Prakata
*Hidup harus terus berlanjut, tidak peduli seberapa menyakitkan atau membahagiakan, biar waktu yang menjadi obat.
Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus.
Semuanya akan berubah sebagaimana mestinya, karena dunia ini di bangun di atasnya*.
-Love for Sickarina-
(Quotes by: Tere Liye)
Aku hanya berharap kau terus bersinar, aku menarikmu keluar dengan senyuman. Kau tak perlu gugup. Sekali lagi hari ini, aku berbisik kepadamu yang berumur 17.
•{ Anonimoûs }•
*Dua anak kecil berumur tujuh tahun itu saling duduk bersebelahan di dalam mobil. Di bagian kemudi, sang Ayah memperhatikan raut salah satu anaknya yang nampak muram.
“Kenapa senyum cerahmu hilang, San?” tanya sang Ayah.
Anak perempuan berwajah cantik itu seketika menangis, “Ayah hiks ... Nilai hitung-hitungan matematikaku turun hiks...”
“Ih Kak San cengeng deh!” komentar anak perempuan di sebelah San.
“SICKARINA! JANGAN SEPERTI ITU SAMA KAKAKMU SANDRIANA!” bentak sang Ayah kepada Sickarina kecil.
Sandriana yang masih menangis menatap tak suka pada Sickarina, “Gala-gala kamu tau! Hiks ... Nilai aku jadi tulun.”
Sickarina yang mendapat bentakan dari sang Ayah dan tudingan sang Kakak hanya diam.
“Ayah, hiks ... Tadi pas ngeljain soal matematika, Rin tanya sama San. Coba aja San ndak kasih tau, pasti San masih ada waktu buat ngeljain soalnya, huaaaaa AYAHHH ...” San kembali menangis kencang.
Sang Ayah menghentikan laju mobilnya, dia menoleh ke belakang, “Jangan nangis dong Sayang ... Abis ini kita ke toko mainan. Kita beli boneka barbie buat kamu.”
Mendengar itu Sickarina pun tertarik, “Ayah, Rin juga mauuu! Rin mau lobot kayak punyanya Abang Satya sama Abang Satlia.”
Sang Ayah menatap datar Sickarina kecil, “Tidak untuk kamu. Kamu anak nakal, nggak bisa diatur, suka nyusahin nggak boleh dikasi hadiah.” Setelah itu sang Ayah kembali mengemudikan mobilnya.
Sickarina tertunduk sedih, sedangkan Sandriana yang sudah berhenti menangis tersenyum girang karena akan mendapat boneka. Sickarina menatap kakak kembarannya yang nampak bahagia.
Mobil pun sudah terparkir di tempat parkir toko mainan Toy's Kids, Sandriana dan Sickarina turun lebih dulu.
Sickarina menyenggol lengan San, “Kak San, gimana kalo kita lomba lali, yang sampe depan toko lebih dulu dia yang menang. Nanti kalo kak San menang, boneka barbie punyaku buat Kak San." Tantang Sickarina, niatnya hanya ingin mengajak main kakak kembarannya itu.
Sandriana yang memang suka tantangan pun setuju. Lantas keduanya pun berlari menyeberangi jalan raya karena letak toko dan tempat parkir berseberangan.
Sickarina yang memang bisa berlari cepat itu pun sudah berada lebih jauh di depan Sandriana yang masih di belakangnya.
“SANDRIANAAA AWAS!”
“AAAAAAAKKH ...”
BRAK
Sickarina menoleh ke belakang, betapa terkejutnya dia mendapati Sandriana tergeletak di aspal karena tertabrak mobil. Sickarina memutar balik untuk menghampiri Sandriana, tapi na'as dia tersandung dan dari arah berlawanan ada motor yang melaju dan tak sempat mengerem.
“AKKKHHH SAKIIIT ...”
Kakinya terlindas motor itu*.
Sickarina atau yang bisa dipanggil Sicka itu terbangun dengan keringat yang membasahi tubuh juga wajahnya. Mimpi yang sama yang selalu hadir di tiap malamnya ketika dia tidur itu, kejadian 10 tahun lalu sangatlah membuatnya tersiksa.
Setiap kali mimpi itu datang dan dia terbangun, rasa bersalah kembali menyelimutinya.
Tok tok tok
“Non Rin, ini Mami, yuhuuuu,”
Sickarina pun bangun, lalu berjalan dengan kaki pincangnya untuk membukakan pintu.
Cklek
“Non Rin pasti belum makan, nih Mami bawain makanan.” Dia Bi Sum, namanya Sumartini. Pembantu yang sudah dianggap ibu oleh Sicka. Bi Sum membawa nampan berisi sepiring nasi, mangkok kecil berisi sop buntut, lalu segelas susu putih dan ada beberapa potong kue di piring kecil.
“Wih enak nih kayaknya Mam, makasih ya?” Sicka mengambil nampan itu. “Oh iya, mau aku bantuin Mam?”
Bi Sum menggeleng, “Eh nggak usah Non. Tau sendiri kan nanti gimana orang rumah kalo liat Non nongol pas ada acara ginian? Mami nggak mau Non kena marah sama mereka. Jadi Non cukup di kamar aja, ya?”
Sicka terharu mendengar ucapan Bi Sum. Memang hanya Bi Sum yang peduli padanya dibanding keluarganya.
“Jangan sedih Non. Ya udah kalo gitu Mami ke bawah lagi ya, pasti Non Sandi bakal marah\-marah kalo liat Mami nggak bantuin di bawah, hehehe,”
Sicka mengangguk sambil tersenyum, “Oke Mam, sekali lagi makasih yakkk!” Bi Sum mengangguk, setelah itu pergi. Sicka pun menutup pintu kamarnya lalu membawa nampan itu ke meja di samping tempat tidur.
Di bawah sana, keluarganya tengah mengadakan pesta ulang tahun Sandriana yang ke 17, itu artinya dia juga ulang tahun. Sicka berjalan dengan kesusahan menuju balkon kamarnya. Dia dapat melihat halaman luas rumahnya yang nampak ramai dengan mobil-mobil mahal yang berjejer. Itu pasti punya kerabatnya, teman-temannya juga kolega orang tuanya.
Harusnya dia juga ada di bawah ikut merayakan, tetapi dia tak bisa karena dia yang berbeda. Dia tak pernah dipedulikan, bagi keluarganya juga kerabatnya, Sicka ini hanya aib. Keluarganya menjunjung tinggi kesempurnaan. Sedangkan dia? Dia mengalami cacat monopeglia, yaitu cacat yang hanya dialami di salah satu anggota gerak tubuh. Kaki kanannya itu sulit digerakkan akibat kecelakaan yang dialaminya waktu kecil.
Hanya langit malam yang selalu menjadi saksi dan penenangnya dikala sedih. “Ayah, Bunda, terima kasih untuk perayaannya, hehehe, Rin seneng kalian inget ulang tahun Rin.” Sicka meneteskan air matanya. Dia selalu menganggap perayaan ulang tahun Sandriana adalah perayaan ulang tahunnya juga karena mereka kembar meskipun tak identik.
Sandriana cenderung sempurna dibandingkan dia. Sandriana cantik, pintar dan mampu menghasilkan banyak uang diusianya yang masih muda karena dia seorang model. Bundanya yang pengidap Atelophobia, alias takut akan ketidaksempurnaan tentu saja sangat menyayangi Sandriana. Karena menurut Bundanya, Sandriana sempurna di matanya. Berbeda dengan Sicka, dia pendek, kurus, tak secantik Sandriana, pintar juga pas-pasan. Makanya sejak kecil orang tuanya juga kedua abangnya lebih menyayangi Sandriana.
Tak ingin merasakan pedih yang lebih dalam, dia berjalan masuk kembali ke kamarnya dan menutup pintu balkon. Dia duduk di ranjangnya lalu meraih nampan di meja. Dia memakan makanan itu dengan air mata yang berlinang.
<•[💙]•>
Selesai merapikan mukenanya setelah salat Subuh, Sicka melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul setengah lima. Masih sangat pagi bagi keluarganya untuk bangun. Tetapi tidak bagi Sicka, dia sudah terbiasa bangun waktu fajar untuk bersujud di hadapan sang penciptanya.
Sicka keluar kamar lalu mengetuk pintu di sebelahnya yang bertuliskan ' DON’T DISTURB! ‘.
“Kak San, bangun! Jangan lupa sholat Subuh.” Setiap hari Sicka terus mengingatkan meskipun akan mendapat respon tak mengenakkan dari Sandriana.
“BACOT! PERGI LO! JANGAN GANGGU GUE!” balas San dari dalam kamar.
Sicka hanya tertawa, setelahnya dia mengetuk pintu kamar milik abangnya, Satria. Respon yang sama pun dia dapatkan, hanya makian. Dan terakhir di kamar Satya, namun tak jauh beda, Satya memarahinya karena sudah mengganggunya. Oh iya, kedua abangnya itu juga kembar seperti dia dan Sandriana, juga sama-sama kembar tak identik. Mereka hanya berselisih satu tahun saja.
Sicka pun memilih turun ke bawah dengan susah payah karena kakinya yang cacat itu sangatlah kaku bila disentuh dan digerakkan.
Dia berjalan menuju dapur dimana ada Bi Sum tengah memasak makanan untuk sarapan, “Morning Mami! Widihhh rajinnya calon ibu idaman, wkwkwk,”
Bi Sum mendengus karena godaan Sicka, “Non ngledek nih, mentang-mentang Mami belum nikah, apa yang kamu lakukan itu ja-hat!” Bi Sum berdrama.
Sicka tertawa terbahak-bahak, Maminya ini benar-benar unik dan selalu bisa membuatnya tertawa.
Sicka berhenti tertawa, dia kemudian membantu Bi Sum menggoreng telur. Sudah kebiasaannya membantu Bi Sum memasak. Hari ini menunya adalah nasi goreng dengan lauknya yaitu telur ceplok dan ayam goreng.
“Itu susunya diminum dulu, Non. Abis itu mandi terus sarapan.” suruh Bi Sum yang sudah menata makanan di atas meja makan.
Sicka mengangguk kemudian meminum susu putih khusus tulang hingga tandas, “Mam, aku mau ke kamar dulu ya? Mau mandi. Ini gelasnya aku cuci apa Mami yang cuci?”
“Biar Mami aja yang cuci, ini udah jam enam loh. Gih buru sana!” balas Bi Sum.
Sicka pun bergegas ke kamarnya, meskipun dia kesusahan untuk naik. Sesampainya di atas, dia mendapati San yang sudah rapi dengan seragam sekolah meskipun rambutnya belum dia sisir.
“Kak San, selamat ulang tahun, ya?” Sicka ingin memeluk San, tetapi segera ditahan oleh San.
“Enak aja mau peluk\-peluk gue! Ngaca dulu deh sono, lo udah sesempurna apa sampe mau meluk gue, cih!” San menatap sinis Sicka.
Sicka menatap dirinya sendiri terutama kaki kanannya, dia tersenyum lalu memandang San, “Aku udah ngaca loh Kak, udah cakep kok tinggal mandi doang hehehe,”
San menatap jijik Sicka, “Pede amat lo, dasar cacat!”
Sicka menanggapinya dengan tawa, “Oh iya, Kak aku punya hadiah buat Kakak. Tunggu sini, yak!” Sicka pun segera masuk ke kamarnya.
“Awas aja kalo hadiahnya jelek, gue bakal lempar ke wajah jeleknya nanti.” gumam Sandriana.
Tak sampai semenit Sicka sudah ada di hadapan San sambil menyerahkan sebuah paper bag berwarna soft pink. “Semoga suka ya Kak, hehehe,”
San pun membuka paper bag itu, dia mendapati sebuah boneka barbie bergaun pink dan cantik.
“APAAN NIH?”
“Kado buat Kak San, barbie itu kayak Kak San yang cantik dan sempurna banget di mata aku hihihi,” jelas Sicka dengan mata berbinar.
Tetapi San malah mematahkan kepala, kaki dan tangan barbie itu lalu melempar kasar ke Sicka.
“LO PIKIR GUE ANAK KECIL YANG MASIH MAIN BONEKA NGGAK GUNA KAYAK GITU? NGOTAK DONG!” San membentak Sicka.
Sicka memungut boneka yang sudah tak berbentuk itu sambil tersenyum miris dalam diam.
“Ada apa ini ribut\-ribut, San?” Aurin Sahanata, ibu Sicka datang. Aurin langsung merangkul San sambil menatap tak suka ke Sicka.
“Ini nih Bun, si anak cacat ini masa ngasih kado aku boneka barbie?! Dikata aku ini bisa dimainin kali, ya?” adu San ke Aurin.
Aurin menatap nyalang Sicka yang hanya diam di tempat. “MAKSUD KAMU APA HAH? KAMU ANGGAP ANAK SAYA SAN BISA DIMAININ SESUKA HATI, GITU?”
PLAK
Tamparan keras Sicka dapatkan. Rasa nyeri dan panas timbul di pipi agak tembam milik Sicka.
“Bukan gitu Bunda ... Rin cuma mau ngasih kado ke Kak San. Boneka barbie itu kayak Kak San yang cantik dan sempurna.” jelas Sicka kepada Bundanya.
“Kamu pikir saya percaya?” Aurin mendecih. “Karena kamu sudah buat anak kesayangan saya marah, uang bulanan kamu tidak saya kasih.”
Aurin berbalik dan membawa masuk Sandriana ke kamar milik cewek itu.
Sicka menatap langit-langit rumahnya agar air matanya tak jatuh. Saat hendak masuk ke kamar, matanya bersibobrok dengan Satya. Cowok itu ternyata memperhatikan keributan yang baru saja terjadi.
Satya tersenyum miring, “Kasian ... “
Sicka menghapus air matanya yang sudah meluncur bebas di pipinya, dia kemudian tersenyum lebar kepada Satya, “Morning Abang Satya, hehehe,”
Satya memandang jijik Sicka, dia kemudian masuk ke dalam kamar dengan membanting pintu.
Sicka mengelus dadanya yang terasa nyeri, kemudian dia masuk ke dalam kamarnya.
<•[💙]•>
Sickarina memegang pinggiran tangga dengan hati-hati, hampir saja dia jatuh karena terburu-buru turun ke bawah. Dia kini terlambat agar bisa berangkat bersama ketiga kakaknya. Semua itu karena dia harus mengolesi kakinya dengan krim pereda nyeri karena kakinya yang tiba-tiba nyeri dan ngilu.
“Non! Ini bekalnya ketinggalan!” seru Bi Sum ketika Sicka hampir sampai di depan pintu utama rumah besar ini.
“Aduh Mam, Rin udah telat nih,”
“Iya ini Mami taruh dulu bekalnya di tas. Nah udah.”
Sicka langsung menyalami tangan Mami, “Mam, Rin berangkat dulu ya? Assalamualaikum ...”
“Waalaikumsalam, hati\-hati Non.”
Sicka berjalan cepat dengan kesusahan keluar dari kompleksnya. Sesampainya di jalan raya, dia tak mendapati angkutan atau metromini yang bisa dia naiki. Terpaksa dia harus berjalan kaki lagi, meskipun kakinya sudah terasa nyeri lagi tapi dia abaikan.
Dia ingin sekali meminta Ayahnya–Afkar Siregar untuk mengantarnya, tapi dia tak berani. Dia takut terkena semburan Ayahnya yang selalu mengatakan bahwa dia merepotkan. Bahkan hal kecil seperti menyalimi tangan orangtuanya saja mereka tak mau. Makanya tadi dia tak berpamitan dengan kedua orangtuanya.
Sicka terus melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul tujuh. Jarak ke sekolahnya masih beberapa kilometer lagi. Dia ingin menyerah, dia sudah sangat lelah sekarang.
Tin tin
Sicka menoleh ke samping dimana ada motor matic Scoopy berwarna pink berhenti di sebelahnya.
“Cewek ... Butuh tumpangan?”
Sicka menggeplak helm pinky si pengendara motor, “Koplak lo Kimpret!” Sicka segera duduk menyamping di jok belakang.
“Kimi ayo jalan! Kita udah telat banget ini.” Serunya kepada Kimi.
“Ahsiaappp bosque!” Kimi langsung melajukan motornya dengan kecepatan penuh dan membuat Sicka mengumpat.
Biar Sicka kenalkan, cewek yang mengebut dengan motor pink ini namanya Kimiarini Cinder. Teman sekaligus sahabat sejak dia menginjak bangku SMP dan selalu satu kelas hingga kelas sebelas SMA ini. Kimi adalah orang terdekat Sicka dan mengetahui segala hal yang terjadi dengan Sicka.
Kimi adalah satu-satunya orang yang peduli dengannya, yang selalu menjaganya ketika dia di bully di sekolah. Beruntung ketika menginjak SMA, teman sekelas Sicka bisa menerima kekurangan Sicka.
Omong-omong soal sekolah, dia bersekolah di Skylar Internasional School biasa di sebut Skylar. Sekolah elit yang berletak di Jakarta pusat dan masuk ke jajaran sekolah tingkat SMA terbaik di Indonesia. Di sekolah itu tidak ada yang tahu bahwa dia adalah keluarga Sinegar bersaudara. Semua warga sekolah hanya tau bahwa Sicka anak pembantu di rumah Sandriana dan bisa bersekolah di situ dengan jalur beasiswa. Sicka memang masuk jalur beasiswa non-akademik karena dia ingin satu sekolah dengan ketiga saudaranya. Sicka dan Kimi ada di jurusan Bahasa tepatnya kelas XI Bahasa 2.
Sesampainya di sekolah yang sudah sepi, Kimi dan Sicka berjalan menyusuri koridor utama setelah sebelumnya mengisi buku absen keterlambatan. Sekolah ini terbagi dengan 4 gedung. Ada gedung IPA, IPS, Bahasa, dan gedung serbaguna. Kelas-kelas unggulan yang menjadi kesayangan guru adalah IPA dan IPS.
Sekolah ini masih mengikuti sistem kasta. Khusus kelas IPA dan IPS satu, dua dan tiga di isi oleh anak-anak pintar juga dari keluarga kaya dan terpandang. Berbeda dengan kelas IPA dan IPS empat dan lima yang isinya khusus anak beasiswa. Sedangkan anak Bahasa hanya terdiri dari dua kelas saja yaitu satu dan dua. Dimana anak Bahasa tidak disukai oleh guru dan sebagian murid karena anak Bahasa bandel dan suka membuat keributan.
“Semoga aja nggak ketemu Bu Pram. Alamat kena hukum nih kalo ketemu Bu Pram.” harap Kimi.
Sicka tertawa, “Heleh paling lo disuruh lari keliling lapangan sedangkan gue disuruh ngepel koridor kalo nggak kamar mandi.”
“Mending ngepel aja gue daripada lari. Lari lapangan itu capek.”
Sicka tak setuju, “Capek ngepel lah timbang lari, yeuuu.”
“Capek la–“
“HEH KALIAN!”
Sicka dan Kimi berhenti lalu saling melirik dengan tatapan horor. “Mampus! Bu Pram.”
Suara derap langkah Bu Pram begitu menggema, Sicka dan Kimi berbalik.
“Kalian telat?” tanya Bu Pram.
“Iya Bu,” balas mereka bareng.
“Sudah isi buku absen telat?”
Sicka dan Kimi mengangguk.
“Oke, kalau begitu tinggal kasi hukuman sama kalian. Kimi, kamu bersihin toilet di gedung\-gedung sekolah. Lalu kamu Sicka, kamu mengepel di gedung IPS lantai dua. Kalau kalian udah kerjain hukuman langsung ke ruang BK, kasih tau Ibu, paham?”
Sicka dan Kimi mengangguk pasrah. Bu Pram berjalan menjauh menuju ruangannya. “Huaaaah! Kenapa harus toilet ya Allah!” keluh Kimi dengan tangannya yang menengadah ke atas.
Sicka tertawa, “Bukannya tadi lo bilang, 'mending ngepel aja daripada lari' giliran dikasi suruh ngepel masih aja ngeluh.”
Kimi menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil nyengir, “Hehehe, ya tapi kan nggak ngepel toilet juga Rin.”
“Yaudah deh sereh lo! Gue mau ambil pel\-pelan sama ember dulu, BYE!” Sicka berjalan meninggalkan Kimi.
“YEU KAMPRET!” umpat Kimi karena Sicka yang meninggalkannya. Dia pun lantas menuju ke toilet di gedung serbaguna terlebih dahulu untuk mengerjakan hukumannya.
<•[💙]•>
Sicka mengusap keringatnya yang bercucuran di dahinya, terlebih karena rambutnya yang tidak dia ikat membuatnya makin terasa gerah. Sicka sengaja menggerai rambut panjangnya agar Kimi tak melihat bekas tangan Bundanya di pipi kanannya.
Ada banyak teman seangkatannya yang duduk di kursi panjang depan kelas sambil menggunjingkan dirinya.
“Ini kan bukan sekolah buat orang penyandang disabilitas, kenapa pihak sekolah nerima dia sekolah disini sih?”
“Tauk tuh, mungkin karena pihak sekolah kasian sama dia hahahah, udah cacat, miskin lagi.”
Dalam hati Sicka meminta kesabaran kepada sang penciptanya mendengar gunjingan itu. Sudah sering dia dikatai penyandang disabilitas, dan karena itu pula dia jadi minder untuk menggunakan tongkat.
“Aduh kasian banget deh yang kena hukum, gimana? Masih sanggup sekolah disini?”
Sicka menghentikan acara mengepelnya, di depannya ada Cindi anak IPS satu dan salah satu teman Sandriana tengah menatapnya mengejek. “Kenapa harus nggak sanggup? Oh iya, emang lo mau bantuin gue ngepel? Sini sini kalo mau bantu.”
Cindi bergidik jijik ketika Sicka menyodorkan pelnya, “Iyuhhh jijik najuis! Tangan gue yang alus banget ini bisa jadi kasar terus ada kumannya deh. Nggak mau deh, Bye!” sebelum pergi, Cindi menginjak-injak lantai yang sudah dipel bersih oleh Sicka.
“Untung cecan sabar, hfft ...”
Sicka lanjut mengepel sampai akhirnya dia berada di depan kelas XI IPS lima. Di dalam kelas ini nampak berisik sekali, tentu karena jam kosong. Di sekolahnya memang tengah selesai mengadakan UAS semester satu, maka seminggu ke depan akan jam kosong dan akan diadakan acara classmeeting.
“AKU TANPA BANG RION BAGAIKAN BEBEK TANPA CONGORNYA ... KWEK KWEK...”
“HAHAHAHAHAHA,”
“LANJUTKAN KEN AROK!”
“RION OH RION KENAPA ENGKAU DIEM? MACEM MANA AKU TAK DIEM, MULUTKU SARIAWAN!”
“HAHAHAHAHHA, GUOBLOK!”
Satu kelas itu kembali tertawa terbahak-bahak. Sicka ikut tersenyum ketika mendengar lelucon yang dilontarkan salah satu anak IPS lima ini. Karena merasa sudah selesai dengan tugasnya dia pun segera pergi dari lantai dua itu.
Siapakah namamu? Apakah kau memiliki tempat untuk pulang? Selangkah demi selangkah kau menapak bumi. Dan saat itu, aku ingin merengkuhmu.
•{ protector }•
Bagaimana tanggapanmu ketika namamu digunakan dalam sebuah lirik lagu yang sama sekali tidak ada bagus-bagusnya dalam lagu itu? Jengkel? Itulah yang dirasakan oleh Rionald Bayusendra Dinata. Cowok dengan wajah datar dan sering dipanggil Rion itu hanya menghembuskan nafas mencoba menenangkan dirinya agar tak meninju wajah jahil sahabatnya, Ken Asadipura.
“AKU TANPA BANG RION BAGAIKAN BEBEK TANPA CONGORNYA ... KWEK KWEK...”
“HAHAHAHAHAHA,”
“LANJUTKAN KEN AROK!”
“RION OH RION KENAPA ENGKAU DIEM? MACEM MANA AKU TAK DIEM, MULUTKU SARIAWAN!”
“HAHAHAHAHHA, GUOBLOK!”
Karena sudah tak tahan dia menjadi bahan tertawaan satu kelas, dia memilih keluar dari kelas. Bila dia tetap di kelas jangan salahkan dia kalau tangannya tak akan tinggal diam untuk membungkam Ken.
“LOH BANG RION MAU KEMANA?”
Rion mengacuhkan Leon, sahabat satunya yang sama jahilnya seperti Ken. Nama lengkapnya Leonardo Davindra. Ketika keluar kelas, dia sudah siap mengenakan masker yang sering dia bawa. Alasan dia memakai masker karena dia takut akan dikejar-kejar oleh cewek seperti waktu dia SMP.
Bukan maksud sok ganteng, tapi dulu ketika Rion masih SMP. Dia menolong seorang cewek yang jatuh karena tersandung. Karena dia kasihan akhirnya dia menolong cewek itu. Dan saat itu pula cewek itu menyukai Rion dan terus mengejarnya. Dari situ semua cewek di sekolah SMP nya dulu penasaran dengannya dan menjadi fans-fansnya.
“Duh susah amat sih turunnya, mana kaki udah mulai nyeri lagi.”
Rion terhenti ketika hendak turun ke bawah. Di tangga itu ada seorang cewek yang nampak kesusahan meniti anak tangga, di tangan kanan cewek ini ada ember berisi air dan di tangan kiri memegang gagang pel. Rion tebak cewek ini terkena hukuman. Lalu cewek ini tiba-tiba duduk di anak tangga dengan tangannya yang mengurut kaki kanannya.
*Apa gue harus tolong dia*?
Rion mendekati cewek itu, “Butuh bantuan?” Bagaimanapun dia masih punya sifat peduli sosial untuk membantu orang yang kesusahan.
Sicka terperanjat karena kaget, secepat kilat dia berdiri lagi lalu menyengir, “E-eh n-g-nggak, nggak usah. Lo pasti mau lewat ya tadi? Duh maap gue ngalangin jalan. Kalo gitu gue duluan, ya?” Sicka pun kembali menuruni anak tangga dengan susah payah.
Sicka masih berusaha agar langkahnya segera sampai di bawah, “Sedikit lagi ... huh huh ...” Nafasnya sudah tersendat-sendat karena kelelahan.
Rion sedikit terkejut tatkala melihat Sicka yang berjalan pincang. Rion pun menyusul Sicka lalu mengambil ember berisi air itu. Sicka kaget, “Eh lo lagi, duh maap lo pasti nunggu gue jalan lama banget ya pasti. Em siniin embernya, gue bisa sendiri kok.”
Rion menatap datar cewek di depannya, sudah tau lelah masih saja sok kuat, “Dari yang gue liat, lo butuh bantuan.” Rion juga mengambil pel-pelan di tangan kiri Sicka, setelah itu dia turun terlebih dahulu.
Sicka sempat terdiam melihat Rion yang sudah turun sambil membawa ember dan pel-pelannya. Dia tak menyangka akan ditolong oleh orang. Setelah itu dia pun turun ke bawah.
Sesampainya di lantai dasar, Rion menatap Sicka datar. Cowok itu menunggu Sicka yang menuruni anak tangga dengan pelan.
Sicka melirik name tag cowok di depannya yang memakai masker, Rionald Bayusendra Dinata. Bagus juga namanya euy! Batinnya. Sicka mengambil ember dan pelnya dari tangan Rion, “Hehehe, makasih udah bantuin gue.”
“Hm.”
Tanpa sepatah kata apapun Rion berjalan meninggalkan Sicka menuju ke arah kantin berada yang letakknya ada di samping gedung serbaguna. Sicka terbengong melihat bagaimana cueknya cowok itu.
<•[💙]•>
Sicka yang sudah selesai dengan tugasnya pun duduk di kursi yang tersedia di koridor. Dia menunggu Kimi yang sedang otw menghampirinya. Mereka akan ke ruang BK sama-sama. Tak sedikit adik kelas Sicka menganggunya, seperti menendang kakinya yang lumpuh itu, ada juga yang melemparinya dengan gumpalan kertas kecil.
“WOI KALIAN! JANGAN GANGGU SOBAT GUE!” Kimi datang dari jarak yang tak jauh. Para adik kelas yang mengganggu Sicka nampak ketakutan dan segera berlari ketika Kimi sudah dekat. Mereka takut dengan Kimi, karena Kimi yang terkenal pandai karate.
“Untung ada elo, Kimpret. Bakal digangguin terus gue.” Sicka bernapas lega, pasalnya dia tadi sudah mencoba menghindar dan tak mempedulikan adik kelasnya tetapi adik kelasnya masih mengganggunya.
“Lo kalo digangguin tendang aja mereka, kalo perlu lo sobek aja roknya biar \*\*\*\*\*\*!” Kimi geram sendiri melihat anak Skylar yang selalu memperlakukan Sicka seenaknya.
Sicka berdiri, dia mengibaskan tangannya, “Udahlah gapapa, mending kita ke ruangan Bu Pram. Gue udah laper nih pen makan.”
Keduanya pun berjalan menuju ruang BK untuk menemui Bu Pram, melaporkan bahwa mereka sudah mengerjakan hukuman serta ingin mengambil tas mereka yang dibawa Bu Pram ke ruang BK.
Setelah keluar dari ruang BK, mereka berjalan menuju kelas untuk meletakkan tas mereka sebelum ke kantin. Di perjalanan menyusuri koridor, Sicka bercerita, “Eh Kimpret, tadi ada cowok yang nolongin gue loh!”
“Cowok? Nolongin lo ngapain?”
“Gue ceritain awalnya. Awalnya gue kan mau turun tangga pas di lantai dua gedung IPS. Gue kesusahan kan karena tangan gue masing\-masing megang ember terus pel\-pelan. Terus, tiba\-tiba ada yang ngambil ember dari tangan gue. Gue ngerasa nggak enak dong karena udah pasti ngerepotin dia, tapi dia tetep bantu bawain. Tapi Kim, dia cuek deh orangnya. Masa dia bales ucapan makasih gue cuma 'hm' doang.”
Kimi tertawa melihat wajah Sicka yang sedikit kesal, “Tapi ganteng kan cowoknya? Mayanlah bisa buat washing eyes, wkwwkw,”
“*Washing eyes* segala, cuci mata aja kenapa!” Sicka mendengus geli, “lagian tuh cowok pake masker, mana tau gue ganteng apa kagak.”
“Yaaaah penonton kecewa,” Kimi tertawa begitupula Sicka. Mereka pun masuk ke kelas dan menuju bangku mereka. Teman\-teman sekelasnya ada yang menyapa ada pula yang tengah sibuk masing\-masing dengan urusannya.
<•[💙]•>
Rion memakan mie ayamnya di pojok kantin dan menghadap membelakangi pintu kantin dengan hikmat. Kantin saat ini belum terlalu ramai jadi dia sedikit tenang sambil menikmati makannya. Rion tidak suka dengan keramaian, dia bila ingin ke kantin pasti ketika sudah masuk dan dia ijin ke guru untuk ke toilet padahal dia ke kantin untuk makan.
Suara bel istirahat berbunyi, lalu derap langkah kaki terdengar nyaring menuju kantin. Rion berdecak kesal, “Ck! Kenapa harus sekarang?” Rion melihat mie ayamnya yang masih banyak. Terpaksa dia harus tinggal disini lebih lama dan mempersiapkan kupingnya mendengar kericuhan yang akan terjadi di kantin. Inginnya dia segera pergi, tetapi dia selalu ingat ucapan orang tuanya agar tak membuang makanan, mubazir.
Ketenangan Rion makin terganggu dengan kehadiran teman-temannya yang menyusulnya dan kini duduk di meja panjang dimana dia duduk.
“Ayam kampung dimakan elang, Bang Rion ke kantin kok nggak ngajak\-ngajak!” Ken berseru kesal di sebelah Rion.
“Pantun tak bermutu tinggi, siapa lagi penciptanya kalo bukan Ken Arok!” Leon menggeplak kepala Ken. Dia juga duduk di sebelah Rion sebelah kiri. Teman\-teman Rion yang lain seperti, Tegar, Sam, Tommy duduk di depan Rion.
“Yang bilang gue lagi mantun siapa?” sahut Ken tak terima kepada Leon. Rion yang berposisi di tengah hanya menulikan telinganya.
“Cih gue jadi kasian sama lo Ken, ganteng\-ganteng \*\*\*\*\*\*! Untung kegoblokan gue masih mending ketimbang lo ye.” balas Leon.
Yang lain tertawa terbahak-bahak melihat perdebatan keduanya, “Weh jangan lupakan Le, si Ken Arok kan jones.” Tommy ikut-ikutan.
“Tomcat nggak sadar diri sih, ngaca dong! Situ juga jones, ngemis\-ngemis cinta di Mbak Sori aja kagak berbalas. Uweee sedboi kelas kakap anda!” Ken balas meledek Tommy, Mbak Sori itu anak ibu kantin yang lumayan cantik dan sering digombalin oleh Tommy.
“Bacot!” Rion berdecak kesal, dia meminum es jeruknya dengan cepat.
Karena kerusuhan yang ditimbulkan oleh teman-teman Rion, tak ayal mereka mendapat tatapan tak suka dan mencemooh. Tegar yang melihat itu angkat suara, “Gue heran deh, kenapa orang sukanya mandang harta. Orang yang rendah ditempatin di kelas khusus, heran gue.”
“Betul tuh, disini juga banyak pembullyan terhadap anak beasiswa. Kasian gue liatnya. Tapi untung aja deh, bokap gue nempatin gue di kelas yang ada lo pada. Gue jadi tau mana yang tulus berteman sama gue, hehehe,” Sam ikut berbicara. Sejujurnya teman sekelas Rion itu golongan orang\-orang mampu, tapi mereka masuk sekolah ini lewat jalur beasiswa yang dikhususkan untuk orang tidak mampu.
Seketika pembicaraan mereka terhenti karena kantin yang tiba-tiba riuh. Sam menggelengkan kepalanya, “Gue kasian liat tuh cewek sering banget kena bully. Nggak seharusnya mereka kayak gitu.”
Rion yang sedikit tertarik menolehkan kepalanya ke belakang. Matanya terbelalak mendapati cewek yang ditolongnya tadi tengah terduduk di lantai kantin.
*Cewek pincang itu* ...
<•[💙]•>
Sicka dan Kimi yang sudah lapar pun pergi ke kantin. Sicka membawa bekal yang diberikan Bi Sum kepadanya itu mencari bangku kosong untuk dia duduki bersama Kimi. Kalau Kimi sendiri tengah memesan makanan di stand bakso. Tetapi seorang cowok dengan sengaja menumpahkan kuah bakso yang masih panas ke Sicka dan mengenai pahanya.
“Akhh ... Panas ...” Sicka bahkan menjatuhkan bekalnya hingga berserakan di lantai kantin. Sedangkan cowok itu tersenyum menyeringai dan memasang wajah tanpa rasa bersalah.
“Gue kira tempat sampah, eh malah elo cewek cacat! Maap yak, gue nggak sengaja.” ujar cowok itu.
Bugh
Kimi datang dan langsung menonjok pipi cowok itu, “LO NGGAK PUNYA MATA HAH? LO PIKIR LO SIAPA BERANI NYAKITIN DIA?”
Cowok itu menatap kesal Kimi, “Nggak usah sok pahlawan deh lo! Lagian lo kok mau aja sih temenan sama cewek cacat kayak dia!” Cowok itu menunjuk Sicka yang masih mengipaskan tangannya ke pahanya.
Kimi menarik kerah seragam cowok itu, “Jaga bicara lo!” tekan Kimi disetiap ucapannya. Sicka yang hendak melerai Kimi tiba-tiba tersungkur ke depan hingga dia mencium lantai. Lututnya terasa nyeri karena sepertinya lecet.
Byurr
Kini Sicka tak hanya merasakan nyeri dan panas, tetapi dingin juga basah di seragamnya, warna seragamnya sudah berubah warna menjadi merah. Suara sorakan kantin begitu riuh menertawakan dirinya yang serihg menjadi bulan-bulanan. Saat Sicka mendongak hendak memarahi pelakunya, dia menahan nyeri di hatinya saat mengetahui pelakunya adalah Sandriana, kakak kembarnya sendiri.
“SIALAN LO ANAK SETAN!” Kimi mengumpat ke Sandriana, Kimi hendak maju untuk memberi pelajaran kepada Sandriana, tetapi Sicka menahan tangan Kimi.
“APA? LO NGGAK TERIMA? GIH NGADU SANA NGADU SAMA GURU!”
tantang Sandriana sambil tersenyum meremehkan, “Lagipula mau lo ngadu ke guru nggak akan guna.” sambungnya. Tentu saja hal itu membuat Kimi makin naik darah. Dia kembali hendak maju menyerang Sandriana, dan membuat kantin makin riuh karena ingin melihat Kimi beradu dengan Sandriana. Lagi-lagi Sicka menahannya, tak mungkin dia membiarkan saudara kembarnya disakiti oleh Kimi.
“Kenapa sih lo tahan gue? Dia itu harus dikasi pelajaran buat nggak berbuat seenaknya sama orang!” Kimi kembali memandang sinis Sandriana bersama teman\-temannya.
“Udahlah Kim, biarin aja. Mending lo anter gue ke UKS sama ganti seragam. Daripada lo koar\-koar nggak guna terus berurusan sama guru kan lo sendiri yang repot.” ucapan Sicka tentu saja membuatnya dicemooh.
“HUUUUUUUUUUUUU,”
“KAGAK SERU ELAH! GELUT KEK!”
Sandriana yang sudah merasa puas karena sudah mempermalukan Sicka pun memilih pergi menuju meja kantin dimana dia dan temannya sering duduk sesaat sebelumnya melemparkan tatapan merendahkan kepada Sicka.
“Udah deh kalian diem! Seneng banget liat gue, kalian ngepens apa gimana sama gue?” Semua orang yang ada di kantin bergidik jijik ketika mendengar ucapan Sicka.
“DIH KITA NGEFANS LO? NGIMPI NOH! BANGUN WOI BANGUN! LO BUKAN TUAN PUTRI YANG PANTES BUAT DIJADIIN FAVORIT!”
“MENDINGAN TETANGGA GUE DARIPADA LO CACAT!”
“AMIT\-AMIT KITA NFEFANS SAMA LO! NGGAK GUNA \*\*\*\*\*\*!”
“KAMSEUPAY IYUHH!”
Kimi sedari tadi menutup kedua telinga Sicka agar Sicka tak mendengar semua cacian itu. Meskipun Sicka masih bisa mendengarnya karena suara orang-orang yang begitu kencang.
Sicka menanggapinya dengan tersenyum lebar, Kimi bergegas menarik tangan Sicka keluar dari kantin. Lain kali ingatkan Kimi agar tak lagi membawa Sicka ke kantin.
Kimi membawa Sicka ke UKS setelah tadi sempat ke kamar mandi untuk berganti seragam. Beruntung di loker Kimi ada seragam cadangan.
Saat sudah sampai di UKS, Kimi menatap Sicka yang sedari tadi tersenyum. Hal itu membuat hati Kimi juga merasakan sakit, apalagi saat tadi ia tak sengaja melihat pipi Sicka yang lebam.
“Keluarin!” Sudah cukup. Kimi tidak bisa menatap Sicka yang terus tersenyum sejak dari kantin tadi. Ia tahu bahwa Sicka mencoba menahan agar ia tak menangis.
“Keluarin, Rin!" bentak Kimi kepada Sicka.
*Jenis rasa sakit yang terburuk adalah saat kamu tersenyum hanya untuk menghentikan air mata yang jatuh*.
Sicka menatap Kimi dengan tatapan kosong, senyumnya yang tadi mengembang perlahan memudar. Matanya mulai berkaca-kaca, hingga bulir bulir bergantian mengalir di pipi gadis itu.
“Hiks ... Hiks ... G\-gue nggak bo\-leh cengeng hiks ...” isakan yang menyayat hati menggema di UKS.
Kimi pun ikut menangis, dia membawa Sicka kedalam pelukannya. Mencoba meyakinkan kalau masih ada dirinya yang menerima Sicka, meyakinkan bahwa Sicka tak sendiri, Sicka kuat.
“Hiks.. k\-kalau boleh gue m\-minta waktu hiks... g\-gue pengen memperbaiki s\-semuanya ... t\-tapi salah gue ? Hiks... gue cuma...
"
Sicka mencoba menarik napasnya agar tangisnya tidak semakin parah.
"Hiks... gue cuma mensyukuri apa yang Allah kasih, Kim.” tidak, Sicka tidak bisa menahan tangisnya lagi. Saat ini juga semua air matanya keluar.
“Husttt hiks... Gue tau kok hiks... gue tauuu banget gimana sakitnya elo.. tapi gue yakin hiks .. lo kuat!” Kimi mengelus punggung Sicka sembari terisak, ikut merasakan apa yang dirasakan oleh Sicka.
“G\-gue selamat atas kejadian itu aja gue udah bersyukur banget Kim hiks... Allah sayang gue banget ya Kim.. hiks ..hiks.. sampe dia kasih gue ujian kaya gini.”
Kimi tak bisa menjawab apa-apa, yang mampu ia lakukan hanyalah mengangguk sembari memeluk sahabatnya ini erat-erat.
“Kim hiks.. lepasin gue.. jangan peluk gue lama\-lama hiks.. ntar kalo ada yang ngira kita l\-lesbi gimana?” Sicka lalu mengurai pelukannya.
Pletak
Jitakan Sicka dapatkan dari Kimi, dalam keadaan melow begini Sicka masih saja bercanda. Mereka menghapus air mata mereka.
“Udah melow\-melow tadi juga. Eh lo ngrusak suasana hahahah,” sontak tawa mereka pun pecah memggema di ruangan kesehatan ini.
“Ya salah sendiri, lo meluk gue erat banget. Kan gue jadi mikir lo nggak normal, secara lo juga nggak pernah cerita\-cerita ke gue lo lagi suka sama siapa.” bela Sicka yang membuatnya kembali mendapat jitakan dari Kimi.
“Mulut lo sembarangan amat dah, gue masih normal kali. Gue masih doyan ABS Oppa.”
Lalu Kimi teringat pipi Sicka yang terlihat lebam tadi, ia pun menyingkirkan rambut Sicka ke belakang yang membuat Sicka terbelalak.
*\*\*\*\*\*\* Kimi tau*..
Dan kini Kimi kembali menatap Sicka datar, “Ini kenapa ?”
Sontak Sicka memegang pipinya sendiri, “I-ini?? Ini itu.. anu.. ah iya kemaren malem pas gue lagi nonton tipi eh ada nyamuk yang nyipok pipi gue, yaudah karena gue nggak terima gue tampar lah. Eeehhh malah senjata makan tuan.” jelas Sicka yang tidak di percayai oleh Kimi.
“Serius karena nyamuk? Nggak karena nyokap lo atau keluarga lo yang lain?” Kimi tak mempercayai penjelasan Sicka.
Sicka gelagapan, “Y-ya gitu dehh.”
Kimi menghela napas kasar, ia kemudian beranjak mendekat ke kulkas yang ada di UKS lalu mengambil es batu guna untuk pipi Sicka.
Perlahan Kimi mengompres pipi Sicka yang membuat Sicka harus meringis menahan ngilu sekaligus dingin yang bercampur menjadi satu.
“Shh... Pelan\-pelan kek, sakit tauk!!”
Kimi hanya meringis, “Ya maaf.”
Grrrrrrr
Suara geraman itu membuat Kimi menghentikan gerakannya mengompres, “Eh Rin, masa gue denger suara geraman hewan sih?” tampak sekali raut wajahnya ketakutan.
Sicka terkekeh, “Bukan hewan elah, itu suara ringtone kalo ada wa masuk di hp gue hahaha,” jelas Sicka yang membuat Kimi mencebik kesal.
Sicka pun segera mengecek pesan itu.
Bunda Say 💗
Plng sklh lngsng plng, jgn kmn-mn. Sy sma yg lain mau pergi dan pulang nanti mlm. Tdk usah menunggu mkn mlm. Kmu jaga rumah saja.
*balasan* Iya Bunda.
Sicka mendesah, hal ini sudah biasa. Padahal dalam hatinya dia juga ingin sekali pergi bersama mereka.
*Realita tak sesuai ekspektasi, Rin... Lo harus sabar*!
Kimi menyadari perubahan raut wajah sahabatnya, dia tau semua yang terjadi dengan sahabatnya. Tapi dia hanya bisa diam, karena Sicka pernah bilang kepadanya kalau Sicka seperti ini, Kimi harus bersikap biasa saja. Ya Sicka tidak ingin dikasihani.
“Rin kalo lo udah nggak betah, jangan lupa gue dan keluarga selalu membuka rumah untuk lo pulang.”
Tidak apa-apa, aku bisa memulai lagi dengan kembali bersinar ceria.
•{ Anonimoûs }•
Sicka dan Kimi sedari tadi tertawa terbahak-bahak tidak jelas di sepanjang koridor. Beruntung sekolah sudah sepi, karena dua gadis itu memilih pulang sekolah paling akhir menunggu semua siswa-siswi pulang terlebih dahulu. Apalagi setelah insiden kantin tadi, mereka hanya ingin menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Mereka tengah menuju parkiran untuk mengambil motor Scoopy warna hitam kesayangan Kimi. Ya memang Sicka akan menebeng Kimi, jadi mereka ke parkiran bersama.
"HUAHAHAHAHAHA" Tawa Kimi yang menggelegar membuat Sicka menabok punggung gadis itu.
"HAHAHAHAHAH" kini giliran Sicka yang tertawa keras.
"Sumpah ya, kejadian tadi buat gue ke inget mulu bhaksss hahahahah"
Sicka mengangguk, "Hahaha kasian Bu Ema tadi mental ketendang badannya si Dodo huahahaha apalagi mentalnya sampe keduduk di samping sampah." Sicka menimpali.
Memang tadi setelah Kimi dan Sicka dari UKS mereka segera menuju kelas dan saat itu mereka berpapasan dengan Bu Ema yang termasuk guru galak setelah Bu Pram. Mungkin memang lagi jatah sialnya Bu Ema, saat dia akan memasuki kelas diarah berlawanan ada Dodo yang tengah berlari keluar kelas dan akhirnya menabrak Bu Ema. Kejadian itu sempat membuat kelas XI Bahasa 3 terdiam karena melihat Bu Ema yang sudah terduduk di sebelah sampah.
Tawa mereka masih menggelegar sampai mereka memasuki area parkiran yang ternyata masih ada sekelompok siswa di sebelah motor Kimi.
Mereka pun berdehem guna mengurangi tawa, cuma sekedar jaim. Kan di situ ada cogan, yakali mau ketawa ngakak terus.
Kimi pun segera memakai helmnya yang bergambar hello kity. Dan hal itu membuat Sicka tertawa lagi, membuat sekelompok siswa di sebelah nya memperhatikannya.
"Weh Kimpret b\-bhuaahahahaha tumben lo pake helm *hello kity* gitu? Cilipink!" Hal itu membuat Kimi mendengus.
"Terpaksa gue tuh terpaksa. Tadi pagi mbak gue buru\\-buru ke kantornya ampe nggak nyadar helm yang dia pake punya gue. Yaudah gue akhirnya pake nih helm cilipink biar ngga kena tilang di jalan." jelas Kimi dengan sewot.
Sicka masih tertawa sembari menaiki, membonceng Kimi. "Iye dah iye yang penting kepala lo dapet septi,"
" Safety ******!" tawa Sicka kembali keluar, sedangkan Kimi mulai menjalankan motornya meninggalkan area parkiran tanpa menghiraukan siswa-siswa yang menatap mereka.
<•[💙]•>
Rion dan teman-temannya baru sampai di parkiran setelah memastikan semua siswa-siswi SIS sudah pulang. Hal ini sudah biasa bagi aku dan temanku.
"Yon lo abis ini mau langsung pulang apa ikut kita main futsal?" tanya Sam.
"Weitss bang Rion pasti ikut lahhh, dimana ada Ken disitu ada Rion hehehe ..." Ken menjawab dengan cengiran khasnya, Rion hanya memutar bola matanya malas.
"Hmm." Rion hanya menggumam, yang pasti mereka sudah paham apa maksud Rion. Dia pun mulai menaiki motor pemberian ayahnya yaitu motor Sport dengan warna hijau ini.
"Heran gue heran, ngomong nggak bayar juga nih anak masiiihh aja irit." Leo sahabatknya sejak SD hanya geleng\\-geleng kepala melihat sifat Rion yang irit bicara itu.
"Udah dari orok kali,"
"Ya emang males paling wkwkwkw,"
"Serah dia lah, kan dia yang punya pita suara dan berhak untuk berbicara singkat ataupun nggak."
"Hadeh iya dah iya apa kata lo pada aja." ucap Leo sembari mengangkat kedua tangan.
"HAHAHAHAHAHA"
Hingga suara tawa yang begitu keras membuat Rion dan teman-temannya terdiam heran. Dan dua perempuan baru saja masuk ke area parkiran masih dengan tawanya.
"HAHAHAHAHAH" Kali ini Rion melihat perempuan tadi yang sempat kena bully di kantin.
"Busyettt ketawanya tuh cewek kenceng amat." Ken yang disamping Rion sampai geleng\\-geleng kepala.
Dalam hati Rion kagum melihat ketegaran perempuan itu. Pembullyan tadi menurutnya sangatlah menyakitkan, tapi dia disini tertawa terbahak-bahak seperti itu seolah-olah kejadian tadi tidak pernah terjadi.
Hingga akhirnya mereka menghampiri sebuah motor Scoopy, lalu perempuan itu kembali tertawa lantaran helm temannya itu yang berwarna pink bergambar hello kitty.
Rion dan teman-temannya hanya bisa diam melihat mereka, entah kenapa mereka merasa ikut tertawa saat melihat perempuan itu senang.
" *Safety* ******!" Hingga temannya itu mengumpati perempuan tadi dan tanpa sadar sudut bibir Rion ikut terangkat karena perempuan tadi sengaja mengucapkan kata 'safety' dengan salah.
Setelah kepergian kedua perempuan itu, teman-temannya mulai berbicara setelah lama terdiam.
"Itu cewek yang sering kena bully kan?" tanya Tio temanku memastikan.
"Iye dia tadi yang kena bully pas di kantin."
"Eh pas dia ketawa ngakak tadi, gue ikutan senyum masaaa,"
"Gue juga, ngerasa ikut seneng aja gitu."
"Ho'oh padahal biasanya orang kalo kena bully mukanya kan sedih nah dia kagak, malah ketawa ngakak gitu,"
"Biarin aja lah, lagian ini jadi main futsal apa nggak?" Rion ikut membuka suara dan membuat mereka menatapnya.
"Ya jadi dong, kuy lah capcuss!" Lalu Tio pun menjalankan motornya dahulu disusul teman\\-temannya kemudian Rion yang paling akhir.
<•[💙]•>
Rion menyetujui pendapat bila sudah bersama dan bermain dengan teman maka waktu pun terlupakan. Seperti saat ini, dia tiba di rumah saat langit sudah gelap.
"Assalamualaikum." Rion masuk ke dalam rumah yang kebetulan pintunya terbuka. Kemudian dia melangkahkan kaki naik ke tangga untuk menuju kamarnya yang berada di lantai atas.
Entah kemana semua orang rumah, mungkin masih sholat Maghrib.
"Wa'alaikumsalam, ck, masih inget rumah lo, Onald?" Baru saja Rion akan menaiki tangga, suara kakaknya yang terdengar cempreng membuatnya menoleh. Dan mendapati dirinya yang masih memakai mukena putih sembari berkacak pinggang. Di rumah, Rion memang dipanggil 'Onald' dari namanya yaitu Rionald.
"Ya kalo nggak inget gue nggak bakal balik ke sini dodol!" sahut Rion dan kini perempuan itu melangkah mendekati Rion sembari menatapnya.
"Lo.... nggak bawa apa\\-apa gitu?" tanyanya yang membuat Rion mengerutkan dahi. Apa\\-apa maksudnya itu apa?
"Dasar nggak peka." Dia mulai kesal, "Maksud gue tuh lo nggak bawa makanan atau apa gitu yang bisa ganjel perut?" jelasnya yang membuat Rion paham.
"Oh ... nggak bawa." jawab Rion yang malah membuatnya semakin kesal. Terkadang dia bingung, dia diam salah dijawab juga salah. Sebenarnya maunya apa coba?
"Ya Allah ya Robbi! Perut gue laper Onald. Harusnya TANPA gue suruh tuh lo ngerti dikit kek! Bonyok kan lagi pergi, terus gue juga nggak bisa masak. Ah elaaahhh!" terangnya dan membuat Rion teringat kalau orangtuanya sedang tidak berada di rumah.
"Maaf kak Rain, nanti gue bikinin telur dadar." kakaknya yang bernama Rainisya Ajeng Dinata ini memang tidak bisa memasak, sekalinya memasak pun dapur akan menjadi berantakan seperti kapal pecah. Bahkan mama sampai melarang kak Rain untuk ke dapur.
Dia dan Rion hanya terpaut setahun saja, jadi bila mereka sedang jalan bersama pasti akan terlihat seperti sepasang kekasih. Kini dia sedang berkuliah semester satu di salah satu universitas ternama di Jakarta dengan jurusan Akuntansi.
"Nggak mau telur dadar ah, lo kalo bikin ke asinan mulu. Kalo kata eyang lo minta kawin ya?" ucapnya yang membuat Rion segera menjitak kepalanya.
"Aduhh sakit onald \*\*\*\*\*\*!"
"Sembarangan kalo ngomong, kalo nggak mau telur dadar minta aja ke Rafisqy beliin lo makanan." ucapnya kepada Rain.
"Wehhhh dateng\\-dateng udah mau nyuruh gue lo bang, nggak nggak gue nggak mau. Lagi mager." sahut Rafisqy si bungsu kesayangan eyang yang turun dari lantai atas dengan muka yang nampak habis mandi.
Rain melepas mukenanya lalu ia sampirkan di tangannya, kemudian menatap Rion dan Rafisqy masam "Nggak guna lo pada! Bodo ah gue ngambek." ucapnya lalu berlalu ke kamarnya.
"Hayoloh kanjeng ratu ngambek gara\-gara lo bang, ****** pasti ntar dia ngadu ke Papa." ucapnya seolah\-olah Rion saja yang salah.
"Lo juga kali sarap!" setelah itu dia memilih menuju ke kamarnya yang sempat tertunda.
Rion hanya butuh waktu 10 menit untuk mandi, setelah itu dia segera menunaikan kewajibannya untuk sholat magrib sebelum waktunya habis.
Setelah menunaikan ibadah, Rion melangkah keluar kamar untuk turun ke bawah. Dia teringat kak Rain yang pastinya sedang ngambek. Dia harus segera menuruti keinginannya atau Rion akan didiami selama satu Minggu. Apa semua perempuan sama seperti kakaknya? Dasar perempuan!
Ceklek
Rion membuka pintu kamar Rain, dan tampaklah dia tengah mengusap air matanya sembari memandangi laptop di depannya.
"Hiks ... kasian kaisar ditembak emaknya sendiri hiks ... terus si Sunny nya menjanda dong."
Seperti biasanya, pasti karena drama Korea. Dugaannya benar setelah Rion duduk di sebelahnya dan memperhatikan laptop yang menampilkan seorang laki-laki tengah terluka seperti kena tembak.
Rain yang menyadari kehadiran Rion segera menoleh dengan wajah sembabnya. Dasar baperan, ejek Rion dalam hati.
"Ngapain lo kesini?" tanyanya ketus, hal ini yang membuat Rion terkekeh. Rain ini terlihat begitu menggemaskan saat tengah marah. Bagaimanapun dia sangat menyayangi Rain. Kalau sampai ada orang yang membuatnya menangis, maka dia akan memberikan pelajaran.
"Katanya laper, hm?" Seketika wajahnya yang tadi ketus kini berganti dengan senyum sumringah.
"Lo mau beli makanan?" Rion mengangguk.
"Yeiiiiiiii akhirnyaaa, uuuu makacihhh \*uri dongsaeng\*." ucapnya sembari memeluk Rion.
Rion hanya tersenyum melihat mood kakaknya yang cepat sekali berubah. "Oh iya, sekalian mampir ke kompleks Permata Indah yak!" Rion mengerutkan kening.
"Ngapain?"
"Ngambil syal sama sweater gue, mau kan?" Rion menghela nafas kemudian mengangguk.
"Sipp nanti gue kasih lo alamat lengkap rumahnya. Oh iya gue mau sate kambing di perempatan jalan yang deket kantor polisi yak." Sekali lagi Rion hanya mengangguk. Setelah itu dia keluar kamar, kembali ke kamarnya untuk mengambil kunci motor sekaligus memakai jaket.
<•[💙]•>
Sicka tengah sibuk mengemas barang yang nanti akan di ambil oleh pelanggannya. Dia mengamati hasil karya tangannya dengan puas.
"Rajutan gue bagus juga wkwwk semoga aja makin banyak yang pesen." Dia tengah mengamati hasil rajutannya yang sekarang sudah menjadi syal dan sweater.
Syal yang berwarna merah darah serta sweater berwarna hitam itu tinggal Sicka masukkan ke dalam paper bag.
Sudah lama Sicka membuka usaha kecil-kecilan dengan cara menjual berbagai hasil rajutannya guna menambah keuangannya. Karena diantara saudara-saudaranya dia hanya di beri jatah yang tidak banyak. Sehingga dia harus mencari penghasilan sendiri guna menutupi kebutuhannya yang kurang.
Dia sendiri bisa merajut berkat temannya dulu sewaktu SD yang mengajarinya. Lalu saat dia SMP, dia mencoba membuat gelang, bros, tas lalu menjualnya lewat sosmed. Dan ternyata banyak sekali yang memesan sehingga dia melanjutkan usahanya itu. Dia pun memberi label pada hasilnya dengan nama Rin's Hand.
Hihihihihi hiiiihihihi
Suara kuntilanak tertawa pun membuat Sicka segera meraih handphonenya, tanda bahwa ada panggilan masuk. Ia pun segera mengangkatnya.
"Rin's Hand disini." Sambut Sicka ramah
"\*Iya kak, ini Rainisya yang seminggu lalu pesen syal sama sweater\*."
"Oh iya saya inget kak, kenapa kak?"
"\*Ini, saya cuma ngasi tau, kalau yang ngambil barangnya itu bukan saya. Tapi adik saya\*,"
"Oh begitu, iya kak terima kasih atas infonya dan terimakasih sudah memesan syal dan sweater ke Rin's Hand."
"\*Iya sama\\-sama kak, kalau nanti saya mau pesen lagi saya bakal langsung telpon kakak\*."
"Iya sekali lagi terimakasih."
Setelah itu Sicka menaruh handphone nya di nakas. Sudah terbiasa dia dipanggil Kaka oleh pelanggannya hanya sekedar untuk formalitas.
Sicka kemudian melangkah turun dengan menenteng paper bag yang berisi pesanan orang tersebut. Setelah sampai di bawah, Sicka terdiam sembari menatap sekeliling rumahnya yang nampak sunyi.
"Mereka pulang kapan ya? Coba aja gue boleh ikut." gumamnya dengan nada sedih. Hingga sebuah tepukan di bahunya membuat dia menoleh.
"Non yang sabar ya..." Bi Sum mencoba menenangkan Sicka. Dan gadis itu hanya mengangguk sembari tersenyum. Dia tidak ingin melihat Bi Sum yang khawatir karena dirinya yang terus bersedih. Maka dari itu dia harus kuat.
"Oh iya kapan penerimaan rapotnya, Non?"
"Oh iya mam aku hampir lupa hehehe, besok mam. Mami kan yang ngambilin rapot aku?" tanya Sicka memastikan karna sudah biasa bila Bi Sum yang mengambilkan rapot untuknya.
"Iya dong, kan pasti nyonya lebih milih ngambil rapot Non San. Kamu tenang aja, mami pasti dandan cantik untuk besok biar kamu nggak malu pas diliat temen." ucap Bi Sum dengan senyumannya.
Sicka hanya tertawa, apalagi saat dia membayangkan saat Bi Sum yang digoda tukang kebun di sekolahnya saat satu tahun lalu karena melihat kecantikan Bi Sum.
Meskipun Bi Sum hanyalah ART, tapi penampilannya itu kekinian. Dia hanya menyesuaikan umurnya karena umur Bi Sum sendiri masih terbilang muda yaitu 30 tahun.
"Tapi mami jangan menor\-menor ntar digodain tukang kebun di sekolahku kan mami yang repot hahahaha" Bi Sum merengut mendengar itu.
"Kapok ah, mami nanti make up natural aja nggak mau menor\\-menor." lalu mereka tertawa bersama.
Ting tong .. Ting tong....
Suara bel berbunyi yang membuat tawa mereka berhenti.
"Ada tamu, biar mami yang bukain." secepat itu Sicka mencegah.
"Eh nggak usah mam, biar Rin aja. Mungkin itu orang yang mau ngambil pesenan."
"Oh yaudah kalo gitu mami mau sholat Isya dulu." Sicka pun mengangguk lalu segera membuka pintu untuk menemui pelanggannya.
Ting tong... Ting tong....
"Iya sebentar!" teriak Sicka agar pelanggannya itu mendengar.
Ceklek
Sicka membuka pintu yang langsung di hadapkan dengan seorang lelaki yang tengah memunggunginya.
Nih cowok tinggi amat ... Batin Sicka.
"Mas yang mau ngambil syal sama sweater atas nama Rainisya?" tanya Sicka yang membuat lelaki itu membalikkan badan.
Setelah lelaki itu berhadapan dengan Sicka, dia nampak tak asing dengan perawakan lelaki itu. "Kayak pernah liat," gumam Sicka yang masih bisa di dengar lelaki itu.
Sementara Rion, dia sedikit terkejut saat mengetahui siapa yang membuka pintu. Namun dia segera merubah wajahnya menjadi biasa saja.
"Ya." ucapnya singkat menjawab pertanyaan Sicka tadi.
Seketika Sicka teringat lelaki di depannya ini.
"Oh iya lo kan yang nolongin gue kan di tangga tadi pagi?" tanya Sicka sembari menjentikkan jarinya. Dia masih bisa mengenali cowok di depannya dari suara.
Lelaki itu hanya mengangguk, kemudian dia menatap tampilan gadis didepannya ini yang hanya mengenakan rok pendek selutut warna hitam dengan atasan berwarna pink.
"Oh iya gue jadi lupa. Nih pesenannya, makasih udah mau jadi pelanggan gue." Sicka menyerahkan *paper bag* itu ke Rion yang segera diterima oleh lelaki itu.
"Berapa?"
"Eummm 100 ribu aja, gue potong harga karena Kak Rainisya sering pesen ke gue."
Rion mengangguk kemudian mengambil dompetnya dan segera menyerahkan selembar uang berwarna merah kepada Sicka.
"Gue pamit, Assalamu'alaikum." setelah itu Rion berjalan menuju motornya lalu mulai menaikinya. Satu menit kemudian lelaki itu menjalankan motornya yang sebelumnya menundukkan kepalanya sebentar untuk pamit lagi kepada Sicka.
Saat Sicka hendak masuk, tiba-tiba ada motor yang memasuki halaman rumahnya membuat dia urung untuk masuk kembali.
Hingga Sicka mengetahui siapa yang datang ke rumahnya.
"Eumm lo ... Sickarina?" Dia adalah Brandon Revaga *most wanted* di angkatannya dan salah satu murid berprestasi di SIS.
Sicka sempat terdiam, kenapa bisa cogan ini nyasar ke rumahnya? Dan kenapa dia menanyakan namanya? Seketika Sicka dilanda kegugupan.
"I\-iya g\-gue Sickarina. Ada apa kesini? Eh m\-maksud gue lo mau nyari siapa?" Sicka berusaha menetralkan ucapannya agar tak terlihat gugup.
Lelaki didepannya ini nampak kikuk, dia mengusap tengkuknya, "Eumm.. gue nyari elo."
"Hah?"
This is Sickarina Aurelin Siregar.
This is Rionald Bayusendra Dinata
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!