THREE

Tidak apa-apa, aku bisa memulai lagi dengan kembali bersinar ceria.

•{ Anonimoûs }•

Sicka dan Kimi sedari tadi tertawa terbahak-bahak tidak jelas di sepanjang koridor. Beruntung sekolah sudah sepi, karena dua gadis itu memilih pulang sekolah paling akhir menunggu semua siswa-siswi pulang terlebih dahulu. Apalagi setelah insiden kantin tadi, mereka hanya ingin menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Mereka tengah menuju parkiran untuk mengambil motor Scoopy warna hitam kesayangan Kimi. Ya memang Sicka akan menebeng Kimi, jadi mereka ke parkiran bersama.

  "HUAHAHAHAHAHA" Tawa Kimi yang menggelegar membuat Sicka menabok punggung gadis itu.

 

 

"HAHAHAHAHAH" kini giliran Sicka yang tertawa keras.

"Sumpah ya, kejadian tadi buat gue ke inget mulu bhaksss hahahahah"

 

Sicka mengangguk, "Hahaha kasian Bu Ema tadi mental ketendang badannya si Dodo huahahaha apalagi mentalnya sampe keduduk di samping sampah." Sicka menimpali.

Memang tadi setelah Kimi dan Sicka dari UKS mereka segera menuju kelas dan saat itu mereka berpapasan dengan Bu Ema yang termasuk guru galak setelah Bu Pram. Mungkin memang lagi jatah sialnya Bu Ema, saat dia akan memasuki kelas diarah berlawanan ada Dodo yang tengah berlari keluar kelas dan akhirnya menabrak Bu Ema. Kejadian itu sempat membuat kelas XI Bahasa 3 terdiam karena melihat Bu Ema yang sudah terduduk di sebelah sampah.

Tawa mereka masih menggelegar sampai mereka memasuki area parkiran yang ternyata masih ada sekelompok siswa di sebelah motor Kimi.

Mereka pun berdehem guna mengurangi tawa, cuma sekedar jaim. Kan di situ ada cogan, yakali mau ketawa ngakak terus.

Kimi pun segera memakai helmnya yang bergambar hello kity. Dan hal itu membuat Sicka tertawa lagi, membuat sekelompok siswa di sebelah nya memperhatikannya.

 

"Weh Kimpret b\-bhuaahahahaha tumben lo pake helm *hello kity* gitu? Cilipink!" Hal itu membuat Kimi mendengus.

"Terpaksa gue tuh terpaksa. Tadi pagi mbak gue buru\\-buru ke kantornya ampe nggak nyadar helm yang dia pake punya gue. Yaudah gue akhirnya pake nih helm cilipink biar ngga kena tilang di jalan." jelas Kimi dengan sewot.

 

Sicka masih tertawa sembari menaiki, membonceng Kimi. "Iye dah iye yang penting kepala lo dapet septi,"

" Safety ******!" tawa Sicka kembali keluar, sedangkan Kimi mulai menjalankan motornya meninggalkan area parkiran tanpa menghiraukan siswa-siswa yang menatap mereka.

<•[💙]•>

Rion dan teman-temannya baru sampai di parkiran setelah memastikan semua siswa-siswi SIS sudah pulang. Hal ini sudah biasa bagi aku dan temanku.

 

"Yon lo abis ini mau langsung pulang apa ikut kita main futsal?" tanya Sam.

"Weitss bang Rion pasti ikut lahhh, dimana ada Ken disitu ada Rion hehehe ..." Ken menjawab dengan cengiran khasnya, Rion hanya memutar bola matanya malas.

"Hmm." Rion hanya menggumam, yang pasti mereka sudah paham apa maksud Rion. Dia pun mulai menaiki motor pemberian ayahnya yaitu motor Sport dengan warna hijau ini.

"Heran gue heran, ngomong nggak bayar juga nih anak masiiihh aja irit." Leo sahabatknya sejak SD hanya geleng\\-geleng kepala melihat sifat Rion yang irit bicara itu.

"Udah dari orok kali,"

"Ya emang males paling wkwkwkw,"

"Serah dia lah, kan dia yang punya pita suara dan berhak untuk berbicara singkat ataupun nggak."

"Hadeh iya dah iya apa kata lo pada aja." ucap Leo sembari mengangkat kedua tangan.

"HAHAHAHAHAHA"

 

Hingga suara tawa yang begitu keras membuat Rion dan teman-temannya terdiam heran. Dan dua perempuan baru saja masuk ke area parkiran masih dengan tawanya.

 

"HAHAHAHAHAH" Kali ini Rion melihat perempuan tadi yang sempat kena bully di kantin.

"Busyettt ketawanya tuh cewek kenceng amat." Ken yang disamping Rion sampai geleng\\-geleng kepala.

 

Dalam hati Rion kagum melihat ketegaran perempuan itu. Pembullyan tadi menurutnya sangatlah menyakitkan, tapi dia disini tertawa terbahak-bahak seperti itu seolah-olah kejadian tadi tidak pernah terjadi.

Hingga akhirnya mereka menghampiri sebuah motor Scoopy, lalu perempuan itu kembali tertawa lantaran helm temannya itu yang berwarna pink bergambar hello kitty.

Rion dan teman-temannya hanya bisa diam melihat mereka, entah kenapa mereka merasa ikut tertawa saat melihat perempuan itu senang.

 

" *Safety* ******!" Hingga temannya itu mengumpati perempuan tadi dan tanpa sadar sudut bibir Rion ikut terangkat karena perempuan tadi sengaja mengucapkan kata 'safety' dengan salah.

 

Setelah kepergian kedua perempuan itu, teman-temannya mulai berbicara setelah lama terdiam.

 

"Itu cewek yang sering kena bully kan?" tanya Tio temanku memastikan.

"Iye dia tadi yang kena bully pas di kantin."

"Eh pas dia ketawa ngakak tadi, gue ikutan senyum masaaa,"

"Gue juga, ngerasa ikut seneng aja gitu."

"Ho'oh padahal biasanya orang kalo kena bully mukanya kan sedih nah dia kagak, malah ketawa ngakak gitu,"

"Biarin aja lah, lagian ini jadi main futsal apa nggak?" Rion ikut membuka suara dan membuat mereka menatapnya.

"Ya jadi dong, kuy lah capcuss!" Lalu Tio pun menjalankan motornya dahulu disusul teman\\-temannya kemudian Rion yang paling akhir.

 

<•[💙]•>

Rion menyetujui pendapat bila sudah bersama dan bermain dengan teman maka waktu pun terlupakan. Seperti saat ini, dia tiba di rumah saat langit sudah gelap.

 

"Assalamualaikum." Rion masuk ke dalam rumah yang kebetulan pintunya terbuka. Kemudian dia melangkahkan kaki naik ke tangga untuk menuju kamarnya yang berada di lantai atas.

 

Entah kemana semua orang rumah, mungkin masih sholat Maghrib.

 

"Wa'alaikumsalam, ck, masih inget rumah lo, Onald?" Baru saja Rion akan menaiki tangga, suara kakaknya yang terdengar cempreng membuatnya menoleh. Dan mendapati dirinya yang masih memakai mukena putih sembari berkacak pinggang. Di rumah, Rion memang dipanggil 'Onald' dari namanya yaitu Rionald.

"Ya kalo nggak inget gue nggak bakal balik ke sini dodol!" sahut Rion dan kini perempuan itu melangkah mendekati Rion sembari menatapnya.

"Lo.... nggak bawa apa\\-apa gitu?" tanyanya yang membuat Rion mengerutkan dahi. Apa\\-apa maksudnya itu apa?

"Dasar nggak peka." Dia mulai kesal, "Maksud gue tuh lo nggak bawa makanan atau apa gitu yang bisa ganjel perut?" jelasnya yang membuat Rion paham.

"Oh ... nggak bawa." jawab Rion yang malah membuatnya semakin kesal. Terkadang dia bingung, dia diam salah dijawab juga salah. Sebenarnya maunya apa coba?

"Ya Allah ya Robbi! Perut gue laper Onald. Harusnya TANPA gue suruh tuh lo ngerti dikit kek! Bonyok kan lagi pergi, terus gue juga nggak bisa masak. Ah elaaahhh!" terangnya dan membuat Rion teringat kalau orangtuanya sedang tidak berada di rumah.

"Maaf kak Rain, nanti gue bikinin telur dadar." kakaknya yang bernama Rainisya Ajeng Dinata ini memang tidak bisa memasak, sekalinya memasak pun dapur akan menjadi berantakan seperti kapal pecah. Bahkan mama sampai melarang kak Rain untuk ke dapur.

 

Dia dan Rion hanya terpaut setahun saja, jadi bila mereka sedang jalan bersama pasti akan terlihat seperti sepasang kekasih. Kini dia sedang berkuliah semester satu di salah satu universitas ternama di Jakarta dengan jurusan Akuntansi.

 

"Nggak mau telur dadar ah, lo kalo bikin ke asinan mulu. Kalo kata eyang lo minta kawin ya?" ucapnya yang membuat Rion segera menjitak kepalanya.

"Aduhh sakit onald \*\*\*\*\*\*!"

"Sembarangan kalo ngomong, kalo nggak mau telur dadar minta aja ke Rafisqy beliin lo makanan." ucapnya kepada Rain.

"Wehhhh dateng\\-dateng udah mau nyuruh gue lo bang, nggak nggak gue nggak mau. Lagi mager." sahut Rafisqy si bungsu kesayangan eyang yang turun dari lantai atas dengan muka yang nampak habis mandi.

 

Rain melepas mukenanya lalu ia sampirkan di tangannya, kemudian menatap Rion dan Rafisqy masam "Nggak guna lo pada! Bodo ah gue ngambek." ucapnya lalu berlalu ke kamarnya.

 

"Hayoloh kanjeng ratu ngambek gara\-gara lo bang, ****** pasti ntar dia ngadu ke Papa." ucapnya seolah\-olah Rion saja yang salah.

"Lo juga kali sarap!" setelah itu dia memilih menuju ke kamarnya yang sempat tertunda.

 

Rion hanya butuh waktu 10 menit untuk mandi, setelah itu dia segera menunaikan kewajibannya untuk sholat magrib sebelum waktunya habis.

Setelah menunaikan ibadah, Rion melangkah keluar kamar untuk turun ke bawah. Dia teringat kak Rain yang pastinya sedang ngambek. Dia harus segera menuruti keinginannya atau Rion akan didiami selama satu Minggu. Apa semua perempuan sama seperti kakaknya? Dasar perempuan!

Ceklek

Rion membuka pintu kamar Rain, dan tampaklah dia tengah mengusap air matanya sembari memandangi laptop di depannya.

 

"Hiks ... kasian kaisar ditembak emaknya sendiri hiks ... terus si Sunny nya menjanda dong."

 

Seperti biasanya, pasti karena drama Korea. Dugaannya benar setelah Rion duduk di sebelahnya dan memperhatikan laptop yang menampilkan seorang laki-laki tengah terluka seperti kena tembak.

Rain yang menyadari kehadiran Rion segera menoleh dengan wajah sembabnya. Dasar baperan, ejek Rion dalam hati.

 

"Ngapain lo kesini?" tanyanya ketus, hal ini yang membuat Rion terkekeh. Rain ini terlihat begitu menggemaskan saat tengah marah. Bagaimanapun dia sangat menyayangi Rain. Kalau sampai ada orang yang membuatnya menangis, maka dia akan memberikan pelajaran.

"Katanya laper, hm?" Seketika wajahnya yang tadi ketus kini berganti dengan senyum sumringah.

"Lo mau beli makanan?" Rion mengangguk.

"Yeiiiiiiii akhirnyaaa, uuuu makacihhh \*uri dongsaeng\*." ucapnya sembari memeluk Rion.

 

Rion hanya tersenyum melihat mood kakaknya yang cepat sekali berubah. "Oh iya, sekalian mampir ke kompleks Permata Indah yak!" Rion mengerutkan kening.

 

"Ngapain?"

"Ngambil syal sama sweater gue, mau kan?" Rion menghela nafas kemudian mengangguk.

"Sipp nanti gue kasih lo alamat lengkap rumahnya. Oh iya gue mau sate kambing di perempatan jalan yang deket kantor polisi yak." Sekali lagi Rion hanya mengangguk. Setelah itu dia keluar kamar, kembali ke kamarnya untuk mengambil kunci motor sekaligus memakai jaket.

 

<•[💙]•>

Sicka tengah sibuk mengemas barang yang nanti akan di ambil oleh pelanggannya. Dia mengamati hasil karya tangannya dengan puas.

 

"Rajutan gue bagus juga wkwwk semoga aja makin banyak yang pesen." Dia tengah mengamati hasil rajutannya yang sekarang sudah menjadi syal dan sweater.

 

Syal yang berwarna merah darah serta sweater berwarna hitam itu tinggal Sicka masukkan ke dalam paper bag.

Sudah lama Sicka membuka usaha kecil-kecilan dengan cara menjual berbagai hasil rajutannya guna menambah keuangannya. Karena diantara saudara-saudaranya dia hanya di beri jatah yang tidak banyak. Sehingga dia harus mencari penghasilan sendiri guna menutupi kebutuhannya yang kurang.

Dia sendiri bisa merajut berkat temannya dulu sewaktu SD yang mengajarinya. Lalu saat dia SMP, dia mencoba membuat gelang, bros, tas lalu menjualnya lewat sosmed. Dan ternyata banyak sekali yang memesan sehingga dia melanjutkan usahanya itu. Dia pun memberi label pada hasilnya dengan nama Rin's Hand.

Hihihihihi hiiiihihihi

Suara kuntilanak tertawa pun membuat Sicka segera meraih handphonenya, tanda bahwa ada panggilan masuk. Ia pun segera mengangkatnya.

 

"Rin's Hand disini." Sambut Sicka ramah

"\*Iya kak, ini Rainisya yang seminggu lalu pesen syal sama sweater\*."

"Oh iya saya inget kak, kenapa kak?"

"\*Ini, saya cuma ngasi tau, kalau yang ngambil barangnya itu bukan saya. Tapi adik saya\*,"

"Oh begitu, iya kak terima kasih atas infonya dan terimakasih sudah memesan syal dan sweater ke Rin's Hand."

"\*Iya sama\\-sama kak, kalau nanti saya mau pesen lagi saya bakal langsung telpon kakak\*."

"Iya sekali lagi terimakasih."

 

Setelah itu Sicka menaruh handphone nya di nakas. Sudah terbiasa dia dipanggil Kaka oleh pelanggannya hanya sekedar untuk formalitas.

Sicka kemudian melangkah turun dengan menenteng paper bag yang berisi pesanan orang tersebut. Setelah sampai di bawah, Sicka terdiam sembari menatap sekeliling rumahnya yang nampak sunyi.

 

"Mereka pulang kapan ya? Coba aja gue boleh ikut." gumamnya dengan nada sedih. Hingga sebuah tepukan di bahunya membuat dia menoleh.

"Non yang sabar ya..." Bi Sum mencoba menenangkan Sicka. Dan gadis itu hanya mengangguk sembari tersenyum. Dia tidak ingin melihat Bi Sum yang khawatir karena dirinya yang terus bersedih. Maka dari itu dia harus kuat.

"Oh iya kapan penerimaan rapotnya, Non?"

"Oh iya mam aku hampir lupa hehehe, besok mam. Mami kan yang ngambilin rapot aku?" tanya Sicka memastikan karna sudah biasa bila Bi Sum yang mengambilkan rapot untuknya.

"Iya dong, kan pasti nyonya lebih milih ngambil rapot Non San. Kamu tenang aja, mami pasti dandan cantik untuk besok biar kamu nggak malu pas diliat temen." ucap Bi Sum dengan senyumannya.

 

Sicka hanya tertawa, apalagi saat dia membayangkan saat Bi Sum yang digoda tukang kebun di sekolahnya saat satu tahun lalu karena melihat kecantikan Bi Sum.

Meskipun Bi Sum hanyalah ART, tapi penampilannya itu kekinian. Dia hanya menyesuaikan umurnya karena umur Bi Sum sendiri masih terbilang muda yaitu 30 tahun.

 

"Tapi mami jangan menor\-menor ntar digodain tukang kebun di sekolahku kan mami yang repot hahahaha" Bi Sum merengut mendengar itu.

"Kapok ah, mami nanti make up natural aja nggak mau menor\\-menor." lalu mereka tertawa bersama.

 

Ting tong .. Ting tong....

Suara bel berbunyi yang membuat tawa mereka berhenti.

 

"Ada tamu, biar mami yang bukain." secepat itu Sicka mencegah.

"Eh nggak usah mam, biar Rin aja. Mungkin itu orang yang mau ngambil pesenan."

"Oh yaudah kalo gitu mami mau sholat Isya dulu." Sicka pun mengangguk lalu segera membuka pintu untuk menemui pelanggannya.

 

Ting tong... Ting tong....

"Iya sebentar!" teriak Sicka agar pelanggannya itu mendengar.

Ceklek

Sicka membuka pintu yang langsung di hadapkan dengan seorang lelaki yang tengah memunggunginya.

Nih cowok tinggi amat ... Batin Sicka.

 

"Mas yang mau ngambil syal sama sweater atas nama Rainisya?" tanya Sicka yang membuat lelaki itu membalikkan badan.

 

Setelah lelaki itu berhadapan dengan Sicka, dia nampak tak asing dengan perawakan lelaki itu. "Kayak pernah liat," gumam Sicka yang masih bisa di dengar lelaki itu.

Sementara Rion, dia sedikit terkejut saat mengetahui siapa yang membuka pintu. Namun dia segera merubah wajahnya menjadi biasa saja.

 

"Ya." ucapnya singkat menjawab pertanyaan Sicka tadi.

 

Seketika Sicka teringat lelaki di depannya ini.

 

"Oh iya lo kan yang nolongin gue kan di tangga tadi pagi?" tanya Sicka sembari menjentikkan jarinya. Dia masih bisa mengenali cowok di depannya dari suara.

 

Lelaki itu hanya mengangguk, kemudian dia menatap tampilan gadis didepannya ini yang hanya mengenakan rok pendek selutut warna hitam dengan atasan berwarna pink.

 

"Oh iya gue jadi lupa. Nih pesenannya, makasih udah mau jadi pelanggan gue." Sicka menyerahkan *paper bag* itu ke Rion yang segera diterima oleh lelaki itu.

"Berapa?"

"Eummm 100 ribu aja, gue potong harga karena Kak Rainisya sering pesen ke gue."

 

Rion mengangguk kemudian mengambil dompetnya dan segera menyerahkan selembar uang berwarna merah kepada Sicka.

 

"Gue pamit, Assalamu'alaikum." setelah itu Rion berjalan menuju motornya lalu mulai menaikinya. Satu menit kemudian lelaki itu menjalankan motornya yang sebelumnya menundukkan kepalanya sebentar untuk pamit lagi kepada Sicka.

 

Saat Sicka hendak masuk, tiba-tiba ada motor yang memasuki halaman rumahnya membuat dia urung untuk masuk kembali.

Hingga Sicka mengetahui siapa yang datang ke rumahnya.

 

"Eumm lo ... Sickarina?" Dia adalah Brandon Revaga *most wanted* di angkatannya dan salah satu murid berprestasi di SIS.

 

Sicka sempat terdiam, kenapa bisa cogan ini nyasar ke rumahnya? Dan kenapa dia menanyakan namanya? Seketika Sicka dilanda kegugupan.

 

"I\-iya g\-gue Sickarina. Ada apa kesini? Eh m\-maksud gue lo mau nyari siapa?" Sicka berusaha menetralkan ucapannya agar tak terlihat gugup.

 

Lelaki didepannya ini nampak kikuk, dia mengusap tengkuknya, "Eumm.. gue nyari elo."

 

"Hah?"

 

This is Sickarina Aurelin Siregar.

This is Rionald Bayusendra Dinata

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!