Hartawan segera mendatangkan dokter untuk Tejo, sementara Tejo terus memegangi kepalanya yang teramat sakit itu, hingga akhirnya Tejo tidak sadarkan diri. Tentu saja Hartawan sangat kebingungan, Hartawan pun segera menelepon asisten pribadi Alvaro, Bowo, yang saat itu sedang menangani dan mewakili Alvaro untuk keluar kota, mengingat Alvaro belum ditemukan, karena sekarang sang putra sudah ditemukan. Maka Hartawan memanggil kembali Bowo, untuk membantu sang putra memulihkan ingatannya.
Sementara itu, Andre dan yang lainnya. Tidak diperbolehkan untuk masuk ke dalam kamar Alvaro, kecuali Hartawan dan seorang dokter yang sudah didatangkan khusus untuk memeriksa kondisi Alvaro. Hartawan dengan segera mempersilahkan dokter itu masuk untuk memeriksa keadaan Alvaro.
Andre yang saat itu ingin juga penasaran dengan kondisi sepupunya, Ia memaksa untuk masuk. Namun, penjaga tetap tidak mempersilahkan Andre.
"Maaf, Tuan Andre! Sesuai perintah, Anda tidak bisa masuk ke dalam!" ucap bodyguard tersebut.
"Brengsek! Semoga saja Alvaro masih terus lupa ingatan, Aku berharap dia tidak bisa Ingat apa-apa lagi." batin pria itu dengan tatapan sinisnya.
*
*
*
Setelah dua Minggu lebih setelah kejadian hilangnya Mas Tejo dari rumah, Aku menjadi lebih pendiam, Aku malas untuk makan, dan kini Aku lebih suka menyendiri memikirkan bagaimana keadaan Mas Tejo, tentunya ada rasa sedih dan kecewa, apakah Mas Tejo sudah melupakan Aku.
Hingga suatu hari Pardi datang menghampiriku yang sedang berada di warung, Ia berusaha menghasut ku agar membenci Mas Tejo dengan mencoba memfitnah Mas Tejo.
"Nur! Sudah, kamu ndak usah bersedih, ngapain juga kamu mikirin Tejo, palingan dia sekarang sudah bersenang-senang dengan perempuan lain, mbok ya kamu lupakan saja, dia nggak bakalan balik lagi sama Kamu!" ucap Pardi.
"Kamu ndak usah ikut campur urusanku, tahu apa kamu tentang Mas Tejo, mending kamu pulang sana! Aku males liat muka kamu, pingin muntah saja!" ucapku yang nyatanya jika melihat wajah Pardi, perutku tiba-tiba mual dan ingin muntah.
"Loh, piye toh kamu, Nur! Wajahku udah ganteng gini, masa kamu pingin muntah ngelihatnya." jawab Pardi sembari merapikan rambutnya.
Aku juga nggak ngerti, semakin Aku melihat wajah Pardi, rasa mual ku semakin tak tertahankan, Aku pun segera berlari ke belakang dan memuntahkan isi dalam perutku.
"Loh loh Nur! Kamu kenapa?" Pardi tampak bingung melihat ku yang sedang berlari terburu-buru, sementara itu si Mbok yang kebetulan ikut ke Warkop, juga ikut terkejut melihat ku yang tiba-tiba muntah.
"Nur! Kamu kenapa toh? Duh Gusti! Kamu muntah-muntah gitu, opo jangan-jangan kamu hamil?" seketika Aku lemas saat si Mbok mengatakan hal itu, Aku hamil! Ah ya Tuhan, apa benar Aku hamil! Ini sungguh membuatku semakin sedih, bagaimana bisa Mas Tejo pergi hanya meninggalkan benihnya dalam rahimku di saat aku sedang membutuhkannya. Mas Tejo! Kamu dimana, Mas?
Tentu saja Pardi semakin terkejut mendengar berita tentang kehamilanku, tapi Ia tak putus asa untuk semakin mendekatiku, "Nur! Lebih baik kamu menikah saja sama Aku, anak itu butuh seorang Ayah, opo kamu ndak kasihan sama bayi itu? Aku nggak apa-apa kok jadi Ayah nya, piye Nur?" kata Pardi yang semakin membuat ku semakin eneg melihatnya.
"Udah lah! Kamu sebaiknya pergi saja, biar Aku sendiri yang merawat anakku, ini bayi kami berdua. bayi ini adalah tanda cinta kami, bayi ini yang akan membawaku kepada Mas Tejo, karena Aku yakin suatu hari nanti, Aku pasti akan bertemu dengannya." ucapku kepada Pardi yang masih saja mengharapkan Aku menjadi istrinya.
"Tapi, Nur! Jika bayi itu menjadi anakku, dia tidak akan kekurangan apapun, kamu jangan khawatir, Aku pasti akan membahagiakan kalian berdua." ucapnya yang terus memaksaku untuk menjadi istrinya.
"Maaf, Aku tetap tidak bisa, Aku dan Mas Tejo pasti bertemu kembali, udahlah Pardi! Mbok ya kamu pulang saja sana! Aku semakin pusing melihat mu disini, dah pergi sana!" kataku kepada Pardi yang terus saja mengejar-ngejar diriku. Hingga tak sengaja Aku mendengar Pardi berkata, "Nggak bakalan kamu bisa bertemu lagi dengan Tejo, orang Tejo pasti sudah ingat semuanya dan Dia sudah kembali sama keluarganya."
Tentu saja Aku sangat terkejut bagaimana bisa Pardi tahu kalau Mas Tejo itu hilang ingatan.
"Opo maksudmu, Par! Oh ... jangan-jangan hilangnya Mas Tejo itu adalah gara-gara kamu, iya? Ngaku saja kamu!" kataku yang mulai curiga dengan kata Pardi.
"Ngawur ae kamu, Aku memang ndak suka sama Tejo, tapi bukan berarti Aku juga yang menyebabkan hilangnya Tejo, Yo wis lah, Aku pulang, males kalau disini ternyata Aku difitnah, dah ratapi sendiri nasibmu, Nur! Nggak mau disenengin, yo wis!" katanya sembari pergi meninggalkan warung kami. Aku pun semakin senang Pardi pergi, dengan begitu perutku terasa tidak mual lagi.
"Mas Tejo, seandainya saja kamu tahu, sekarang Aku mengandung anak kita, sekarang kamu dimana, Mas?"
Aku menikmati kehamilan ku ditemani Bapak dan si Mbok, setiap hari mereka lah yang menyemangati ku, "Nur! Bapak yakin sekali suatu hari nanti, kamu pasti mendapatkan kebahagiaan, anak ini akan menjadi pemersatu kedua orang tuanya. Mungkin sekarang Tejo pasti juga sangat merindukanmu, tetaplah berdoa kepada Gusti Pangeran, semoga kamu dan Tejo bisa bertemu kembali." kata bapak yang terus memberikan semangat untukku.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Kini usia kandungan ku sudah sembilan bulan, hingga akhirnya Aku merasakan perutku yang terasa begitu sakit, si Mbok bilang, Aku akan melahirkan, hari itu juga si Mbok memanggil dukun bayi ke rumah. Dalam waktu yang tidak lama, Aku melahirkan bayi laki-laki yang sangat tampan, Aku sangat bahagia sekali. Kulihat wajah bayiku yang sangat mirip sekali dengan Mas Tejo, kulitnya putih seperti Ayahnya, rambutnya bahkan bola matanya yang berwarna biru, sungguh dia Poto kopi Mas Tejo.
"Bayimu mirip sekali dengan Tejo, lihatlah Pakne! Cucu kita tampan sekali, duh cah ganteng!" kata si Mbok saat menggendong bayi ku, yang kuberi nama Evano, yang berarti Anugerah Tuhan yang paling indah.
Aku asuh anakku dalam kesederhanaan, Ia tumbuh menjadi anak yang mandiri, sesekali ku lihat wajahnya yang begitu mirip sekali dengan Mas Tejo, hingga diusianya yang ke lima. Ia tiba-tiba menanyakan tentang siapa Ayahnya.
"Bu! Evan Mau tanya?" katanya yang tiba-tiba mendekati ku sembari menyandarkan kepalanya pada punggungku.
"Evan! Mau tanya apa sama Ibu, hmm?"
"Kata teman-teman, Evan tidak mempunyai Ayah, Ayah Evan dimana, Bu? Evan pingin ketemu." sungguh terasa sesak dada ini saat anakku bertanya tentang Ayahnya.
"Hmm ... suatu hari nanti, Evan pasti bertemu dengan Ayah, sekarang Ayah Evan sedang berada jauh, belum waktunya pulang. Lebih baik Evan bobo, ya! Ini sudah malam." bujukku pada Evan agar tidak bertanya lagi tentang Ayahnya.
Anak itu begitu penurut, Ia pun mengikuti perintah ku, Evan beranjak tidur dan seperti biasa, anak itu selalu mencium pipiku dan berkata, "Ibu jangan sedih, ya! Suatu hari nanti kita pasti bisa berkumpul lagi, Ayah, Ibu dan Aku, muach!"
Duh Gusti! Aku tidak bisa membendung air mata ini, dia masih sangat kecil untuk menerima kenyataan ini, sungguh selama lima tahun Aku memendam kesedihan kehilangan Mas Tejo. Hingga terfikir kan olehku untuk merantau pergi dari Desa, agar bayangan Mas Tejo tidak menghantui pikiranku lagi, Aku akan membuka lembaran baru di kota.
"Nur! Kamu yakin Ingin pergi ke kota? Di kota itu tempatnya luas loh, Nur!" kata bapak saat Aku meminta izin untuk merantau ke kota.
"Ndak apa-apa, Pak! Setidaknya Nur bisa melupakan Mas Tejo, Nur akan membawa Evan juga, Nur akan menjadikan Evan seorang yang sukses, Nur tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan ini, Pak!" jawabku.
"Yo wis lah kalau itu keputusan mu, Bapak dan si Mbok hanya bisa berdoa semoga kalian berdua baik-baik saja, dan kamu bisa membuat hidupmu lebih baik. Ini Bapak punya alamat Bibi Rodiah, Adiknya Bapak, kamu bisa datang ke rumahnya, Bibi Rodiah tinggal sama anak perempuannya, dia seorang janda, dia pasti bisa membantumu mencari pekerjaan di sana." kata Bapak sembari memberikan sebuah alamat kepada ku.
Akhirnya selang beberapa hari, Aku dan Evan berpamitan kepada Bapak dan si Mbok. Hari itu juga kami berangkat ke kota.
...BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Dedeh Dian
tuh kan bingung klo dah gini
2022-09-30
0
Momy
pasti Tejo sudah sembuh dr Amnesia nya jd ga mencari Nur
2022-09-28
0
Sony Sondang
jangan" nanti nur bekerja di rumahnya alva....
2022-09-26
0