LOVE For SICKARINA
Prakata
*Hidup harus terus berlanjut, tidak peduli seberapa menyakitkan atau membahagiakan, biar waktu yang menjadi obat.
Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus.
Semuanya akan berubah sebagaimana mestinya, karena dunia ini di bangun di atasnya*.
-Love for Sickarina-
(Quotes by: Tere Liye)
Aku hanya berharap kau terus bersinar, aku menarikmu keluar dengan senyuman. Kau tak perlu gugup. Sekali lagi hari ini, aku berbisik kepadamu yang berumur 17.
•{ Anonimoûs }•
*Dua anak kecil berumur tujuh tahun itu saling duduk bersebelahan di dalam mobil. Di bagian kemudi, sang Ayah memperhatikan raut salah satu anaknya yang nampak muram.
“Kenapa senyum cerahmu hilang, San?” tanya sang Ayah.
Anak perempuan berwajah cantik itu seketika menangis, “Ayah hiks ... Nilai hitung-hitungan matematikaku turun hiks...”
“Ih Kak San cengeng deh!” komentar anak perempuan di sebelah San.
“SICKARINA! JANGAN SEPERTI ITU SAMA KAKAKMU SANDRIANA!” bentak sang Ayah kepada Sickarina kecil.
Sandriana yang masih menangis menatap tak suka pada Sickarina, “Gala-gala kamu tau! Hiks ... Nilai aku jadi tulun.”
Sickarina yang mendapat bentakan dari sang Ayah dan tudingan sang Kakak hanya diam.
“Ayah, hiks ... Tadi pas ngeljain soal matematika, Rin tanya sama San. Coba aja San ndak kasih tau, pasti San masih ada waktu buat ngeljain soalnya, huaaaaa AYAHHH ...” San kembali menangis kencang.
Sang Ayah menghentikan laju mobilnya, dia menoleh ke belakang, “Jangan nangis dong Sayang ... Abis ini kita ke toko mainan. Kita beli boneka barbie buat kamu.”
Mendengar itu Sickarina pun tertarik, “Ayah, Rin juga mauuu! Rin mau lobot kayak punyanya Abang Satya sama Abang Satlia.”
Sang Ayah menatap datar Sickarina kecil, “Tidak untuk kamu. Kamu anak nakal, nggak bisa diatur, suka nyusahin nggak boleh dikasi hadiah.” Setelah itu sang Ayah kembali mengemudikan mobilnya.
Sickarina tertunduk sedih, sedangkan Sandriana yang sudah berhenti menangis tersenyum girang karena akan mendapat boneka. Sickarina menatap kakak kembarannya yang nampak bahagia.
Mobil pun sudah terparkir di tempat parkir toko mainan Toy's Kids, Sandriana dan Sickarina turun lebih dulu.
Sickarina menyenggol lengan San, “Kak San, gimana kalo kita lomba lali, yang sampe depan toko lebih dulu dia yang menang. Nanti kalo kak San menang, boneka barbie punyaku buat Kak San." Tantang Sickarina, niatnya hanya ingin mengajak main kakak kembarannya itu.
Sandriana yang memang suka tantangan pun setuju. Lantas keduanya pun berlari menyeberangi jalan raya karena letak toko dan tempat parkir berseberangan.
Sickarina yang memang bisa berlari cepat itu pun sudah berada lebih jauh di depan Sandriana yang masih di belakangnya.
“SANDRIANAAA AWAS!”
“AAAAAAAKKH ...”
BRAK
Sickarina menoleh ke belakang, betapa terkejutnya dia mendapati Sandriana tergeletak di aspal karena tertabrak mobil. Sickarina memutar balik untuk menghampiri Sandriana, tapi na'as dia tersandung dan dari arah berlawanan ada motor yang melaju dan tak sempat mengerem.
“AKKKHHH SAKIIIT ...”
Kakinya terlindas motor itu*.
Sickarina atau yang bisa dipanggil Sicka itu terbangun dengan keringat yang membasahi tubuh juga wajahnya. Mimpi yang sama yang selalu hadir di tiap malamnya ketika dia tidur itu, kejadian 10 tahun lalu sangatlah membuatnya tersiksa.
Setiap kali mimpi itu datang dan dia terbangun, rasa bersalah kembali menyelimutinya.
Tok tok tok
“Non Rin, ini Mami, yuhuuuu,”
Sickarina pun bangun, lalu berjalan dengan kaki pincangnya untuk membukakan pintu.
Cklek
“Non Rin pasti belum makan, nih Mami bawain makanan.” Dia Bi Sum, namanya Sumartini. Pembantu yang sudah dianggap ibu oleh Sicka. Bi Sum membawa nampan berisi sepiring nasi, mangkok kecil berisi sop buntut, lalu segelas susu putih dan ada beberapa potong kue di piring kecil.
“Wih enak nih kayaknya Mam, makasih ya?” Sicka mengambil nampan itu. “Oh iya, mau aku bantuin Mam?”
Bi Sum menggeleng, “Eh nggak usah Non. Tau sendiri kan nanti gimana orang rumah kalo liat Non nongol pas ada acara ginian? Mami nggak mau Non kena marah sama mereka. Jadi Non cukup di kamar aja, ya?”
Sicka terharu mendengar ucapan Bi Sum. Memang hanya Bi Sum yang peduli padanya dibanding keluarganya.
“Jangan sedih Non. Ya udah kalo gitu Mami ke bawah lagi ya, pasti Non Sandi bakal marah\-marah kalo liat Mami nggak bantuin di bawah, hehehe,”
Sicka mengangguk sambil tersenyum, “Oke Mam, sekali lagi makasih yakkk!” Bi Sum mengangguk, setelah itu pergi. Sicka pun menutup pintu kamarnya lalu membawa nampan itu ke meja di samping tempat tidur.
Di bawah sana, keluarganya tengah mengadakan pesta ulang tahun Sandriana yang ke 17, itu artinya dia juga ulang tahun. Sicka berjalan dengan kesusahan menuju balkon kamarnya. Dia dapat melihat halaman luas rumahnya yang nampak ramai dengan mobil-mobil mahal yang berjejer. Itu pasti punya kerabatnya, teman-temannya juga kolega orang tuanya.
Harusnya dia juga ada di bawah ikut merayakan, tetapi dia tak bisa karena dia yang berbeda. Dia tak pernah dipedulikan, bagi keluarganya juga kerabatnya, Sicka ini hanya aib. Keluarganya menjunjung tinggi kesempurnaan. Sedangkan dia? Dia mengalami cacat monopeglia, yaitu cacat yang hanya dialami di salah satu anggota gerak tubuh. Kaki kanannya itu sulit digerakkan akibat kecelakaan yang dialaminya waktu kecil.
Hanya langit malam yang selalu menjadi saksi dan penenangnya dikala sedih. “Ayah, Bunda, terima kasih untuk perayaannya, hehehe, Rin seneng kalian inget ulang tahun Rin.” Sicka meneteskan air matanya. Dia selalu menganggap perayaan ulang tahun Sandriana adalah perayaan ulang tahunnya juga karena mereka kembar meskipun tak identik.
Sandriana cenderung sempurna dibandingkan dia. Sandriana cantik, pintar dan mampu menghasilkan banyak uang diusianya yang masih muda karena dia seorang model. Bundanya yang pengidap Atelophobia, alias takut akan ketidaksempurnaan tentu saja sangat menyayangi Sandriana. Karena menurut Bundanya, Sandriana sempurna di matanya. Berbeda dengan Sicka, dia pendek, kurus, tak secantik Sandriana, pintar juga pas-pasan. Makanya sejak kecil orang tuanya juga kedua abangnya lebih menyayangi Sandriana.
Tak ingin merasakan pedih yang lebih dalam, dia berjalan masuk kembali ke kamarnya dan menutup pintu balkon. Dia duduk di ranjangnya lalu meraih nampan di meja. Dia memakan makanan itu dengan air mata yang berlinang.
<•[💙]•>
Selesai merapikan mukenanya setelah salat Subuh, Sicka melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul setengah lima. Masih sangat pagi bagi keluarganya untuk bangun. Tetapi tidak bagi Sicka, dia sudah terbiasa bangun waktu fajar untuk bersujud di hadapan sang penciptanya.
Sicka keluar kamar lalu mengetuk pintu di sebelahnya yang bertuliskan ' DON’T DISTURB! ‘.
“Kak San, bangun! Jangan lupa sholat Subuh.” Setiap hari Sicka terus mengingatkan meskipun akan mendapat respon tak mengenakkan dari Sandriana.
“BACOT! PERGI LO! JANGAN GANGGU GUE!” balas San dari dalam kamar.
Sicka hanya tertawa, setelahnya dia mengetuk pintu kamar milik abangnya, Satria. Respon yang sama pun dia dapatkan, hanya makian. Dan terakhir di kamar Satya, namun tak jauh beda, Satya memarahinya karena sudah mengganggunya. Oh iya, kedua abangnya itu juga kembar seperti dia dan Sandriana, juga sama-sama kembar tak identik. Mereka hanya berselisih satu tahun saja.
Sicka pun memilih turun ke bawah dengan susah payah karena kakinya yang cacat itu sangatlah kaku bila disentuh dan digerakkan.
Dia berjalan menuju dapur dimana ada Bi Sum tengah memasak makanan untuk sarapan, “Morning Mami! Widihhh rajinnya calon ibu idaman, wkwkwk,”
Bi Sum mendengus karena godaan Sicka, “Non ngledek nih, mentang-mentang Mami belum nikah, apa yang kamu lakukan itu ja-hat!” Bi Sum berdrama.
Sicka tertawa terbahak-bahak, Maminya ini benar-benar unik dan selalu bisa membuatnya tertawa.
Sicka berhenti tertawa, dia kemudian membantu Bi Sum menggoreng telur. Sudah kebiasaannya membantu Bi Sum memasak. Hari ini menunya adalah nasi goreng dengan lauknya yaitu telur ceplok dan ayam goreng.
“Itu susunya diminum dulu, Non. Abis itu mandi terus sarapan.” suruh Bi Sum yang sudah menata makanan di atas meja makan.
Sicka mengangguk kemudian meminum susu putih khusus tulang hingga tandas, “Mam, aku mau ke kamar dulu ya? Mau mandi. Ini gelasnya aku cuci apa Mami yang cuci?”
“Biar Mami aja yang cuci, ini udah jam enam loh. Gih buru sana!” balas Bi Sum.
Sicka pun bergegas ke kamarnya, meskipun dia kesusahan untuk naik. Sesampainya di atas, dia mendapati San yang sudah rapi dengan seragam sekolah meskipun rambutnya belum dia sisir.
“Kak San, selamat ulang tahun, ya?” Sicka ingin memeluk San, tetapi segera ditahan oleh San.
“Enak aja mau peluk\-peluk gue! Ngaca dulu deh sono, lo udah sesempurna apa sampe mau meluk gue, cih!” San menatap sinis Sicka.
Sicka menatap dirinya sendiri terutama kaki kanannya, dia tersenyum lalu memandang San, “Aku udah ngaca loh Kak, udah cakep kok tinggal mandi doang hehehe,”
San menatap jijik Sicka, “Pede amat lo, dasar cacat!”
Sicka menanggapinya dengan tawa, “Oh iya, Kak aku punya hadiah buat Kakak. Tunggu sini, yak!” Sicka pun segera masuk ke kamarnya.
“Awas aja kalo hadiahnya jelek, gue bakal lempar ke wajah jeleknya nanti.” gumam Sandriana.
Tak sampai semenit Sicka sudah ada di hadapan San sambil menyerahkan sebuah paper bag berwarna soft pink. “Semoga suka ya Kak, hehehe,”
San pun membuka paper bag itu, dia mendapati sebuah boneka barbie bergaun pink dan cantik.
“APAAN NIH?”
“Kado buat Kak San, barbie itu kayak Kak San yang cantik dan sempurna banget di mata aku hihihi,” jelas Sicka dengan mata berbinar.
Tetapi San malah mematahkan kepala, kaki dan tangan barbie itu lalu melempar kasar ke Sicka.
“LO PIKIR GUE ANAK KECIL YANG MASIH MAIN BONEKA NGGAK GUNA KAYAK GITU? NGOTAK DONG!” San membentak Sicka.
Sicka memungut boneka yang sudah tak berbentuk itu sambil tersenyum miris dalam diam.
“Ada apa ini ribut\-ribut, San?” Aurin Sahanata, ibu Sicka datang. Aurin langsung merangkul San sambil menatap tak suka ke Sicka.
“Ini nih Bun, si anak cacat ini masa ngasih kado aku boneka barbie?! Dikata aku ini bisa dimainin kali, ya?” adu San ke Aurin.
Aurin menatap nyalang Sicka yang hanya diam di tempat. “MAKSUD KAMU APA HAH? KAMU ANGGAP ANAK SAYA SAN BISA DIMAININ SESUKA HATI, GITU?”
PLAK
Tamparan keras Sicka dapatkan. Rasa nyeri dan panas timbul di pipi agak tembam milik Sicka.
“Bukan gitu Bunda ... Rin cuma mau ngasih kado ke Kak San. Boneka barbie itu kayak Kak San yang cantik dan sempurna.” jelas Sicka kepada Bundanya.
“Kamu pikir saya percaya?” Aurin mendecih. “Karena kamu sudah buat anak kesayangan saya marah, uang bulanan kamu tidak saya kasih.”
Aurin berbalik dan membawa masuk Sandriana ke kamar milik cewek itu.
Sicka menatap langit-langit rumahnya agar air matanya tak jatuh. Saat hendak masuk ke kamar, matanya bersibobrok dengan Satya. Cowok itu ternyata memperhatikan keributan yang baru saja terjadi.
Satya tersenyum miring, “Kasian ... “
Sicka menghapus air matanya yang sudah meluncur bebas di pipinya, dia kemudian tersenyum lebar kepada Satya, “Morning Abang Satya, hehehe,”
Satya memandang jijik Sicka, dia kemudian masuk ke dalam kamar dengan membanting pintu.
Sicka mengelus dadanya yang terasa nyeri, kemudian dia masuk ke dalam kamarnya.
<•[💙]•>
Sickarina memegang pinggiran tangga dengan hati-hati, hampir saja dia jatuh karena terburu-buru turun ke bawah. Dia kini terlambat agar bisa berangkat bersama ketiga kakaknya. Semua itu karena dia harus mengolesi kakinya dengan krim pereda nyeri karena kakinya yang tiba-tiba nyeri dan ngilu.
“Non! Ini bekalnya ketinggalan!” seru Bi Sum ketika Sicka hampir sampai di depan pintu utama rumah besar ini.
“Aduh Mam, Rin udah telat nih,”
“Iya ini Mami taruh dulu bekalnya di tas. Nah udah.”
Sicka langsung menyalami tangan Mami, “Mam, Rin berangkat dulu ya? Assalamualaikum ...”
“Waalaikumsalam, hati\-hati Non.”
Sicka berjalan cepat dengan kesusahan keluar dari kompleksnya. Sesampainya di jalan raya, dia tak mendapati angkutan atau metromini yang bisa dia naiki. Terpaksa dia harus berjalan kaki lagi, meskipun kakinya sudah terasa nyeri lagi tapi dia abaikan.
Dia ingin sekali meminta Ayahnya–Afkar Siregar untuk mengantarnya, tapi dia tak berani. Dia takut terkena semburan Ayahnya yang selalu mengatakan bahwa dia merepotkan. Bahkan hal kecil seperti menyalimi tangan orangtuanya saja mereka tak mau. Makanya tadi dia tak berpamitan dengan kedua orangtuanya.
Sicka terus melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul tujuh. Jarak ke sekolahnya masih beberapa kilometer lagi. Dia ingin menyerah, dia sudah sangat lelah sekarang.
Tin tin
Sicka menoleh ke samping dimana ada motor matic Scoopy berwarna pink berhenti di sebelahnya.
“Cewek ... Butuh tumpangan?”
Sicka menggeplak helm pinky si pengendara motor, “Koplak lo Kimpret!” Sicka segera duduk menyamping di jok belakang.
“Kimi ayo jalan! Kita udah telat banget ini.” Serunya kepada Kimi.
“Ahsiaappp bosque!” Kimi langsung melajukan motornya dengan kecepatan penuh dan membuat Sicka mengumpat.
Biar Sicka kenalkan, cewek yang mengebut dengan motor pink ini namanya Kimiarini Cinder. Teman sekaligus sahabat sejak dia menginjak bangku SMP dan selalu satu kelas hingga kelas sebelas SMA ini. Kimi adalah orang terdekat Sicka dan mengetahui segala hal yang terjadi dengan Sicka.
Kimi adalah satu-satunya orang yang peduli dengannya, yang selalu menjaganya ketika dia di bully di sekolah. Beruntung ketika menginjak SMA, teman sekelas Sicka bisa menerima kekurangan Sicka.
Omong-omong soal sekolah, dia bersekolah di Skylar Internasional School biasa di sebut Skylar. Sekolah elit yang berletak di Jakarta pusat dan masuk ke jajaran sekolah tingkat SMA terbaik di Indonesia. Di sekolah itu tidak ada yang tahu bahwa dia adalah keluarga Sinegar bersaudara. Semua warga sekolah hanya tau bahwa Sicka anak pembantu di rumah Sandriana dan bisa bersekolah di situ dengan jalur beasiswa. Sicka memang masuk jalur beasiswa non-akademik karena dia ingin satu sekolah dengan ketiga saudaranya. Sicka dan Kimi ada di jurusan Bahasa tepatnya kelas XI Bahasa 2.
Sesampainya di sekolah yang sudah sepi, Kimi dan Sicka berjalan menyusuri koridor utama setelah sebelumnya mengisi buku absen keterlambatan. Sekolah ini terbagi dengan 4 gedung. Ada gedung IPA, IPS, Bahasa, dan gedung serbaguna. Kelas-kelas unggulan yang menjadi kesayangan guru adalah IPA dan IPS.
Sekolah ini masih mengikuti sistem kasta. Khusus kelas IPA dan IPS satu, dua dan tiga di isi oleh anak-anak pintar juga dari keluarga kaya dan terpandang. Berbeda dengan kelas IPA dan IPS empat dan lima yang isinya khusus anak beasiswa. Sedangkan anak Bahasa hanya terdiri dari dua kelas saja yaitu satu dan dua. Dimana anak Bahasa tidak disukai oleh guru dan sebagian murid karena anak Bahasa bandel dan suka membuat keributan.
“Semoga aja nggak ketemu Bu Pram. Alamat kena hukum nih kalo ketemu Bu Pram.” harap Kimi.
Sicka tertawa, “Heleh paling lo disuruh lari keliling lapangan sedangkan gue disuruh ngepel koridor kalo nggak kamar mandi.”
“Mending ngepel aja gue daripada lari. Lari lapangan itu capek.”
Sicka tak setuju, “Capek ngepel lah timbang lari, yeuuu.”
“Capek la–“
“HEH KALIAN!”
Sicka dan Kimi berhenti lalu saling melirik dengan tatapan horor. “Mampus! Bu Pram.”
Suara derap langkah Bu Pram begitu menggema, Sicka dan Kimi berbalik.
“Kalian telat?” tanya Bu Pram.
“Iya Bu,” balas mereka bareng.
“Sudah isi buku absen telat?”
Sicka dan Kimi mengangguk.
“Oke, kalau begitu tinggal kasi hukuman sama kalian. Kimi, kamu bersihin toilet di gedung\-gedung sekolah. Lalu kamu Sicka, kamu mengepel di gedung IPS lantai dua. Kalau kalian udah kerjain hukuman langsung ke ruang BK, kasih tau Ibu, paham?”
Sicka dan Kimi mengangguk pasrah. Bu Pram berjalan menjauh menuju ruangannya. “Huaaaah! Kenapa harus toilet ya Allah!” keluh Kimi dengan tangannya yang menengadah ke atas.
Sicka tertawa, “Bukannya tadi lo bilang, 'mending ngepel aja daripada lari' giliran dikasi suruh ngepel masih aja ngeluh.”
Kimi menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil nyengir, “Hehehe, ya tapi kan nggak ngepel toilet juga Rin.”
“Yaudah deh sereh lo! Gue mau ambil pel\-pelan sama ember dulu, BYE!” Sicka berjalan meninggalkan Kimi.
“YEU KAMPRET!” umpat Kimi karena Sicka yang meninggalkannya. Dia pun lantas menuju ke toilet di gedung serbaguna terlebih dahulu untuk mengerjakan hukumannya.
<•[💙]•>
Sicka mengusap keringatnya yang bercucuran di dahinya, terlebih karena rambutnya yang tidak dia ikat membuatnya makin terasa gerah. Sicka sengaja menggerai rambut panjangnya agar Kimi tak melihat bekas tangan Bundanya di pipi kanannya.
Ada banyak teman seangkatannya yang duduk di kursi panjang depan kelas sambil menggunjingkan dirinya.
“Ini kan bukan sekolah buat orang penyandang disabilitas, kenapa pihak sekolah nerima dia sekolah disini sih?”
“Tauk tuh, mungkin karena pihak sekolah kasian sama dia hahahah, udah cacat, miskin lagi.”
Dalam hati Sicka meminta kesabaran kepada sang penciptanya mendengar gunjingan itu. Sudah sering dia dikatai penyandang disabilitas, dan karena itu pula dia jadi minder untuk menggunakan tongkat.
“Aduh kasian banget deh yang kena hukum, gimana? Masih sanggup sekolah disini?”
Sicka menghentikan acara mengepelnya, di depannya ada Cindi anak IPS satu dan salah satu teman Sandriana tengah menatapnya mengejek. “Kenapa harus nggak sanggup? Oh iya, emang lo mau bantuin gue ngepel? Sini sini kalo mau bantu.”
Cindi bergidik jijik ketika Sicka menyodorkan pelnya, “Iyuhhh jijik najuis! Tangan gue yang alus banget ini bisa jadi kasar terus ada kumannya deh. Nggak mau deh, Bye!” sebelum pergi, Cindi menginjak-injak lantai yang sudah dipel bersih oleh Sicka.
“Untung cecan sabar, hfft ...”
Sicka lanjut mengepel sampai akhirnya dia berada di depan kelas XI IPS lima. Di dalam kelas ini nampak berisik sekali, tentu karena jam kosong. Di sekolahnya memang tengah selesai mengadakan UAS semester satu, maka seminggu ke depan akan jam kosong dan akan diadakan acara classmeeting.
“AKU TANPA BANG RION BAGAIKAN BEBEK TANPA CONGORNYA ... KWEK KWEK...”
“HAHAHAHAHAHA,”
“LANJUTKAN KEN AROK!”
“RION OH RION KENAPA ENGKAU DIEM? MACEM MANA AKU TAK DIEM, MULUTKU SARIAWAN!”
“HAHAHAHAHHA, GUOBLOK!”
Satu kelas itu kembali tertawa terbahak-bahak. Sicka ikut tersenyum ketika mendengar lelucon yang dilontarkan salah satu anak IPS lima ini. Karena merasa sudah selesai dengan tugasnya dia pun segera pergi dari lantai dua itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Elang Putih
hai...
like and rate sudah mendarat,
feedback ke "mantan, i'm still loving you"
tinggalkan jejak disana, aku menunggu kedatanganmu 🤗
2020-05-15
0