Aku pun mulai memanggil pria itu dengan Mas Tejo, anehnya Ia begitu suka dan nyaman saat dipanggil dengan nama itu.
"Hmm bagaimana luka Mas Tejo? Apa masih sakit?" tanyaku sembari memeriksa luka di kepala dan perutnya.
"Iya sedikit sakit, tapi agak mendingan," jawabnya dengan ekspresi meringis menahan rasa sakit yang masih tersisa. Luka di kepalanya akibat benturan benda tumpul membuat kening Mas Tejo berdarah. Mungkin itu juga yang menyebabkan pria itu tidak ingat siapa dirinya.
"Mas Tejo jangan terlalu banyak bergerak, biar lukanya cepet kering, Nur mau ambilkan makanan untuk Mas, pasti kamu sangat lapar sekali." ucapku sembari pergi ke dapur.
Rupanya di dapur ada si Mbok yang sedang memasak sayur asam sambal terasi dengan lauk tempe dan goreng yang dilengkapi dengan toping terong ungu.
"Nur! Piye keadaane Tejo?" tanya si Mbok sembari menyiapkan makanan untuk kami.
"Udah mendingan Mbok! Mas Tejo udah bisa gerakin badannya, Nur mau ambilkan makanan untuk dia, hmm kira-kira Mas Tejo mau ndak ya makan makanan sederhana seperti ini, Nur takutnya dia nggak mau, Mbok! Dia kan orang kota, pasti makanan nya itu roti, keju, susu!" mendengar Aku berkata seperti itu, si Mbok pun menyahuti.
"Owalah! Lah piye, Nduk! Kita ndak punya roti sama keju, ya itu cuma ada gethuk sama ketela rebus, ndak apa-apa, kamu kasihkan saja siapa tahu Tejo juga amnesia sama rasa makanan yang biasa Ia makan di rumahnya." si Mbok berkata sambil tertawa. Aku pun ikut tertawa kecil, tak bisa kubayangkan jika pria kota itu makan gethuk dan ketela rebus. Pasti Mas Tejo merasa asing dengan rasa makanan khas desa itu.
Tapi bagaimana lagi, cuma makanan sederhana itu yang kami punya, Aku pun membawakan Mas Tejo gethuk dan ketela rebus, tak lupa sepiring nasi dengan sayur asam sambal terasi yang di kombinasikan dengan tempe goreng.
Aku menghampiri Mas Tejo dan menunjukkan makanan itu kepadanya, siapa sangka rupanya Mas Tejo seperti melihat makanan lezat di depannya, Ia pun tampak menelan ludahnya seolah-olah dirinya begitu mendambakan makanan itu untuk disantapnya.
"Wow amazing! Ini adalah makanan terlezat yang Aku temui, boleh Aku memakannya?" tanyanya padaku dengan bola mata yang terlihat memelas.
"Boleh, boleh Mas! Monggo di makan, maaf cuma ini yang bisa kami berikan untuk kamu!"
"Hmm ... nyam nyam ... ini benar-benar enak, rasanya benar-benar luar biasa." jawabnya dengan mulut yang sudah dipenuhi oleh makanan. Duh Gusti! Ini orang kelaparan atau doyan? Masa iya bule doyan gethuk sama lauk tempe sambal terasi. Hmm mungkin benar kata si Mbok, ternyata Mas Tejo juga amnesia tentang kebiasaan nya merasakan makanan.
Lucu juga melihat Mas Tejo saat sedang makan, Ia tampak lahap sekali, Aku sadar Ia pasti sangat kehabisan tenaga, mengingat luka itu menyebabkan dirinya tak sadarkan diri selama hampir satu hari dari awal Aku menemukannya pingsan di bangku warung ku.
Aku tersenyum melihatnya makan dengan hanya menggunakan tangan kosong, sesekali Ia melihat ku dan menawariku makanan yang berada di genggaman tangannya, sejenak Aku tidak bisa menahan tawaku, saat melihat cara Mas Tejo mengambil nasi dengan tangannya, kelima jarinya turut andil meraih nasi itu, alhasil telapak Mas Tejo dipenuhi dengan bulir-bulir nasi yang tertinggal.
Karena merasa kasihan, Aku pun membantu Mas Tejo untuk makan, Ia ku ajari caranya makan pakai tangan.
"Gini loh, Mase! Jarinya di katup kan kayak gini, ambil nasi sejumput dan secukupnya biar bisa masuk ke dalam mulut, kalau Mas Tejo caranya kayak gitu, ya ... jadi belepotan, kan?" ucapku sambil menunjukkan tanganku, supaya Mas Tejo bisa mengikuti gerakan tanganku agar dia tidak kesulitan untuk makan menggunakan tangan kosong.
"Aduh ... Aku nggak bisa kayaknya, jadi berantakan gini nasinya!" jawabnya sembari memperhatikannya nasi nya yang terlihat berceceran di meja. Aku menghela nafas dan memperhatikan mulut Mas Tejo yang tampak belepotan.
Rupanya Mas Tejo masih kesulitan untuk melakukannya, dan terpaksa Aku harus menyuapi nya.
"Sini! Nur bantuin biar Mas Tejo ndak kesulitan, haaaa ... buka mulutnya!" Nur menyuapi Tejo dengan menggunakan tangan kosong. Pria itu pun menurut dan membuka mulutnya lebar-lebar.
Sejenak Tejo menatap bola mata Nur, gadis desa dengan penampilan polos, rambut hitam legam dengan memakai baju sederhana khas gadis desa. Membuat pria itu tampak menyunggingkan senyumnya.
"Mas Tejo lihat opo toh? Serius amat loh!" kataku saat melihat tatapan bola mata indah itu seolah-olah Ia ingin berkenalan denganku.
"Oh ... nggak! Aku nggak lihat apa-apa, ternyata kamu cantik loh!" katanya. Aku pun menjawab, " Yo cantik lah, Mas! Namanya juga cewek, Mase yo ganteng," pria itu tampak tersenyum saat Aku mengatakan hal itu kepadanya.
Setelah Mas Tejo menghabiskan makanannya, Ia pun meminta untuk pergi ke kamar mandi.
"Nur! Bisa minta tolong sebentar!" katanya sembari menahan sesuatu yang sudah tak sabar ingin Ia keluarkan.
"Kamu kenapa, Mas?" tanyaku sambil melihat ekspresi Mas Tejo yang sedang memegang perutnya.
"Aku mau pipis!" jawabnya sembari menatap wajahku yang yang polos ini. Aku pun membulatkan mataku dan bingung harus bagaimana, sementara Bapak masih berada di Warkop dan belum pulang. Minta tolong sama si Mbok juga nggak mungkin, si Mbok pasti udah nolak duluan jika Aku memintanya untuk mengantarkan Mas Tejo ke kamar mandi. Karena luka di perut Mas Tejo terlihat masih basah. si Mbok pasti pingsan melihatnya.
"Aduuhh! Ditahan dulu ndak bisa apa, Mas! Nunggu Bapak pulang dulu dari Warkop." kataku sambil tersenyum paksa.
"Tidak bisa! Kamu mau Aku ngompol di sini?" katanya menakut-nakuti ku.
"Ojo Mas! Ngompol di sini Aku yang repot, aneh-aneh aja kamu, ya udah Aku antar.Tapi, ya udah deh." kataku dengan perasaan gugup, bagaimana mungkin Aku menemani Pria itu untuk buang air kecil. Sementara tempat kami mandi sangat terbuka. Kami biasa mandi di sungai di belakang rumah hanya ditutupi oleh kain seadanya.
Aku menuntun Mas Tejo menuju belakang rumah, mirip sekali dengan pengantin adat Jawa, kami berdua berjalan dengan sangat pelan dengan tanganku yang menggandeng tangan Mas Tejo, pria itu belum kuat betul untuk berjalan karena luka di perutnya cukup parah.
"Yo wis, Mas! Kamu bisa buang air disitu!" Aku menunjuk sebuah bilik kecil berukuran satu kali satu meter yang sisi-sisinya dikelilingi oleh kain seadanya. Sementara bagian kepalanya terbuka.
"Di situ?" tunjuknya sembari menatap wajahku serius.
"Iya! Dimana lagi?" jawabku serius.
"Omaigad! Eh awas saja kalau kamu ngintip, bintitan tuh mata!" katanya sembari menunjuk ke wajahku. Aku pun balik berkata kepadanya, "Kamu pikir Aku tertarik mengintip mu, heleh mataku yang indah ini akan ternoda, nggak lah!" jawabku sambil menyilangkan kedua tanganku.
...BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Min sua
author aku masih penasaran sama gethuk itu apaya
2022-12-13
0
Nila Nila
haahaaa😅😂😂🤣🤣🤣
2022-11-09
0
Noer Soleha
Mas Tejo ada2 aja
2022-10-02
0