Dubrakkk... Terdengar suara benda jatuh membuatku terkejut. Ternyata kucingku menjatuhkan kardus bekas di atas lemari pakaian. Mataku masih perih rasanya perasaan baru tidur sebentar dan ada saja gangguan untuk istirahat. Ku lirik jam dinding yang terpajang di kamar tidur ternyata sekarang hampir jam setengah 4 sore. Astaghfirullah hampir lalai lagi aku sholat, iya memang sholat ku masih bolong-bolong tapi aku berusaha untuk belajar menyempurnakan 5 kali sehari sholat wajib. Beda dengan ibuku yang tidak pernah bolong terkecuali sedang menstruasi saja. Aku merasa payah sekali tapi bagaimana lagi pulang dari laut terkadang sore baru pulang. Tapi masih aku sempatkan untuk menggantikan sholat yang tertinggal. YaAllah maafkan hamba ini belum bisa menjadi manusia yang benar-benar taat. Ampuni hamba yaAllah. Lalu ku lihat handphone untuk mengecek ada pesan atau tidak dari ibu Alna. Tetapi belum ada nomor baru masuk ke handphone ku mungkin saja Bu Alna lupa atau memang lagi sibuk pikirku. Ku lihat ada beberapa pesan dari grup alumni SMP dan ada beberapa pesan pribadi. Salah satunya dari sahabat ku Nita
[ Ana, kamu punya uang gak aku pinjam dulu ya mau beli voucher paket internet. Aku belum punya uang lebih, semua uangku udah aku pakai untuk ambil barang costumer ku]. Terlihat chat dari Nita meminta tolong. Nita memang jualan online semenjak menikah dengan pacarnya dulu. Kini dia sudah menjadi ibu dengan 2 anak padahal umurnya masih sangat muda. Umur Nita sekarang 20 tahun, dia menikah di umur 17 tahun. Dia bilang pada ku anak yang kedua karena kebobolan bukan kerena mau nambah anak lagi. Pernah dia curhat sambil nangis karena hamil lagi padahal anaknya masih kecil, tapi mau bagaimana lagi itu sudah takdir dari Allah. Anggap saja itu anugerah waktu itu untuk menenangkannya karena aku pernah dengar kalau wanita hamil tidak boleh stres nanti berpengaruh ke janin yang di kandung.
[ Ada Kok Nit, kamu mau yang berapa GB ?] Terlihat langsung centang 2 biru ternyata dia melihat langsung chat yang aku kirim.
[Kalau ada tolong kirimin yang 9 GB ya Ta. Aku perlu banget sekarang, kalau costumer aku sudah ada yang bayar langsung aku ganti uang kamu Ta]. 9 GB lumayan besar sebenernya terpaksa aku menggunakan uang jajan ku karena tidak mungkin menggunakan uang yang sudah aku simpan. Menolak permintaan tolong Nita juga tidak mungkin karena dia adalah sahabat ku, tidak enak rasanya bila tidak membantu.
[Oh yaudah aku ke konter pulsa dulu ya? Tunggu nanti aku kirim]. Balas ku lagi padanya.
[Oke Ana aku tunggu ya]. Chat terakhir aku dengan Nita di tambah dengan emoticon senyum lebar.
Setelah membalas pesan Nita aku mengangkat kardus yang terjatuh tadi lalu langsung ke kamar mandi untuk mandi lalu sholat. Sehabis sholat baru aku akan ke konter terdekat untuk membeli voucher pesanan Nita
***
[Nit, ini voucher nya]. Sambil ku kirimkan foto voucher yang ku beli tadi pada Nita. Tapi belum ada balasan walau centang 2 sudah terlihat. Mungkin saja masih sibuk mengurusi kedua anaknya, karena setauku dia sudah ngontrak sendiri dan suaminya selalu bekerja kalau siang. Jadi agak sibuk kalau cuma sendiri, suaminya kalau pulang kerja hampir selalu selesai magrib. Aku berkata begitu karena Nita sendiri yang bilang.
"Na..Ana ... Mana sih ni anak". Terdengar suara ayah memanggil namaku. Aku agar terkejut karena ayah setengah berteriak padahal ngomong biasa saja sudah terdengar karena rumah ini tidak begitu besar hanya terdapat 3 kamar yang hanya terhalang tembok saja.
"Ada apa yah?". Aku langsung keluar dari kamar dan menjawab sautan ayah. Ayah tampak beda seperti orang yang menahan amarah. Mukanya merah padam seperti orang baru saja minum sampai mabuk.
*Kamu jangan pura-pura bodoh ya, kamu kira ayah gak tau kalau kamu beli voucher paket internet untuk teman kamu si Nita itu. Bodoh sekali kamu ini dia itu sudah punya suami kenapa harus bantu dia segala?". Dari mana ayah tau kalau aku membeli voucher paket internet? Padahal saat membelinya aku tidak melihat ada ayah di situ atau di di area konter itu. Atau Jangan-jangan Eva yang memberi tahukan ayah. Karena seingatku aku dan Eva sama-sama membeli voucher di konter itu. Dan aku juga tau kalau dia tidak menyukai ku karena Anton terlihat menyukaiku, sedangkan dia selalu mengejar Anton.
"Ayah tau dari mana aku beli voucher?" Tanyaku pada ayah yang masih terlihat marah padaku.
" Kamu ga usa banyak tanya ayah tau dari siapa yang terpenting kamu jangan bantu Nata lagi, lebih baik kamu bantu ayah mu ini karena ayah juga membutuhkan uang. Rokok ayah sudah habis minta sama ibumu sangat pelit". Ayah enggan memberi tahu siapa orang yang mengaduh padanya. Pikiran ku hanya tertuju pada Eva tapi aku berusaha berfikir positif mungkin ayah melihat ku di konter tanpa sepengetahuan ku. Bisa saja setelah aku pergi bapak menanyakan ke pada tukang konternya. Karena aku sempat cerita kalau aku beli voucher pesanan teman ku. Tidak biasa kau membeli voucher dengan jumlah yang agak besar jadi mungkin si penjaga konter agak heran. Makanya dia bertanya lalu aku menjelaskan.
"Nita kan sahabatku yah, lagian dia sering juga bantu aku jadi sudah seharusnya saling tolong menolong". Jawab ku menjelaskan pada ayah dengan sedikit meninggikan suara karena saking kesalnya.
"Bodoh jangan dipelihara ya Ana, pokonya ayah gak suka kamu berteman dengan Nita". Bapak melarang ku berteman dengan Nita. Aku tidak suka di atur-atur begini aku berhak memilih harus berteman dengan siapa saja. Aku suka dengan Nita karena aku merasa kami sangat cocok tidak ada kata berbicara di belakang. Tidak seperti teman yang lain selalu menjadikan kita bahan gosip bila sedang tidak di tongkrongan mereka. Kurang lebih seperti orang yang bermuka dua, di depan kita terlihat baik tapi di belakang kita selalu menjelek-jelekkan. Aku sunggu tidak suka berteman orang seperti itu.
"Ayah jangan atur-atur aku, aku sudah besar tau mana yang baik atau tidak. Ayah ngurusin hidup sendiri saja tidak bisa jadi jangan atur hidupku". Aku tersulut emosi sehingga berkata kasar pada ayah.
Pakkk terdengar nyarik tamparan ayah di pipiku. Ayah melotot mendengar ucapan ku, terlihat ayah semakin marah padaku.
"Dasar anak bodoh, menyesal aku punya anak seperti kamu". Setelah menampar pipi ku ayah pergi keluar rumah entah kemana. Aku masuk kekamar sambil memegang pipi kiri ku yang agak merah serta bengkak. Tamparan ayah sangat kuat tapi tidak membuatku menangis aku sudah terbiasa seperti ini ayah selalu main tangan bila marah jangankan hanya tamparan bahkan pernah tendangan di hantam kan ke tubuhku dan meninggalkan lebam biru. Rasa sakit di pipi ku ini tidak seberapa yang sangat sakit aku rasa adalah dalam hatiku. Kenapa aku tidak bisa merasakan kasih sayang ayah seperti teman-teman ku yang lain, mereka sangat di manja ayahnya. Terkadang aku iri dengan kedekatan mereka aku iri mengapa ayah ku berbeda. Untung saja ibu dan adikku tidak melihat kejadian ini. Ibu masih menyelesaikan kerjaannya di rumah mbak Tina dan Noval di jam segini masih membantu paman Erik membersihkan jaring ikan di pantai. kalau tidak bisa membuat ibu semakin sedih dan adikku semakin membenci ayah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments