Malam pengantin yang indah, kini menjadi milikku bersama Mas Tejo, Aku dan Mas Tejo sudah terikat tali pernikahan meskipun hanya sebatas nikah siri. Ku curahkan segalanya untuk Mas Tejo, ku relakan jiwa ini hanya untuk dirinya.
Setelah malam pertama yang indah itu kami lalui, Aku pun memeluk Mas Tejo penuh kebahagiaan, begitu pun dengan dirinya.
"Nur! Aku bahagia sekali malam ini, akhirnya Aku bisa mendapatkan mu seutuhnya, kamu adalah istriku dan selamanya akan tetap seperti itu." kata-kata Mas Tejo yang Ia utarakan begitu lembut.
"Mas! Aku Ojo ditinggal! Aku ora isoh urip tanpo awakmu, Mas!" (Mas! Aku jangan ditinggal! Aku tidak bisa hidup tanpa dirimu, Mas!)
Mas Tejo semakin erat memelukku setelah Aku mengatakan hal itu, dalam dekapannya hati ini terasa begitu nyaman, entahlah apa jadinya jika Mas Tejo pergi meninggalkanku.
Sejenak Aku bertanya kepada Mas Tejo dan menatap dalam-dalam bola mata Mas Tejo yang berwarna biru itu. "Mas! Kalau suatu saat keluarga mu datang dan kamu mengingat semuanya! Apa kamu akan tetap mencintai ku, Mas! Aku takut saja jika kamu lupa sama Aku, Mas?" kataku sembari beranjak duduk.
"Kamu tuh ngomong opo toh, Nur! Yo ndak mungkin lah Aku lupa, semua yang ada dalam dirimu itulah yang akan terus Aku ingat, aroma tubuhmu, hangat nafas dirimu, dan pastinya setiap lekuk tubuhmu bahkan setiap tanda yang ada di kulit mu, tidak akan pernah bisa ku lupakan, karena semua itu sangat berkesan untukku, karena itu adalah milikku sekarang, dari ujung rambut hingga ujung kaki Aku sudah hafal semuanya, termasuk tanda ini!" ucap Mas Tejo sembari menunjuk sebuah tanda lahir di punggung ku, Aku memang memiliki tanda lahir khusus di punggung belakang.
Mas Tejo mengelus punggungku dengan lembut dan menciumi dengan mesra, tentu saja Aku merasa sangat geli sekali, spontan Aku mengangkat dadaku tinggi-tinggi karena tak kuasa menahan rasa geli dari kecupan bibir Mas Tejo pada punggung ku.
"Mas Tejo! Ojo toh, Mas! Keri ...." (Mas Tejo! Jangan dong, Mas! Geli ....)
Dia tidak berhenti melakukannya, justru ciuman Mas Tejo mulai naik keatas tengkuk leherku dan kini dia semakin intens memancingku untuk bergairah lagi.
"Nur! Pisanan maneh, Yo!" (Nur! Sekali lagi, ya!)
"Loh kok maneh, Mas! Opo kamu ndak capek toh, Mas! Iki wis kaping telu loh, Mas!" (Loh kok lagi, Mas! Apa kamu tidak lelah, Mas! Ini sudah tiga kali loh, Mas!) kataku sembari menahan bibir Mas Tejo yang mulai nakal menyusuri setiap inci tubuhku.
"Nggak lah, Nur! Nggak ada capek jika melihat kemolekan istriku, Aku sudah kecanduan tubuhmu, Nur!"
Lagi-lagi, Mas Tejo dan Aku menggapai indahnya surga dunia yang kata orang-orang bisa membuat lupa segalanya, dan itu memang fakta, Aku dibuat tidak berdaya oleh kekuatan Mas Tejo yang perkasa, aduh Gusti! Sampai Aku menjerit dalam kamarku sendiri, semoga saja si Mbok dan Bapak tidak mendengarkan teriakan ku dari dalam kamar, mengingat dinding rumah kami terbuat dari anyaman bambu, sehingga suara sedikit keras saja bisa terdengar dari ruangan sebelah. Apalagi kamarku bersebelahan dengan kamar Si Mbok dan Bapak.
Aku menjerit bukan karena kesakitan, tapi menjerit saking menikmatinya berada dalam kenikmatan surga dunia yang kami ciptakan, suara-suara gedebak-gedebuk yang terdengar, adalah suara dari ranjang pengantin kami yang sedang bergoyang.
"Mas! Ojo keras-keras, nanti kedengaran sama si Mbok dan Bapak, malu!" kataku sembari menatap wajah Mas Tejo yang sedang melongo menikmati kemesraan kami.
"Hmmm ...!" hanya itu yang keluar dari bibir Mas Tejo yang sedang sibuk bekerja keras untuk menanam benihnya dalam rahimku.
Sementara di luar, tepatnya di kamar sebelah, rupanya Bu Semi dan Pak Prapto tidak bisa memejamkan matanya, mereka berdua mendengar suara berisik dari kamar Nur, suara gedebak-gedebuk dan gesekan kayu dari tempat tidur Nur, membuat kedua orang itu saling menatap. Apalagi disertai suara teriakan kecil yang samar-samar.
"Suara opo toh iku, Pakne?" ( Suara apa itu, Pak) tanya Bu Semi penasaran.
"Aku ora weruh, Bune! Koyoke suara e soko kamar e Nur!" ( Aku tidak tahu, Bu! Kayaknya suaranya dari kamar Nur)
"Waduh! Kok suara ne serem ngunu, Pakne!" (Waduh! Kok suaranya serem gitu, Pak!)
"Embuh Bune! Bocah sak iki nek main podo rame, ora koyo awak dewe biyen, anteng ora ono suarane, moro-moro bejudul ono bocahe neng rahimmu, Bune!" (Nggak tahu, Bu! Anak-anak sekarang kalau main memang berisik, tidak seperti kita dulu, tenang tidak ada suaranya, tiba-tiba saja ada bayi dalam rahimmu, Bu)
Sontak kedua orang itu tertawa kecil.
"Udah Bu! Biarkan saja mereka bersenang-senang, toh mereka juga sudah sah, biar kita cepat-cepat punya cucu."kata Pak Prapto.
"Iya, Pak! Ibu udah ndak sabar pingin gendong cucu." jawab Bu Semi yang turut berdoa semoga Nur dan Tejo segera memberikan cucu untuk mereka.
*
*
*
*
Setelah selesai Mas Tejo menanamkan benih-benih unggulnya ke dalam rahimku, tiba-tiba saja Mas Tejo merasa ingin buang air kecil, Ia pun berpamitan kepadaku yang saat itu sedang berbaring kelelahan. Tubuh ku sudah lemas karena ulah Mas Tejo.
"Nur! Mas mau ke belakang sebentar, Mas kebelet pipis, Mas ndak lama kok!" pamitnya sembari mencium pipiku.
"Iya, Mas!" jawabku sembari memperhatikan kepergiannya, Mas Tejo mengambil senter, karena di belakang rumah kami tidak ada lampu yang menerangi, sehingga Mas Tejo menggunakan senter untuk menerangi saat Ia sedang berjalan di belakang rumah yang tentunya sangat gelap sekali.
"Hati-hati, Mas! Awas kalau ada buaya!" kataku menggodanya. Mas Tejo justru tertawa dan berkata, "Aku wis ndak takut, Nur! Malah buaya nya takut sama Aku, orang Aku ini pemimpin buayanya, ya toh? Kamu akuin nggak?" katanya dengan percaya diri.
"Ya ya, Mas! Aku percaya, sudah sana cepat pergi!" ucapku dengan tersipu malu.
Akhirnya Mas Tejo keluar rumah untuk buang air kecil, setelah beberapa menit tiba-tiba Aku mendengar suara berisik dari belakang rumah, Aku pikir itu hanya suara tikus yang biasa berkejaran di belakang rumah, Aku pun diam. Hingga tak terasa sudah cukup lama Mas Tejo belum kembali ke rumah, hampir setengah jam Aku menunggu kedatangan Mas Tejo masuk ke dalam kamar, karena Aku penasaran, Aku pun memakai bajuku kembali dan mencoba melihat keadaan Mas Tejo, sedang apa Mas Tejo di luar.
Aku pun berjalan menuju ke luar rumah dan mencari Mas Tejo di belakang rumah dimana Ia sedang buang air. Namun, Aku melihat tidak ada siapapun di sana, Aku tidak menemukan keberadaan Mas Tejo, bahkan sampai Aku panggil-panggil nama Mas Tejo, tetap saja tidak ada jawaban dari Mas Tejo. Aku pun panik, Aku mulai menangis, hingga Si Mbok dan Bapak keluar dari rumah dan menghampiri ku yang sedang menangis.
"Ada apa, Nur?" tanya Bapak yang melihatku menangis memanggil nama Mas Tejo.
"Mas Tejo hilang, Pak! Mas Tejo nggak ada!"
Aku benar-benar shok waktu itu, Aku tidak menyangka Mas Tejo pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun, Ia pergi tanpa bilang-bilang, kenapa Mas Tejo bisa sejahat itu padaku.
*
*
*
Sementara di tempat lain, anak buah Pardi berhasil membawa tubuh Tejo, mereka menculik Tejo dengan cara membiusnya, sehingga Tejo menjadi tidak berdaya.
"Ini Bos! Terus apa yang akan kita lakukan?" kata anak buah Pardi.
"Hahaha ... emang kalian semua patut untuk diandalkan, malam ini juga kita bawa dia ke kota, kita pertemukan dengan keluarganya, dan setelah itu kita akan mendapatkan uang seratus juta dan juga Aku akan mendapatkan Nur kembali!" Pardi tampak puas, akhirnya Tejo kini berada di tangannya dan hari itu juga Pardi dan anak buahnya membawa Tejo kembali ke rumah orang tuanya.
...BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Barie Ghodur hb.
wah, jo smpk metng ae Nur sakno ankmu ra ero bpke
2022-10-27
0
Crystal
Astaga, ngakak aku part ini😆😆
2022-10-19
0
Momy
weh baru juga merasakan nikmat dunia di malm pertama dah ilang mas Tejo 🤭
terus pasti diantrin ke keluarga nya
nasib Nur gimana dan pasti hamil
2022-09-27
0