kau bisa mematahkan sihirku.... Apakah kau ini.... Makhluk Surgawi, Kit?" Aku tidak paham apa yang digumamkan Tifa. Tapi yang jelas aku bisa lolos dari sihirnya adalah suatu hal yang tidak wajar.
Tifa dengan perlahan mengeluarkan plat putih yang pernah dia beri tahu kepadaku. Tifa menarik satu kartu dari slot kartu tersebut. Meskipun Ares dan Athena sudah menjelaskan beberapa gimmick item kepadaku tapi tetap saja masih terlalu global sampai-sampai aku tidak paham apa yang mereka maksud.
Tifa pun mengarahkan kartunya kepadaku. Di pojok atas kartu itu tertulis "Contract". dibawah tulisan contract terdapat background putih pucat kosong. Di background tersebut muncul cahaya yang menyilaukan mata. Tapi dengan cepat Tifa membalik kartunya sehingga cahayanya meredup.
Tifa melihat kartu itu dengan panik. Kemudian wajah lega pun terlihat kembali diwajahnya.
" Syukurlah." Gumamnya. Apanya yang syukurlah?!!! Kau hampir membuat mataku terbakar!!!
Plat putih itu pun dia letakkan kembali ke kantungnya. Tiba-tiba terdengar suara pintu yang dibanting dengan sangat keras bahkan sampai daun pintunya menamparku ke arah dinding dengan sangat keras.
"Tifa, kenapa kau belum membuka pintumu?! Kita hampir terlambat tahu! Ayo cepat, Anggota Raid sudah menunggu kita." Kata dari suara yang sangat familiar. Brengsek emang si Reina! Mentang-mentang dia bisa banting pintu....
"Ahh... maaf. Aku hanya.... ah lupakan. Ayo." Kata Tifa sambil melambaikan tangan kearahku dengan gerakan samar agar tidak tidak diketahui oleh Reina. Mereka berdua pun keluar dari kamar meninggalkanku dengan tubuhku yang masih menempel di dinding kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments