part 9 semoga Ayah segera sadar

Tidak terasa hari ini ku lalui dengan lancar tidak hambatan aku rasakan. Pekerjaan ku terasa mudah bila di kerjakan dengan hati. Semoga saja aku selalu amanah dalam pekerjaan ini, aamiin.

Ku lihat bintang dari kejauhan sangat nampak terlihat dari kaca jendela yang terbuka. Angin malam terasa sejuk berhembus di mukaku yang sama saki tidak memakai bedak. Ku lihat omah sudah tertidur pulas setelah minum obat resep dokter yang entah telah berapa lama menemani omah selama ini. Karena setahu ku omah sering mengonsumsi obat dari dokter mulai dari umur 40an dan sampai sekarang pun masih mengonsumsinya. Omah pun pernah berkata kalau sudah bosan minum obat, sudah sangat muak melihat obat. Mungkin omah sudah ketergantungan dengan obat-obatan ini. Tapi apa boleh buat yang penting omah sehat.

Kulirik jam di dinding menunjukkan pukul 10 malam.  Sepertinya Bu Bunga dan pak Bagas telah tidur atau sedang bercerita santai di kamarnya, tidak ada suara yang ku dengar. Sedangkan anak-anak pak Bagas sangat jarang di rumah karena mereka bersekolah di luar kota ini hanya sesekali mereka datang. Aku tau itupun omah yang bilang.                     Hemm malam ini Ingin rasanya aku keluar untuk melihat bintang-bintang lebih lama seperti kemarin-kemarin saat aku sering berada di pantai yang hanya sekedar untuk melihat bintang dan memandang laut yang luas. Akhirnya kuberanikan diri untuk duduk di taman seorang diri, tidak ada rasa takut sama sekali bagiku mungkin karena telah terbiasa berada di pantai seorang saat malam hari. Saat sedang memandang bintang-bintang aku dikejutkan oleh seseorang yang memanggil nama ku.

"Ana, Kirana sini ayah ada perlu sama kamu" terlihat sosok seseorang di redup malam yang remang-remang terlihat. Seperti suara ayah aku sangat mengenali suara itu. Tapi bagaimana ayah tau aku berada disini dan bekerja di sini. Bukankah aku tidak pernah memberi tahu orang lain alamat rumah ini kepada orang lain selain ibu dan adik.

Ku hampiri sumber suara itu dan benar itu adalah ayah. Ayah seperti orang yang sangat ketakutan seperti di orang yang habis di kejar setan saja.

"Ayah? Dari mana ayah tau aku kerja di sini?" Aku bertanya heran.

" Itu tidak penting yang terpenting ayah butuh uang untuk biaya makan di jalan. Ayah sedang dikejar-kejar oleh polisi. Minta sama ibumu sangat payah, tidak ada uang sama sekali untuk bertahan selama menjadi DPO. Ayah minta uangmu, ayah lihat kamu bekerja di rumah orang kaya pasti bayaran mu besar". Ternyata kedatangan ayah hanya untuk meminta uang ku saja.

"Aku baru sehari bekerja di sini yah, aku belum gajian". Ucapku berterus-terang pada ayah.

"Kamu jangan berbohong ya Ana ayah tau kamu punya banyak uang" ucap ayah tidak percaya kepadaku.

" Aku tidak berbohong yah, aku benar-benar tidak memegang uang" lontar ku lagi untuk meyakinkan ayah.

"Anak sialan, tidak pernah bisa membantu. Anak tidak berguna" ayah tampak sangat marah sampai-sampai memukul tembok beton yang menghalangi antara aku dan ayah. Untung saja tembok ini dihiasi besi dan kawat duri di atasnya sehingga ayah tidak akan mampu menjangkau ku atau pun untuk menampar pipi ku. Ayah akan selalu menampar ku bila tidak memberika ayah uang.

"Ayah kapan akan berubah, apakah ayah tidak kasihan dengan ibu dan Noval. Umur ayah tidak muda lagi sebaiknya ayah memperbaiki diri agar menjadi lebih baik. Ayah tidak malu kah kepada tetangga dan keluarga besar di kampung?" Pertanyaan ku bertubi-tubi datang karena saking sakitnya hatiku saat ayah menyebutku anak sialan dan tidak berguna. Ucapan ayah selalu kasar saat keinginannya tidak terpenuhi.

"Alah berisik kamu tau apa tentang hidup ini Ana? Kamu hanya anak kecil yang cuma tau hidup sebatas makan tidur dan berak. Jadi tidak usa kau nasehati ayah yang sudah banyak makan asam garam kehidupan. Kalau tidak bisa bantu tidak usa banyak ceramah. Ayah tidak perlu ceramah sampahmu!". Astaghfirullah ucapan ayah sungguh menyakitkan hati. Aku hanya ingin ayah sadar bahwa yang dilakukannya selama ini salah.

" Semoga Hidayah segera datang ke ayah agar bertobat" balasku lagi dengan air mata mengalir tanpa ku sadari. Ini pertama kalinya aku menangis di depan ayah selama aku telah tumbuh dewasa dan tau mana baik dan buruk.

"Anak bodoh, aku pusing mendengar ocehan mu lebih baik aku pergi dari sini". Ayah melihat kiri dan kanan seperti mamastikan keadaan. Setelah berkata begitu ayah berjalan setengah berlari. Lari ke sudut tumbuhan bunga Kamboja. Lalu menghilang digegelapan malam.

Ya Allah kapan ayah akan berubah. Menjadi anak pertama dari keluarga ini sungguh tidak ku bayangkan akan menjadi seperti ini. Padahal ibuku pernah bercerita betapa dulu ayah sangat bahagia ketika aku lahir. Setiap pulang bekerja hanya aku yang di cari. Tapi semua berubah setelah ayah berteman dengan orang-orang yang tidak benar. Ternyata memang benar lingkungan dan teman dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang.

Setelah kepergian ayah aku bergegas masuk kerumah. Tidak nyaman berlama-lama berada di luar karena satpam penjaga rumah ini sedang cuti dikarenakan istrinya melahirkan.

Kurebahkan badan ke kasur yang empuk ini, kutatap langit-langit kamar ini. Masih terbayang perkataan ayah yang menyakitan itu. Sungguh rasa teriris pisau yang tajam hati ini. Jujur saja aku sangat mendambakan seorang ayah yang mampu menjadi tameng bagi keluarga, mempunyai ayah yang menyayangi keluarga. Aku iri melihat kedekatan ayah teman-teman ku pada anaknya. Kenapa aku tidak bisa seperti mereka? Maafkan aku tuhan aku iri.

Tidak terasa air mataku mengalir di antara kedua mataku. Semakin dewasa semakin aku mengerti hidup tak selamanya harus seperti apa yang kita mau.

"Yaallah aku hanya ingin keluarga yang tentram dan damai, aku tidak minta menjadi kaya raya. Aku hanya minta keluarga ku bahagia dalam kesederhanaan itu saja". Ucapku lirih dengan suara setengah berbisik. Kulihat omah yang tertidur pulas, aku menjadi teringat dengan almarhumah nenekku. Dulu nenek adalah tempat curhat ternyaman ku tapi kini nenek telah berpulang ke pangkuan tuhan. Aku merasa hilang tempat untuk menumpahkan isi hati. Sedangkan dengan ibu, bulan aku tau mau bercerita hanya saja aku tau mau menambahkan luka hati ibu, kalau tau ayah sering berbuat kasar padaku.

"Kirana kamu ngak boleh lemah ya, tuhan menjadikan kamu anak perempuan pertama karena Tuhan yakin kamu kuat, kamu bisa. Tuhan tau apa terbaik untuk kamu. Bila keluarga mu sekarang berantakan setidaknya nanti jangan keluarga kecilmu bila kamu sudah berkeluarga". Ucapku lirih meyakinkan diri sendiri. Aku tidak ingin anak-anak ku nanti merasakan hal yang sama. Aku harus memperbaiki diri terlebih dahulu. Ku gepalkan tangan ku dengan kuat. Aku yakin semua akan berakhir dengan indah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!