Tanganku gemetar seolah badanku menggigil kedinginan, pria dihadapanku ini sudah sangat kesakitan, mau tidak mau Aku harus menolongnya untuk melepaskan sesuatu yang terjepit itu.
"Aaarrrggghhh! Cepetan Nur! Oh God!" pria itu terus mengerang kesakitan.
"Aduh Mas Tejo! Ojo teriak-teriak gitu toh, mundak gupuh Aku, Mas!" (Aduh Mas Tejo! Jangan teriak-teriak gitu, dong, tambah panik Aku, Mas!)
Aku mencoba menenangkan Mas Tejo, Ku tuntun dia untuk keluar dari bilik kecil itu. Namun rupanya Mas Tejo tidak tahan lagi menahan rasa sakit itu, belum lagi luka di perutnya yang masih belum kering benar.
"Ayo mulih, Mas!" (Ayo pulang, Mas?) kataku kepadanya, rupanya Mas Tejo tidak mengerti dengan bahasa yang Aku gunakan.
"Ngomong apa sih kamu, Nur! Aku nggak ngerti!" tanyanya sambil meringis kesakitan. Aku pun menepuk jidatku, Aku lupa jika Mas Tejo bukanlah orang sini. Mana mungkin dia ngerti yang Aku omongin.
"Ayo kita pulang, Mas! Nanti Aku minta tolong Bapak biar bisa bantu kamu." kataku sembari memapah jalannya.
"Nggak bisa Nur! Aku nggak bisa jalan. Udah! Kamu saja yang bantuin, nggak apa-apa Aku ijinkan, lagipula ini juga darurat, nggak mungkin lah Aku jual mahal sama kamu, bisa-bisa tambah sakit nih, Aku nggak tahan!" katanya sembari menahan tanganku. Aku pun semakin panik waktu itu, bagaimana mungkin Aku bisa menyentuh sesuatu yang tidak mungkin Aku lihat, sesuatu yang paling pribadi dari pria yang datang entah dari mana.
"Ta-tapi, Mas! A-aku takut!" ucapku dengan keringat dingin yang mulai mengucur dari atas kepala ku.
"Nggak usah takut! Nggak jelek kok! Lagipula Aku sudah sunat, jadi nggak jelek-jelek amat." Aku dibuat hampir gila dengan pengakuan bule itu, bagaimana bisa dia berkata seperti itu padaku.
"Kamu tuh ngomong opo toh, Mas! Ono-ono wae!" (Kamu tuh bicara apa sih, Mas! Ada-ada saja!) kataku sambil melepaskan tanganku dari genggaman tangannya.
"Udahlah Nur! Jangan lama-lama, keburu mati Aku nanti!" Mas Tejo terus memaksaku untuk menolongnya melepaskan rasa tersiksanya. Aku pun tidak punya pilihan lain, ku beranikan diri untuk meraih resleting yang menjepit kulit tipis milik Mas Tejo.
Aku memejamkan mataku saat tanganku mulai menyentuh benda aneh itu, gila! Seperti sebuah setrum yang menjalar ke seluruh tubuh ku, saat ujung jariku mulai menyentuh sesuatu yang paling sensitif milik Mas Tejo.
"Ta-tahan Mas! Maafkan aku!" Aku mulai membuka kedua mataku, aduh si Mbok tolongin anakmu ini, hampir mati Aku saat melihat untuk pertama kalinya kepunyaan seorang pria apalagi dia adalah seorang bule Indo, "Astaga! Benda apakah itu!" sejenak Aku ingat saat tetanggaku pernah bilang, saat Ia pernah kerja di luar negeri, lebih memilih menikah dengan orang luar karena punya orang sana itu lebih besar dan menantang, Aku pun bingung apa yang dimaksud oleh tetangga ku itu. Dan sekarang Aku baru ngeh ternyata ini yang dimaksud saat Aku melihat kepunyaan Mas Tejo.
"Cepet-cepet Nur! Tolongin arrgghhhhhh!"
"Iyo Yo Mas! Ojo teriak-teriak toh! Mengko weruh tanggane!" (Iya ya Mas! Jangan teriak-teriak dong! Nanti ketahuan tetangga!) Aku menyuruh Mas Tejo untuk tidak berteriak, agar tidak ada tetangga yang mengetahuinya, jika mereka tahu pasti Aku dan Mas Tejo disangka berbuat mesum.
"Tahan ya, Mas! Aku coba melepaskannya pelan-pelan!" Aku mulai melepaskan ritz itu dari kulit tipis milik Mas Tejo, tentu saja ekspresi wajah Mas Tejo merah padam menahan rasa sakit yang luar biasa. Aku terus berusaha hati-hati agar kulit itu tidak sampai terluka.
"Nuuuuurrrr arrgghhhhhh!"
"Sudah! Sudah terlepas Mas!" Aku segera melepaskan tangan ku dari sana, sementara Mas Tejo terlihat ngos-ngosan, wajahnya dipenuhi oleh keringat yang membasahi wajah tampannya. Aku membalikkan badan ku dan ku cuci tanganku, setelah itu Aku mengajak Mas Tejo untuk kembali ke dalam rumah.
"Ayo kita masuk ke dalam rumah, Mas! Tidak berdarah, kan?" tanyaku dengan gugup.
"Haduh, makasih banyak Nur! Karena bantuanmu Aku bisa terlepas dari resleting sialan ini, untung saja nggak apa-apa, kamu pintar Nur, Aku salut!" mendengar kata-katanya rasanya Aku ingin sekali membenamkan kepalaku di dalam air, dia nggak tahu bagaimana rasanya saat Aku memegang sesuatu yang terasa kenyal-kenyal itu.
"Iya Mas! Aku juga minta maaf, Aku nggak sengaja ...!" belum selesai Aku menyelesaikan kata-kataku, Mas Tejo sudah mengerti kelanjutan kata-kata itu.
"Nggak apa-apa, lagian Aku juga sudah mengizinkannya, don't worry! Baiklah ayo kita masuk ke dalam rumah, Aku haus banget." ucapnya sembari mengajak untuk pulang.
Aku pun membalikkan badan dan melihat wajah Mas Tejo yang sedang tersenyum kepadaku, tak bisa dipungkiri dia memang laki-laki yang tampan, ya ampun mimpi apa Aku bisa melihat pria setampan ini dihadapan ku.
Aku dan Mas Tejo akhirnya kembali ke rumah, Aku pun masih menuntun Mas Tejo untuk berjalan, sesekali pria itu melirikku, Aku tahu itu. Entah kenapa Aku merasa deg-degan saat pria itu tersenyum lagi kepadaku.
Saat Aku sedang membawa Mas Tejo pulang, tiba-tiba saja ada Pardi, salah satu tetangga ku, rupanya pemuda itu menghadang kami di tengah jalan.
"Siapa dia Nur?" tanyanya padaku sambil memperhatikan Mas Tejo dengan seksama.
"Dia Mas Tejo." jawabku
"Mas Tejo sopo toh Nur? Perasaan Kamu tidak punya saudara yang bernama Tejo, lagipula masa Dia namanya Tejo? Wong Bagus ganteng koyo personel Westlife ngunu." kata Pardi sambil mengerutkan keningnya.
"Bukan urusanmu, minggir Aku mau lewat!" ku usir Pardi dari sana, Aku kurang suka dengan pemuda itu, dia sebenarnya pernah menyatakan perasaannya kepada ku, tapi Aku menolak nya, Aku tidak mencintainya, karena dia pemuda pemalas yang suka mabuk-mabukan, meskipun sebenarnya dia adalah anak seorang Tuan tanah.
Aku pun melewati Pardi yang tampak memperhatikan kami berdua, sepertinya pemuda itu tidak suka dengan kehadiran Mas Tejo di desa kami.
"Siapa laki-laki itu, Nur?" tiba-tiba saja Mas Tejo bertanya hal itu kepadaku, Aku pun menjawab, "Bukan siapa-siapa, Mas! Dia cuma tetangga ku!" kataku sembari tersenyum.
"Ohh tetangga mu, Aku kira pacarmu!" katanya yang membuat ku tertawa kecil.
"Kok kamu malah ketawa?" Mas Tejo heran melihat ku tertawa saat dia bilang Pardi adalah pacarku.
"Aku nggak punya pacar Mase! Aku nggak suka pacaran, mending langsung nikah aja, biar nggak nambah dosa!" Mas Tejo tampak tersenyum mendengar penuturan ku.
"Masa gadis secantik kamu nggak punya pacar?" katanya menggodaku.
"Bener Mas! Aku pancen ora nduwe pacar, opo Mase mau tak jadiin pacar? Gelem opo ora?" (Bener Mas! Aku memang tidak punya pacar, apa Mas mau tak jadiin pacar? Mau apa tidak?)
Tentu saja Mas Tejo garuk-garuk kepalanya karena tidak mengerti apa yang Aku Katakan.
"Hehehe Aku nggak mudeng apa yang kamu katakan?" kata Mas Tejo dengan wajah polosnya.
...BERSAMBUNG...
*
*
*
Nurul Cinta, 19 tahun. Gadis desa yang menolong seorang pria yang ternyata mengalami Amnesia.
Mr. Alvaro, 28 tahun. CEO perusahaan besar yang tiba-tiba menghilang dari rumahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Dyah Oktina
nurul...manis... mas tejo...ganteng.. kla jd pasang ... bakal unik... kurang cocok.. tp uniq...
2023-11-16
0
Aqella Lindi
mas tejo ny ganteng thor
2023-07-19
0
Nila Nila
buaya disentuh gimana rasanya
2022-11-09
0