Selain kebodohan menjilati dewi brengsek itu seperti orang gila, kebodohan keduaku yang malunya bikin pengen mati adalah tanpa sengaja memberi jalan para monster berkepala kambing untuk memburu para petualang rombongan Tifa menjadi samsak daging berjalan.
Aku tidak menyangka akan semeriah ini. Para monster berkepala kambing itu tidak ada habisnya menyerbu para petualang. Aku dengan segera mengendus bau Tifa. Dengan jeli mataku menyapu seluruh isi ruangan. Dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah.
Akhirnya aku menemukan sosok Tifa yang berada di dekat monster antelop raksasa berbulu putih yang kalau diukur mungkin besarnya sebesar truk pengaduk semen di duniaku. Aku tidak tahu apa yang dipikirkan Tifa sampai dia mau cara mati seperti itu. Dengan segera, aku berlari menuju ke tempat Tifa.
Meskipun makhluk hitam yang selalu bersamamu selalu mengikutiku tapi sepertinya dia tidak bisa dilihat oleh siapapun selain aku. Karena terlalu ramai aku pun menggonggong untuk memerintahkan makhluk hitamku.
"Guk! Guk!" (Beri aku jalan! Minggir semuanya!) Dengan sigap makhluk hitamku menjulurkan kedua tangannya. Dikedua tangannya tapi perban putih dan kawan-kawan berkarat juga ikut terjulur hingga menuju ke tempat Tifa. Kemudian makhluk hitamku mengibaskan kedua tangannya dengan sangat kencang sehingga membuat para monster kambing dan para petualang yang menghalangi menjadi terpental. Jalanku kini benar-benar luas sekarang.
Aku melihat Tifa mengeluarkan plat putihnya. Dari plat putihnya ditarik lah sebuah kartu yang sama yang pernah dia arahkan kepadaku. Kartu kontrak. Sekarang aku paham kenapa Tifa tidak jadi menghadapkan kartu kontrak nya kepadaku. Jika itu terjadi maka aku akan menjadi Monster kontrak dari Vessel miliknya.
Tidak Tifa! Kau tidak perlu sampai membuat kontrak dengan monster antelop, itu untuk menghentikan kerusuhan ini! Aku tidak ingin kehidupan damai Tifa menjadi terganggu hanya karena takdirnya sebagai seorang Vessel. Aku tidak ingin itu. Jadi tolong jangan membuat kontrak dengan monster itu. Tapi cahaya di kartu Tifa sudah semakin terang, sehingga membuatku kesulitan untuk melihat. Tapi jarak kami sudah tinggal 3 meter lagi. Karena kurasa tidak akan sempat maka aku melompat.
"GUK! " (Jangan Tifa!!!!) Dengan spontan aku menggigit tangan kiri Tifa hingga kami berdua terjatuh. Tapi posisi macam apa ini?! Aku berada tepat di atas sedangkan Tifa berada di posisi terlentang. Butuh beberapa detik supaya Tifa bisa menelaah apa yang terjadi sebenarnya.
"Ki-Kit?! Kenapa kau ada disini?" Tanya Tifa kepadaku. Dia bisa menyadarinya kalau itu aku karena leherku berhiaskan syal yang ia ikat padaku. Karena menjawabnya dengan golongan adalah hal yang sia-sia maka aku hanya diam. Lalu aku melihat kartu kontrak di tangan kiri Tifa. Tidak, tidak, tidak, tidak, Tidak! Tidak! Tidak!!! Aku terlambat. Kartu kontraknya sudah berubah menjadi kartu Summon Order dengan gambar monster antelop yang sama seperti yang ada di hadapan kami. Aku sempat melihat nama monster itu melalui kartu Tifa. Wildrider.
"Kit! Aduh! Kau menggigit ku!" Keluh Tifa. Aku baru sadar kalau aku menggigit tangan kirinya bahkan sampai berdarah. Aku segera melepaskan gigitan ku dan turun dari tubuh Tifa. Melihat sang keadaan semakin runyam, aku menggonggong untuk memerintahkan monster itu untuk pergi.
"Guk!" (Pergilah! Jangan ganggu para petualang disini!) Bentak ku. Wildrider pun menurutiku dengan sangat mudah dan ber lari menuju ke sebuah dimensi portal yang muncul di belakangnya.
"Kau bisa mengendalikannya?" Tanya Tifa masih terkejut.
"Guk! Guk!" (Para kroco! lebih baik kalian segera pergi mengikuti pemimpin sebelum aku membunuh kalian! Cepat!) Perintahku kepada para monster berkepala kambing itu untuk enyah. Mereka perlahan berlari menuju ke portal-portal yang entah darimana munculnya. Selama mereka satu per satu masuk ke portal. Aku dengan rasa kecewa meninggalkan Tifa dan ikut berlari ke dalam salah satu portal terdekat.
...****************...
Tifa dan para petualang yang lain setelah itu keluar dari dungeon itu. Entah kenapa setelah para monster pergi dari pengepungan mereka portal kembali terbuka. Para petualang yang selamat segera mendapatkan perawatan dari para healer dan para ahli medis.
Tifa yang biasanya ramah menjadi suka melamun semenjak pertemuannya yang tidak terduga nya dengan Kit di dungeon tadi. Setelah menceritakan kondisi yang terjadi di dungeon kepada para kardinal, Reina menghampiri Tifa yang sedang memasang perban di tangan kirinya.
"Ada apa? Dari tadi kau hanya membisu. Ini bukan pertama kalinya kan kau melihat pembantaian dalam Raid kan?" Tanya Reina menghampiri Tifa yang masih dengan wajah melamun. Bullet yang sedang mengisi dan mengecek peralatannya juga berjalan ke arah Tifa.
"Ini pertama kalinya gerbang portal bisa terbuka kembali meskipun monster dungeon tersebut belum dikalahkan. Apakah kau ada petunjuk, Tifa? Kau yang paling dekat dengan Boss monsternya tadi." Tanya Bullet. Tifa hanya menjawab dengan celengan kepala.
"Jika sudah begini, aku harus melaporkan ini kepada pemimpin dulu. Kita harus mengulang kembali pengintaian kita agar kita bisa mengetahui lokasi Dungeon Break sebelum guild petualang dan pihak gereja mengetahuinya duluan." Kata Bullet.
"Itu sangat melelahkan. Tapi mau bagaimana lagi. Kita harus mengulanginya lagi dari awal." kata Reina sambil berkacak pinggang dengan lemas.
"Kalau begitu aku duluan. Tetaplah berkabar." Kata Bullet meninggalkan Tifa dan Reina.
"Kau tidak ikut pesta? Ini kejadian langka loh kita bisa keluar dungeon tanpa harus mengalahkan boss monster." Tanya Reina.
"Kau ini bodoh ya. Aku ini penumpang gelap di raid ini. Sampai jumpa." Kata Bullet memperbaiki posisi topi koboinya. Berpaling dan pergi.
Melihat kondisi Tifa yang sepertinya ingin sendiri membuat Reina mengambil inisiatif.
"Kalau kau punya sesuatu yang ingin kau keluhkan, kau bisa meminta tolong kepadaku. Akan kudengarkan apa yang kau keluhkan. Sampai jumpa." Kata Reina berjalan menjauh.
Tifa dengan murung pun juga berjalan pergi menuju kafenya. Seharian ini kafenya tidak dibuka karena partisipasinya dalam Raid barusan. Tifa masih saja kepikiran dari kejadian dimana dia bisa bertemu dengan Kit saat itu.
"Bagaimana bisa? Kit seharusnya berada di kamarku. Tapi....! Tunggu! " Dengan cepat Tifa membuka pintu kafenya. Benar. Sangat janggal. Bahkan pintu kafenya terkunci rapat. Tifa kemudian membuka gembok yang ada di pintu depan Kafenya.
"Yo, nak Tifa. Kenapa seharian ini kafenya kau tutup?" Kata salah satu orang yang lewat. Tifa tidak mengenalnya tapi Tifa sering melihat wajahnya di kedai Kafenya. Mungkin dia adalah salah satu langganan kafenya.
"Ah, aku baru saja pulang dari Raid. Cukup beruntung bisa pulang kemari lagi. Akan kubuka kafenya besok." Kata Tifa berusaha untuk tersenyum.
"Begitu ya. Aku akan menantikannya. Sampai jumpa." Kata orang itu pergi melambaikan tangannya kepada Tifa. Mengetahui siapa Tifa yang sebenarnya membuatnya enggan untuk menjawab lambaian tangan orang itu.
Setelah memasuki Kafe. Tifa menyalakan beberapa lampu sehingga ada penerangan ketika malam hari. Ketika ingin melangkah menuju kamar, Tifa merasa seperti gugup, bukan gugup. Lebih ke rasa takut. Terakhir kali dia merasakan adrenalin seperti ini adalah ketika Dragon Task menjajah dan membantai kota kelahiran Tifa.
...****************...
Ketika Tifa membuka pintu, aku mencoba menghantam nya karena saking kesalnya dia terlambat untuk menyelamatkan Tifa dari takdirnya menjadi salah satu dari Vessel yang ada di Dominion ini.
"Kenapa kau membuat kontrak dengan monster itu?!!" Tanyaku dengan marah sambil memukulinya menggunakan cap kakiku yang kesannya lebih seperti meminta bermain.
"Karena aku tidak ada pilihan lain. Jika tidak semua orang akan mati. Sudah lah hentikan. Kau pasti lapar kan? Akan ku ambilkan susu untukmu." Jawabnya. Tiba-tiba Tifa melotot seolah terkejut dan aku juga merasakan hal yang sama.
"Eh? " Kata Tifa.
"Eh? " Kataku.
"Waaaaaaaaa!!!! Bagaimana kau bisa paham bahasaku?!!! "
"Waaaaaaaa!!!!! Bagaimana aku bisa paham bahasamu?!!!! "
Kata kami secara bersamaan.
"Eh
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments