TWELVE

I want some good day with you.

•{ Protector }•

Sicka tak menyangka kalau lelaki yang dia kira hanya berniat memainkan perasaannya ternyata kini menjenguknya. Memang terlihat biasa, tapi hal itu mampu membuat Sicka merasa senang.

  "Gue kaget banget pas dikasi tau sama ibu lo, kalo ternyata lo di rumah sakit. Tapi sekarang lo udah sehatan kan?" tanyanya penuh khawatir.

Sicka tersenyum tulus, "Gue udah baikan kok Bran, justru gue ngerasa nggak enak dan nggak pantes lo jenguk." Hal itu membuat lelaki yang tengah duduk disebelahnya menaikkan alisnya bingung.

 

"Kenapa lo bilang gitu?"

"Gue bukan cewek cantik yang memiliki fisik sempurna dan pantas buat lo sukai Brandon. Gue ngerasa lo salah udah suka sama gue." ucap Sicka mengutarakan isi hatinya.

"Lo mikir gitu?" Sicka mengangguk tapi raut wajah Sicka tetap menampakkan wajah biasa saja. Dia hanya mengingat kata\-kata Kimi tempo lalu, '*Apapun yang dia katakan sama lo, lo tetep harus pasang muka biasa. Suka boleh aja tapi jangan sampe terlalu \*\*\*\* buat ngerti mana yang beneran mana yang cuma omong kosong*.'

"Gue suka lo apa adanya Sicka, gue udah lama perhatiin lo. Jadi mumpung ada kesempatan buat ngomong, lo mau nggak jadi pacar gue?"

TAKK

Suara benda jatuh itu membuat kedua manusia itu menoleh ke arah pintu, dimana ada seorang lelaki yang tak sengaja mendengar pernyataan cinta itu. Dengan segera lelaki itu memungut benda panjang itu lalu berdehem.

  "Ehm, sorry gue salah ruangan." Setelah itu pintu kembali tertutup. Brandon yang tak menghiraukan orang itu pun kembali menatap Sicka dengan penuh harap.

*Terima dan perlancar taruhan gue Sicka*.

"G\-gue... gue... bingung hehe ..." Terkejut? Tentu saja Sicka terkejut. Tapi dia masih berusaha terlihat biasa saja.

"Kenapa bingung? Bukannya lo juga suka sama gue?" tanya Brandon dengan nada menggoda membuat wajah Sicka terkejut dan memerah karena malu.

*Dia tau darimana? Kok bisa*?

"Dih ap\-apaan sih lo? Hahahaha ... sok tau banget deh!" Sicka mencoba mengelak lalu tertawa canggung.

"Jawabannya ya atau iya?" tanya Brandon dengan senyum menggodanya yang membuat Sicka semakin malu. Lalu hanya dengan anggukan saja Sicka menjawab.

"Serius?" tanya Brandon memastikan dengan raut wajah yang gembira.

"Iya gue mau, dan gue harap lo nggak nyesel." Brandon tersenyum puas lalu memeluk Sicka erat.

*YES 120 juta bakal masuk ke kantong gue*. Dalam hati Brandon tersenyum puas.

 

<•[💙]•>

Dia terus berjalan di koridor rumah sakit setelah meninggalkan ruangan yang ingin dia masuki dua menit tadi. Mendengar lelaki itu menyatakan perasaannya kepada Sicka entah kenapa hatinya terasa nyeri.

Bahkan tanpa sadar tangan kirinya terkepal kuat saat perkataan, 'Lo mau nggak jadi pacar gue?' terus terngiang di telinganya. Tanpa sadar langkahnya berjalan sampai di cafe depan rumah sakit. Lalu dia duduk di luar cafe, tak lupa dia sudah memesan secangkir teh matcha panas kesukaannya.

  "Tuh cewek ****** banget kalo nerima dia," Lalu seketika dia tersadar dengan apa yang dia ucapkan.

"Bodo ah mau diterima kek bukan urusan gue." Ya dalam hati lelaki itu terus menanamkan kata itu, kalau tadi bukan urusannya.

Dia menatap barang yang dia bawa, benda yang entah kenapa menarik minatnya untuk membeli barang itu saat ada seorang kakek-kakek dengan kursi roda tengah berjualan dipinggir jalan yang sedang menawarkan tongkat untuk membantu orang seperti Sicka.

"Ini teh matcha panasnya kak, selamat menikmati ..." Pelayan datang meletakkan pesanannya. Setelah pelayan itu kembali masuk ke cafe, dia langsung menyeruput tehnya sembari menikmati suasana ramainya jalanan dengan berbagai macam kendaraan.

"Rion?" Sang empu yang dipanggil pun menoleh dan wajahnya langsung terkejut saat yang memanggilnya kini menyeringai lalu duduk di depannya.

*Ck kenapa ketemu dia \*\*\*\**!

"Ya ampun! Tuh mata santai aja kali Bro, haha ... udah kaya ketahuan maling aja lo." Lelaki itu mengejek wajah Rion yang tengah menatapnya horor.

"Ngapain lo kesini?" Setelah menormalkan wajahnya, dia bertanya kepada lelaki didepannya ini dengan sinis.

"Busyettttt punya sepupu gini amat dah, tanyain kabar gue kek atau nawarin minum kek. Eh ini malah ditanya ngapain? Nggak sopan amat lo sama gue." dengus lelaki itu.

"Nggak penting." tanggap Rion sembari menyeruput tehnya kembali.

Lelaki didepannya berdecak melihat cueknya Rion, "Hanya seorang Rionald yang berani mengabaikan pangeran tampan Artha Raidan ini." hal itu membuat Rion memandang sepupunya itu bergidik karena ucapan Artha yang terlalu drama.

  "Mati aja sana lo!" Rion berdecak tak suka. Dia ke cafe berniat untuk menaikkan moodnya yang tiba\-tiba rusak dan bukannya membaik malah semakin buruk.

Artha tertawa melihat wajah kesal Rion, lalu dia kemudian menatap serius Rion. Tangannya dia lipat di atas meja, "Kayak gimana cewek yang bikin lo nunggu di rumah sakit? Gue takjub banget njayyy!"

Rion menggeplak kepala Artha karena merasa pertanyaan itu tak perlu dijawab.

  "Gue aduin lo ke Mom Silvi nih kurangajar sama gue?!" Ancam Artha yang ditanggapi Rion dengan memutar bola matanya malas. Rion bukannya takut dengan ancaman itu, hanya saja sepupunya yang satu ini selalu mengarang cerita yang nantinya akan membuatnya kesusahan.

"Mau lo apa?" tanya Rion setelah mengusap wajahnya kasar, sedangkan Artha tersenyum penuh kemenangan. Memang hanya Arthur sang penakluk Rion, jumawanya dalam hati.

"*I want meet  your girlfriend*."

<[•💙]•>

  "Ya ampun! Lo imut banget sih, Neng? Sama gue aja yuk! Jangan mau sama si semen basi itu." Setelah Brandon pulang 5 menit yang lalu, tiba-tiba Rion masuk dan dibelakangnya ada seorang cowok yang sedari tadi terus mencubit pipinya.

"Semen basi?" Beo Sicka yang diangguki Artha.

"Lo tau kan semen yang lama nggak kepake lama\-lama kan kadaluarsa terus mengeras nah kaya si Rion itu." jelas Artha dengan wajah tanpa dosa lalu kembali mencubit pipi Sicka lagi.

Sementara orang yang tengah di bicarakan hanya mendengus kasar dan ingin menjatuhkan seorang Artha Raidan dari atap rumah sakit.

  "Asli lo tipe gue banget Neng Ika, gue paling suka mata lo." ucap Artha sembari mendekatkan wajahnya untuk melihat lebih jelas mata yang belo Sicka membuat gadis itu refleks memundurkan wajahnya.

Melihat itu Rion segera berdiri dari sofa dan langsung menyingkirkan Artha dari Sicka, "Jangan nyosor cewek orang!" ucap Rion membuat Sicka sedikit terhenyak.

  Lha dia tau aku jawab mau jadi pacarnya Brandon?

"Yang bener lo udah jadi cewek orang, Neng Ika?" tanya Artha mengguncang bahu Sicka, reaksi yang dikeluarkan Artha berlebihan dimata Rion.

"Iya, gue baru jadian tadi hehe ..." jawab Sicka malu\-malu, sungguh malam ini di rumah sakit hari ke empatnya dia dirawat akan dia ingat selalu.

Lalu Artha beralih menatap Rion, kemudian menempelkan telinganya di dada Rion. Hal itu membuat Rion dan Sicka menatap aneh.

  "Lo ngapain sih?" tanya Rion yang merasa risih.

"Gue kayak denger suara kre\-tek kre\-tek gitu di hati lo Bro." Artha menepuk dada Rion dua kali lalu menegakkan tubuhnya kembali. "Sabar ya Bro, gue tau ini berat. Tapi yakin deh kalo emang jodoh nggak kemana."

"Lo ngomong apa sih? Nggak jelas banget." Rion menaikkan alisnya. Sedangkan Sicka hanya melongo melihat kedua lelaki tampan di sebelahnya.

Artha memajukan kepalanya sampai samping kepala Rion kemudian berbisik, "Gue tau lo jatuh cinta sama dia, jaga dia. Dari yang gue liat dia tipe cewek yang gampang dimanfaatin."

  "Kok malah bisik-bisik tetangga sih kalian? " Sicka merasa tak dianggap.

Artha menatap Sicka kembali, "Duh Neng Ika maap deh maap yak! " ucapnya sembari mencubit pipi Sicka lagi yang membuat gadis itu mengerucut.

  "Sakit tauk!" Sicka mengelus pipinya setelah jemari tangan Artha yang mencubitnya. Artha mengacak rambut Sicka gemas, "Iya maaf ya sayang, oh iya gue harus pulang ke rumah Mom Silvi yak mau istirahat. Tadi gue langsung kesini gegara penasaran sama lo."

Artha memang baru pulang dari China, dan saat dia ke rumah Rion dia tak mendapati sepupunya itu di kamar. Silvi memberi tahu kalau Rion tengah menjaga gadis di rumah sakit. Hal itulah yang membuat dia rela membatalkan niatnya untuk bermanja dengan kasur karena penasaran tentang gadis yang dijaga si semen basi itu.

  "Oh iya lo cepet sembuh ya? Gue pamit dulu." Sicka mengacungkan jempolnya dan tersenyum lebar.

Artha melirik Rion yang masih terdiam kemudian mengedipkan sebelah matanya sebagai isyarat, 'inget kata gue tadi.' lalu keluar ruangan.

Rion pun memutuskan untuk duduk di kursi yang berada dekat dengan Sicka. Lalu menatap gadis itu yang masih tersenyum lebar.

  "Eh Nald sepupu lo asik banget deh, tapi gue kayaknya harus pake topeng kalo ketemu dia." Rion menaikkan alisnya, seperti biasa lelaki itu selalu menaikkan alisnya sebagai ganti sebuah pertanyaan.

"Dia cubit pipi gue mulu sih, perasaan pipi gue nggak tembem\-tembem amat." jelasnya dengan mencubit pipinya sendiri.

Sudut bibir kanan Rion sedikit tertarik ke atas, "Nggak usah pake topeng. Lo gampar beres." Sicka tergelak.

  "Gue beliin lo tongkat. Mau nyoba?" Sicka berhenti tertawa lalu melirik tongkat yang di pegang oleh Rion dengan tatapan yang aneh menurut Rion. Dan saat itu dia paham apa maksud tatapan itu.

"Gue nggak ada maksud apa\-apa. Kalo lo nggak mau ya nggak masalah." Rion mengendikkan bahunya.

"Bu\-bukan gitu ..." sergah Sicka cepat. "Gue mau kok, makasih ya tongkatnya." Sicka lalu mengambil tongkat yang dipegang Rion. Dia meneliti tongkat itu, sepertinya dia harus berlatih berjalan menggunakan tongkat.

"Oh iya biaya rumah sakitnya ntar gu\-"

"Nggak usah, anggep aja ini bantuan gue sebagai teman." potong Rion cepat.

*Teman kan*? Dalam hati dia kembali mempertanyakan.

Tanpa sadar Sicka mengalungkan tangannya di leher Rion, "Huaaa lo baik banget sama gue bro. Makasih banget buat semuanya. Fiks mulai sekarang kita temenan dan kalo lo butuh bantuan, gue siap kok." ucap Sicka begitu senang.

Sedangkan Rion mematung, jantungnya berdegup kencang tatkala Sicka memeluknya. Dia merasakan panas di pipinya. Segera Rion melepaskan pelukan itu dan memalingkan wajah.

  "Eh aduhh sorry kelepasan hehe ... kalo gitu gue mau latian dulu jalan make tongkat yak." Sicka menggaruk tengkuknya lalu turun dari ranjangnya sendiri. Kebetulan dia sudah tidak memakai selang infus karena besok malam dia diperbolehkan pulang jadi dia bebas untuk bergerak.

Rion mengambil nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya pelan lalu melirik Sicka yang tengah mondar-mandir menggunakan tongkat.

Dia memegang dadanya yang masih berdegup kencang, dia baru mengalami hal seperti ini. Saat dia memeluk kakaknya dia tidak pernah merasakan dadanya berdegup lalu kenapa saat dipeluk oleh Sicka dadanya berdegup?

  Gue jatuh cinta? Mustahil!

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!