Please don't cry. Meskipun kegelapan datang, janganlah kau merasa terpuruk, karena air matamu itu akan membuatku terluka
•{ Protector}•
Distrik Gangnam, Seoul, Korea Selatan
"APAA?? Itu tidak mungkin!" Berita yang didengarnya dari sahabat dekatnya membuatnya terkejut sekaligus tak percaya.
" .... "
"Suryo kepercayaanku bagaimana mungkin dia berani melakukan hal itu? Tidak, itu tidak mungkin Herman!!" Dia masih tak percaya.
"....."
"Sialan!! Terimakasih sudah membantuku mengungkap siapa itu Suryo, Herman." Afkar mematikan telponnya lalu mengusap wajahnya kasar. Dia tak menyangka bahwa Suryo berbuat hal itu, menggelapkan dana yang nilainya tidak sedikit.
Hanya satu yang ada dipikirannya sekarang. Bagaimana bisa?
"Kamu kenapa, yah? Kok marah\-marah?" Aurin tadi yang sedang mengobrol dengan Ana adik dari Afkar terkejut mendengar suara Afkar yang terlihat marah di teras belakang.
"Kasi tau anak\-anak Bun, besok kita pulang ke Jakarta."
"Loh yah kok gitu? San kan masuk sekolah dua hari lagii. Kenapa harus besok pulangnya?" Sandriana protes tak terima, awalnya dia tadi ingin mengambil ponselnya di ayunan teras belakang tapi malah mendengar perkataan ayahnya yang ingin pulang besok.
Afkar menatap putrinya itu, "Ayah bilang pulang ya pulang. Ada urusan yang harus ayah selesain, ayah harap kamu mengerti." putus Afkar membuat San mendengus lalu melenggang masuk.
Aurin yang masih belum tau permasalahan yang membuat emosi suaminya itu pun mendekat, "Sebenarnya ada apa, yah? Urusan apa kalo aku boleh tau?"
Afkar menghela nafasnya, "Suryo, dia menghilangkan kepercayaanku Bun. Dia menggelapkan dana pembangunan hotel impianku di Subang." Aurin terkejut, dia sungguh tau bagaimana suaminya ini menganggap Suryo.
"Kamu dikasi tau siapa?" Aurin bertanya dengan nada setenang mungkin, dia tak ingin menyumat emosi Afkar.
"Herman Bun, dia menyelidiki Suryo sudah lama." Aurin mengangguk.
"Jangan terlalu difikirkan, sudah ada Herman yang membantumu. Baiklah kita pulang besok." Afkar tersenyum, beruntung dia memiliki istri pengertian seperti Aurin.
<•[💙]•>
Berbeda dengan hari sebelumnya, malam ini Sicka tersenyum sangat lebar membuat Rion yang melihat itu mendengus. Bagaimana dia tidak bahagia, karena yang akan mengantarkannya pulang adalah Brandon yang statusnya sekarang adalah pacarnya.
"Ya Allah Nald gue seneng banget tau nggak." Sicka begitu bahagia dan hal itu lagi-lagi membuat Rion memutar bola matanya malas.
Sicka menoleh ke samping dimana Rion duduk di tepi ranjang bersamanya, "Nald, makasih ya udah mau jadi temen gue. Gue seneng banget bisa berteman sama lo." ucap Sicka tulus.
Rion menatap Sicka dan dia dapat melihat ketulusan dari mata belo itu. Rion tersenyum menanggapi lalu mengacak rambut Sicka.
"Iya, kalo lo butuh apa-apa telfon gue." Semenjak Rion mengetahui kehidupan gadis ini, dia memutuskan untuk masuk ke dalam hidup gadis itu.
"Ehm," Suara deheman seseorang membuat Rion segera menjauhkan tangannya dari kepala Sicka.
"Eh Brandon, gue kira lo nggak jadi nganter gue pulang." Sicka makin tersenyum lebar melihat pacarnya itu.
"Jadi dong Sicka, gue kan udah janji. Pulang sekarang?" Sicka pun mengangguk lalu dia segera turun dari ranjang dan mengambil tongkatnya.
Mereka keluar dari ruang inap Sicka dengan Rion yang berjalan dibelakang Sicka dan Brandon. Sampai di parkiran Sicka masuk ke dalam mobil Brandon, saat Brandon ingin masuk ke mobil sisi khusus pengemudi bahunya ditahan oleh Rion.
"Kenapa?" tanya Brandon malas.
"Jangan mainin dia." Setelah mengucapkan itu Rion melangkahkan kakinya menuju motornya. Sedangkan Brandon tak ambil pusing peringatan Rion dengan mengendikkan bahunya acuh, kemudian masuk ke dalam mobil. Menyalakannya lalu mulai menjalankan mobilnya keluar dari parkiran rumah sakit.
Di dalam mobil suasana hening tak ada yang membuka suara. Brandon yang memang malas memulai dan Sicka yang sedang mengatur euforia yang tengah melandanya.
Sicka seperti mendengar alunan lagu milik Suran - Heartbeat.
Heartbeat Heartbeat Speending Up ... Heartbeat Heartbeat in my mind ... Hatinya seakan menyanyikan lagu itu sesuai dengan apa yang dialaminya sekarang.
"Lo laper nggak?" Akhirnya Brandon buka suara. Hal itu membuat Sicka segera mengangguk, dia tak akan menyia\-nyiakan waktu agar bisa bersama Brandon.
"Mau di restoran mana?" tanya Brandon lagi sambil melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul sembilan malam.
"Eum ... di warung pinggir jalan aja gimana? Nasi rawon di deket perempatan situ enak loh!" Sicka mencoba memberi rekomen.
"Pinggir jalan? Yakin? " tanyanya sembari menyetir mobil.
"Iya gue yakin. Lo pasti suka deh nasi rawonnya. Walaupun di pinggir jalan, rasanya nggak kalah enak sama rawon di restoran." ucap Sicka meyakinkan.
"Iya deh gue nurut pacar aja." balas Brandon sembari tersenyum manis.
*Duh aku diabetes ntar, liat senyum manis dia mulu*. Batin Sicka berbungah.
Setelah menempuh waktu sekitar lima belas menit mereka sampai di warung tersebut. Sicka segera menghampiri bapak yang menjual nasi rawon itu.
"Pakdhe nasi rawonnya dua ya sama teh angetnya du– Eh lo minumnya apa?" Sicka beralih menatap Brandon yang tengah melihat-lihat warung.
"Samain aja." jawab Brandon yang masih melihat\-lihat keadaan warung, jujur baru kali ini dia makan di pinggir jalan seperti ini. Dia masih merasa asing karena mereka harus duduk lesehan, berbeda kalo direstoran.
Mereka pun duduk berhadapan, dan dari yang Brandon lihat sepertinya Sicka sudah terbiasa makan disini. Dia bisa berasumsi seperti itu karena melihat interaksi gadis itu dengan bapak penjual yang menyebut nama Sicka.
"Lo belum kebiasa makan di pinggir jalan ya?" Sicka merasa kalau tingkah Brandon tidak terlalu nyaman duduk lesehan. Terlihat tadi sebelum duduk, Brandon memastikan tidak ada kotoran ditempat yang akan dia duduki bahkan dia meniup meja juga yang akan digunakan bersandar tangannya.
Dan meskipun Sicka sudah berpacaran dengan Brandon, dia lebih suka memakai lo-gue daripada aku-kamu dan Brandon sih setuju-setuju saja. Karena memang dia memacari Sicka karena suatu tujuan.
"Baru kali ini," balas Brandon,
"kenapa nggak di restoran aja, Ka? Lo yakinkan kalo disini emang bersih dan higienis?"
Sicka tertawa, "Lo tenang aja Bran, di warung Pakdhe itu kebersihan tetap nomor satu. Aman kok." jelas Sicka dengan acungan jempol.
"Tenang aja Mas, warung saya bersih dan higienis kok. Saya selalu memprioritaskan kenyamanan pelanggan saya." sahut Pakdhe yang membawakan pesanan mereka berdua.
Brandon tersenyum canggung sementara Sicka hanya tertawa, "Maaf ya pakdhe, maklum dia belum kebiasa."
"Iya nduk ,paham kok namanya juga orang kaya haha ..." setelah itu pakdhe berlalu untuk membuat nasi rawon ke pelanggan lain.
Sicka mengaduk teh angetnya kemudian meminumnya lalu beralih ke nasi rawonnya yang sudah merayunya untuk segera dilahap. Sicka memakan rawon itu dengan raut wajah menikmati. Hal itu membuat Brandon pun ikut memakan rawonnya.
Satu kalimat dari Brandon, SUMPAH INI ENAK BANGET!
<•[💙]•>
Sicka turun dari mobil dibantu oleh Brandon. Mereka baru tiba dirumah Sicka pukul sepuluh malam.
"Jaga kesehatan lo, jangan sampe drop lagi. Sakit tuh nggak enak." ucap Brandon sembari mengacak-acak rambut Sicka.
Sicka memang tadi tinggal pulang saja, karena keperluan selama di rumah sakit sudah dibawa pulang oleh Bi Sum.
"Siap kapten!" balas Sicka dengan gaya hormat seperti upacara.
"Kalo gitu gue pulang dulu ya ... " pamit Brandon yang diangguki oleh Sicka. Brandon pun segera masuk lalu mulai menjalankan mobilnya.
"Hati\-hati ya pacar!" teriak Sicka sembari melambaikan tangan. Lalu dia pun masuk ke dalam rumah dengan senyuman yang belum luntur. Sicka tidak menyadari bahwa dari atas balkon kamar ada yang melihat kejadian itu dengan tatapan tak suka.
Saat Sicka menutup pintu, dia terkejut mendengar seruan seorang lelaki yang sangat dia hormati. Afkar.
"Bagus ya pulang jam segini! Apa ini kelakuanmu selama ini?" Afkar berjalan mendekat ke arah Sicka yang masih berdiri di pintu lalu kemudian menarik tangan Sicka kasar sampai membuat tongkat yang digunakan olehnya jatuh. Tak sampai disitu Sicka juga di dorong sampai dia tersungkur.
"MAU JADI APA KAMU HA? PEREMPUAN BAYARAN? BUAT APA SAYA SEKOLAHIN KAMU KALAU KELAKUAN KAMU SEPERTI INI?" Afkar berteriak marah kepada Sicka yang hanya bisa menunduk.
"Maaf yah,tapi ayah salah pah–"
"Ayah sejujurnya Sicka emang sering gitu kalo kita lagi liburan." ucapan itu membuat Sicka menoleh dan mendapati San kakaknya.
"Aku juga udah ajak dia yah buat ikut kita liburan. Tapi dia sering nolak, ya mungkin alesannya kaya malam ini." Sicka menggelengkan kepalanya kuat saat melihat tatapan Afkar yang makin tajam dan diselimuti penuh emosi.
"Saya akan kasih kamu hukuman supaya kamu jera." Afkar melangkah mendekati pecut yang dipajang di dinding kemudian mengambil pecut itu.
Sicka melebarkan matanya, kumohon jangan lagi ayah ... Sicka melihat ke sekeliling dimana mereka, ibunya dan kakak-kakaknya duduk di sofa hanya diam menonton. Sicka mencoba meminta tolong tapi mereka hanya diam seolah menikmati hal yang akan terjadi.
Sicka kembali menatap Afkar yang sudah mendekat lalu mengayunkan pecut itu ke punggung Sicka.
*CTAR
CTAR
CTAR*
Tiga kali Sicka mendapat cambukan dipunggungnya, dia hanya memejamkan matanya mencoba menahan rasa sakit dan perih.
CTAR
CTAR
"AYAHH RIN MOHON BERHENTI! AAKH ... A-AMPUN ..."
Dan begitu seterusnya membuat Sicka lemas tak berdaya dengan mata sembab akibat menangis dan meraung. Lengannya bahkan mengeluarkan darah akibat kencangnya pecut itu diayunkan.
Kamu kuat Rin, kamu harus bertahan. Bahagiamu ada didepan matamu. Meskipun dia sudah terkulai lemah dilantai dia tetap menyemangati dirinya sendiri.
Sicka merasa tubuhnya terangkat dan yang mengangkatnya adalah ayahnya. Dia tersenyum karena berpikir ayahnya masih mengasihaninya. Namun senyumnya seketika hilang kala dia tiba-tiba menghantam dinginnya air.
BYURR
Dia di lempar ke kolam renang oleh ayahnya. Sicka terus meraung-raung minta tolong karena kakinya merasa keram apalagi dia juga tidak bisa berenang.
Suara kepakan air begitu berisik akibat tangan Sicka yang menggapai-gapai. Sepertinya Afkar melampiaskan amarahnya kepada Sicka tentang permasalahan Suryo.
"Ini yang akan kamu dapatkan bila kamu mengulanginya lagi!" peringat Afkar di pinggir kolam. Saat Afkar melihat Sicka yang hampir pingsan dia segera memanggil Satria lalu menyuruhnya untuk mengangkat Sicka.
"Bawa dia keluar rumah! Jangan biarkan dia masuk rumah." titah Afkar yang hanya di angguki oleh Satria. "Bukankah kamu suka keluar rumah Sicka? Malam ini saya bebaskan kamu." Itu yang terakhir Sicka dengar sebelum dia diletakkan di halaman depan rumahnya.
Sicka masih sadar sepenuhnya, hanya saja tubuhnya begitu lemas. Rasa sakit, perih dan dingin bercampur menjadi satu. Sungguh menyiksa siapapun yang merasakannya.
"Ya Allah hiks hiks ... Ampunilah dosa orang tuaku dan dosa keluargaku yang lain hiks ... Hamba ikhlas bila harus terluka agar mereka tidak makin membenciku hiks ..." Dia berdoa sembari meringkuk di halaman depan rumah.
Suasana komplek pun sangat sepi sehingga tidak ada yang menolong Sicka. Dan hal itu membuat Sicka mencoba berdiri meskipun rasa sakit begitu menjalar di seluruh tubuhnya. Dia menyeretkan langkahnya keluar komplek dengan keadaan basah kuyup.
Angin berhembus kencang seolah menambah siksa bagi Sicka yang hanya memakai kaos tipis yang kini basah. Sicka terduduk di aspal lantaran kakinya sudah tidak kuat lagi. Sicka menangis dia ingin menyerah namun segera ingatan orang diluar sana ada yang lebih parah darinya membuatnya tidak boleh sampai menyerah.
"Aku bisa hiks... kumohon ayo bangun" Sicka memaksa dirinya sendiri sembari menepuk keras kakinya yang lumpuh itu. Seketika dia teringat kalau dia masih mengantongi ponselnya, segera dia keluarkan ponselnya.
"Alhamdulillah hiks... hapenya canggih hiks hiks anti air," gumamnya, lalu segera menelpon seseorang. Dan entah kenapa yang dia telpon adalah Rion.
"*Apa*?" Sicka pasti mengganggu cowok itu malam\-malam. Namun suara tangisan Sicka membuat Rion yang diseberang bertanya kembali.
"*Lo nangis?Hei lo kenapa hah*?" Suaranya terdengar panik.
"Hiks ... di\-dingin Nald ... sakit ..." Sicka makin menangis.
"*Sekarang lo dimana ha?biar gue jemput lo*."
"Pinggir j\-jalan deket komplek r\-rumah hiks hiks ... "
"Oke oke lo tetep disitu, gue bakalan sampe lima menit." Entah setelah itu Sicka sudah tidak mendengar apapun lagi. Semuanya berubah menjadi gelap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments