Aku pun tertawa kecil mendengar pengakuan Mas Tejo, sekali lagi Aku lupa kalau Mas Tejo nggak bakalan ngerti dengan apa yang Aku katakan. Karena bahasa itu adalah bahasa yang biasa ku gunakan sehari-hari.
"Maaf, Mas! Maksudku, Aku memang tidak punya pacar, apa Mas Tejo mau jadi pacarnya Nur? Hehehe nggak mungkin, kan?" kataku sambil cengengesan.
"Jadi pacarmu? Boleh juga, kamu gadis yang cantik, udah gitu pawang nya buaya lagi." jawaban konyol Mas Tejo membuat ku menatap wajahnya serius.
"Apa maksudmu Aku pawangnya buaya?" tanyaku dengan mata yang melotot.
"Lah tadi, kamu bisa bantu lepasin buaya ku yang kecepit dengan mudah." jawabnya sembari tersenyum smirk kepada ku.
Dasar bule somplak, batin ku sambil menahan rasa ingin tertawa. Mas Tejo pun terlihat Senyum-senyum melihat ku yang tampak malu-malu.
Sementara di tempat lain Pardi melihat kemesraan Tejo dan Nur dengan mengeratkan giginya, Ia tak terima jika Nur dekat dengan pria asing.
"Aku ora isoh nek koyo ngene Iki, Nur! Awakmu wis nolak Tresna ku, saiki awakmu nggandeng wong liyo, titenono! Bakal tak balas sesuk." (Aku nggak bisa seperti ini,Nur! Kamu sudah menolak cintaku, sekarang kamu bersama orang lain, ingat! Akan ku balas suatu hari nanti)
Kemudian Pardi pergi dari tempat itu.
*
*
*
Hari berganti hari, kondisi MasTejo kini semakin membaik, luka di kepala dan perutnya berangsur sembuh, Ia sekarang terlihat lebih sehat dan tentu saja kegagahan tubuh pria itu sangat terlihat dengan jelas. Meskipun dirinya memakai kaos oblong dan celana tiga seperempat. Tak bisa dipungkiri Mas Tejo adalah pria yang sempurna. Duh Gusti! Pangeran dari mana yang nyasar ke rumah kami! Sampai sekarang belum ada yang mencari keberadaan Mas Tejo. Namun, Mas Tejo sepertinya mulai nyaman tinggal bersama kami.
Mas Tejo pun sering membantu Bapak berjualan di warkop, Aku dan Mas Tejo setiap hari bertemu di warung, kebersamaan kami berdua membuat Mas Tejo lama-lama akrab dengan diriku, kadang Ia sering curi-curi pandang saat Aku sedang membuat kan kopi pelanggan. Di saat Aku melihatnya, Ia pun pura-pura memalingkan wajahnya.
Hingga suatu hari Mas Tejo mengajakku pergi jalan-jalan, alasannya dia ingin melihat suasana di pedesaan kami.
"Nur! Jalan-jalan yuk!" ajaknya padaku yang saat itu sedang membereskan warung yang mau tutup.
"Jalan-jalan kemana, Mase! Ini udah sore loh, bentar lagi Maghrib." jawabku, mengingat waktu itu menunjukkan pukul setengah lima sore. Setiap sore warung kami tutup karena malam hari obyek wisata di daerah kami sudah tutup.
"Sebentar aja, Nur! Aku pingin ngomong sesuatu sama kamu." katanya sembari menatap wajahku yang imut ini. Entahlah Aku pun mengikuti permintaannya, Aku sendiri begitu senang kala itu, Aku belum pernah merasakan perasaan dag dig dug seperti ini kepada pemuda mana pun di kampung ku, hanya dengan Mas Tejo, Aku merasa begitu malu dan hatiku begitu dag dig dug ketika dia memandangiku.
"Walah Mas Tejo! Kamu ini kok bikin Aku gemetaran gini toh Yo!" batinku sembari mengikuti langkahnya setelah warkop berhasil ku kunci.
Sejenak Mas Tejo berhenti dan menoleh ke arahku, "Ono opo, Mas?" (Ada apa, Mas?) tiba-tiba saja tangan Mas Tejo menggandeng tangan ku dan membawaku berjalan menuju ke suatu tempat.
"Kita mau kemana, Mas?" tanyaku sembari memperhatikan sekeliling, rupanya Mas Tejo membawaku ke wisata air terjun Watu Lumpang, daerah wisata di desaku, Ia terus membawa ku mendekati lokasi air terjun itu. Setelah sampai di sana, Mas Tejo menatapku dalam-dalam. Aku pun dibuat berdegup setengah mati, bagaimana bisa orang asing ini begitu dekat denganku, dan anehnya kenapa Aku juga ingin sekali berada di dekatnya.
"Ngapain Mas Tejo bawa Nur kesini?" tanyaku dengan gugup. Tak disangka tak dinyana, Mas Tejo menjawab pertanyaan ku dengan bahasa yang biasa Aku gunakan. Sembari dirinya berlutut di depan ku, Mas Tejo mengatakan sesuatu yang membuat ku tidak bisa percaya bagaimana bisa pria itu menyatakan perasaannya.
"Nur! Aku tresno karo awakmu! Aku sayang karo awakmu, wiwit pisanan Aku ketemu karo awakmu, Aku wis kesemsem karo awakmu cah ayu!" (Nur! Aku cinta sama kamu! Aku sayang sama kamu, sejak pertama Aku bertemu dengan mu, Aku sudah terkesan melihat dirimu gadis cantik!)
Wow seperti disiram bunga-bunga bermekaran di atas kepala ku, mimpi apa Aku semalam, ditembak Mas Tejo dengan cara seperti itu, ah melelehlah hati Eneng abang, Mas Tejo sukses membuat ku salah tingkah. Ia cepat sekali menguasai bahasa sehari-hari ku, hanya dalam beberapa hari Ia mampu menirukan kebiasaan kami berbahasa Jawa.
"Piye, Nur?" (Bagaimana, Nur?)
"Apanya, Mas?" tanyaku dengan mengerutkan keningku.
"Kamu mau nerima cintaku, nggak?" tanyanya dengan bola mata yang penuh damba. Aku pun tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain menerima cinta dari Mas Tejo, Aku mencintainya bukan karena ketampanannya, tapi karena keuletan nya saat membantu Bapak berjualan, Ia tak sungkan-sungkan menolong Bapak yang sudah sepuh untuk memotong kayu, membawa padi sekarung Ia gendong di pundaknya, belum lagi Ia membantu Bapak benerin atap genteng yang bocor saat hujan tiba, semuanya itu membuat ku semakin kagum dengan sosok Mas Tejo.
Aku mengangguk dan mengiyakan jawaban Mas Tejo, "Iya, Mas! Aku mau nerima cintamu." Mas Tejo begitu senang mendengarkan ucapanku, spontan dia pun memelukku, Aku sungguh terkejut bagaimana mungkin Aku berpelukan dengan seorang pria sementara dia bukan suamiku, apalagi ini di desa yang pastinya orang-orang sekitar akan memandang buruk.
"Makasih, Nur! makasih banget!" Mas Tejo memelukku semakin erat, hingga akhirnya Aku tahu ada tetangga ku yang melihat kami sedang berpelukan, Aku melihat Mbak Sri sedang melihat ke arah kami, Ia terlihat judes saat melihat ku dan Mas Tejo sedang bersama, mengingat Mbak Sri sebenarnya suka sama Mas Tejo. Aku takut saja jika Mbak Sri akan menyebarkan gosip aneh-aneh kepada warga tentang kami berdua.
Semakin hari hubungan kami semakin dekat, kami selalu menghabiskan waktu bersama, bercanda gurau bersama Mas Tejo membuat ku sangat bahagia. Hingga suatu ketika Bapak memberi wejangan kepada kami berdua. Aku dan Mas Tejo diberi nasehat sama Bapak.
"Bapak! Ada apa Bapak memanggil kami?" tanya Mas Tejo kepada Bapak yang terlihat serius saat itu.
"Nur! Tejo! Bapak lihat, kalian berdua ini semakin akrab saja, Bapak khawatir jika para tetangga memandang buruk kepada kalian berdua. Jadi, bapak memutuskan untuk menikahkan kalian berdua, supaya tidak timbul fitnah, apalagi Nur adalah anak bapak satu-satunya." kata bapak.
...BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Barie Ghodur hb.
pak, pkirn kedpn jika suatu saat ingtn tejo kembli gmn? lbh parhnya lgi tejo lupa sm nur bpk jg ibu? ingt pak tejo itu lupa ingtn lho!🤔🤔🤔
2022-10-25
0
Dewi Purwanti
woalaaahh nur..nur..bule kwi pancen somplak seneng e golek kesempatan 🤭😜😜
2022-09-30
0
Jarni Ani
kaya cerita film cina yang bahasa Indonesia nya,, melupakan mu ingat cinta
2022-09-29
0