Sundirah, tersenyum cantik sekali. Suwarti tidak pernah jauh dari Dirah, kelegaan terpancar pada senyum mereka.
Mahendra, tidak henti-hentinya mengucapkan syukur, akhirnya kebahagiaan akan mereka arungi bersama.
Atmosiman, duduk berdampingan dengan Karmilah. Menikmati proses tingkeban, legowo dan keikhlasan terlukis nyata pada senyum mereka.
Slamet beserta Surip hadir juga, air mata Surip enggan mengering. Melihat kebahagiaan Sundirah yang akhirnya ia raih juga.
Sulastri, ada juga di tengah-tengah mereka. Berdiri di samping Harjito, baju ia kenakan perpaduan warna kutubaru dan kain batik, cantik dan serasi rambutnya di kepang dua. Seperti gadis umum pada zaman itu.
Sungguh hari yang tidak boleh terlewatkan saat ini. Kelegaan, kebahagiaan mewarnai proses tingkeban.
"Wes to mbok...! Ono Opo to kok malah nangis wae?" Slamet menyenggol lengan Surip.
"Ikut senang pak, pengorbanan Slamet sama Yatemi tidak sisa-sisa".
"iya mak, wes ojo nangis wae. jangan biarkan air mata mu, menetes di pipi. Aku tidak akan rela kecantikan mu memudar oleh air mata mu Mak."
"hee...he he..." Slamet usil menggoda sang istrinya.
"Ndoro nanti mendengar lho pak, sudah... sudah...! kok malah cengengesan sampean."
Proses tingkeban segera dimulai, siraman, memasukan telur ayam dan cengkir gading.
Lalu proses ganti busana, atau kain hingga tujuh kali, corak maupun warna yang di pakai pada upacara. Berganti busana memiliki beberapa pilihan motif yang semua nya dapat dimaknai secara baik.
Proses selanjutnya Angrem.
yang prosesnya, Sundirah duduk di atas tumpukan baju dan kain yang tadi habis di gunakan.
Hal ini memiliki symbol bahwa calon ibu akan selalu menjaga kehamilan dan anak yang di kandungnya dengan hati hati dan penuh kasih sayang.
Mahendra menyuapi Sundirah dengan nasi tumpeng dan bubur merah putih sebagai symbol kasih sayang seorang suami dan calon ayah.
Setelah itu adalah proses, mecah kelapa gading.
Kelapa gading nya berjumlah dua dan masing masing di gambari tokoh Wayang Kamajaya dan Kamaratih. Mahendra memilih salah satu dari kedua kelapa tersebut.
Dan yang terakhir prosesi dodolan rujak uyup. Dimana proses ini, dilakukan oleh para tamu yang hadir membeli nya dengan menggunakan kereweng atau pecahan genteng sebagai mata uang. Makna dari upacara ini agar kelak anak yang di lahirkan mendapat banyak rejeki dan dapat menghidupi keluarga nya.
Proses demi proses, telah berjalan dengan lancar. Kebahagiaan dan ucapan syukur mereka panjatkan kepada sang pencipta alam dan kehidupan.
Tiba di tengah-tengah perkumpulan, Atmosiman kembali membuka percakapan. mengutarakan maksud dan keinginan kepada Paini dan Slamet selaku pengganti, Suyud dan Yatemi.
"Paini, sekalian Slamet dan Surip. dengan sengaja kita berkumpul disini, untuk mengikuti prosesi tingkeban".
"Bersama ini juga, saya ingin membawa Sundirah pulang, dan akan menikahkan mereka setelah Sundirah melahirkan".
"Ndoro, saya hanya menginginkan yang terbaik, untuk sundirah dan anak nya kelak" Paini menjawab.
"Ndhuk, Sundirah. ikutlah bersama kami, kami adalah orang tua Mahendra, dan juga anggaplah sebagai orang tua mu sendiri dalam ikatan pernikahan nanti." ucap Ratmini penuh harap.
Sundirah memandang ke arah Mahendra, yang di lihat mengangguk kan kepala dan tersenyum.
lalu ke arah Paini.
"Pergilah ndhuk, penuhi kewajiban mu sebagai anak, dan istri serta ibu dari anak Yang kau kandung."
"Mbok ikhlas, asal kau bahagia" Paini memberikan dorongan semangat untuk Dirah.
Terakhir Sundirah menatap Warti, yang di tatap membalas dengan senyum dan terlihat gigi gingsul nya. Wajah lugu itu tersenyum tulus.
"Pergilah yu! aku akan tetap disini menemani mbok Paini" menoleh kearah Paini.
"Mengingat kang Jito, juga akan segera meminang yu Lastri. kasihan mbok paini sendirian" sambil menyenggol lengan Lastri, dia tertawa cekikikan.
Yang di senggol lengan nya hanya tersenyum simpul, memerah pipinya karena malu.
"Ahhh.... Warti kamu bisa aja....!."
"Ayo lah kang jito! segera lamar yu Lastri, biar kalian juga bahagia. seperti yu Dirah saat ini."
Harjito mengangguk, dan mendekati Lastri. lalu duduk di samping nya, mencolek pipi Lastri yang dari tadi semburat merak jambu karena malu.
"Jangan khawatir Lastri, kakang segera menemui Ayah mu, lurah Djaelani. dan meminang mu, lalu kita akan bahagia seperti mereka."
"Apa kamu berani to le...? wong lurah Djaelani ganas gitu" sindir slamet.
"Ya..... kalau takut ngajak emak, pak Lik juga, masih kurang garang?... ya... Ndoro Siman ikut serta juga bisa."
"ha...ha...haa...."
"Kowe ki enek enek wae le..le..."
pembicaraan mereka berubah menjadi guyonan. Duka.. tangis, kesedihan hilang dengan segala canda.
Tidak ada jarak sosial lagi, semua mengambil hikmah masing-masing.
Sang majikan, dan pekerja. Tidak ada yang diistimewakan disini. Semua duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Yang benar diberi penghargaan, dan yang salah mendapat hukuman.
Tetapi cinta tanpa disertai kepercayaan, maka ibarat meja kehilangan tiga dari empat kaki-kakinya, runtuh menyakitkan. Tak akan bisa kembali lagi.
Begitulah roda waktu mengiringi. Menjadi musuh bagi kita. Juga kawan bagi kita."
Matahari mulai meredup kan sinarnya, semilir angin mengayunkan indah, pucuk-pucuk pohon akasia.
Sundirah dalam pelukan Paini, perpisahan yang hanya sementara saja. Namun akan menggoreskan kerinduan, begitupula Suwarti mereka saling berpelukan.
"Saya berangkat mbok."
"Warti.....! yu Dirah berangkat."
"Jaga diri baik baik ndhuk".
Lambaian tangan mereka menyejukkan hati, berpisah! namun menuju kebahagiaan.
Sedangkan Sulastri pulang, dengan di antar Harjito. bercengkerama dalam perjalan, menghayal kelak akan bahagia bersama. merajut mimpi indah bersama.
"Lastri... Segera aku akan memintamu, dan kita akan segera menikah. kita akan mempunyai keluarga kecil, yang bahagia."
"iya kang.... aku juga ingin bahagia bersama mu, ayahku semakin hari semakin sulit di mengerti."
"Jaga dirimu baik-baik Lastri, pekan depan aku bersama mbok akan melamar mu."
Harjito mengayuh sepeda sambil tersenyum, sama halnya dengan Lastri. Malu-malu tetapi berharap.
Di wilayah jauh dari kota tempat tinggal nya. Djaelani lupa dengan semua tanggung jawab nya, asyik tertawa, berbicara tentang bisnis perjudian dan bergerombol dengan sesama pecinta sabung ayam.
Lelaki tua itu sudah melupakan siapa jati dirinya yang sesungguhnya. Seorang kepala Desa, yang salah jalan dengan kesenangan sendiri.
Kekalahan kembali ia rasakan, setelah beberapa pekan meninggalkan rumah. ber petak-petak sawah telah ia pertaruhkan, ternak sudah habis.
Suatu sore temaram, sang Surya yang sudah mulai redup. Sendiri ia mengenang, merenung seorang diri, duduk di sebuah lincak kecil di pinggir kali.
"Haruskah aku mencarikan jodoh untuk Sulastri? Wajah dia mengingatkan aku dengan istriku."
"Tetapi, hanya dia yang akan mampu menghasilkan harta bagiku."
"Atau, aku bertamu ke rumah Atmosiman, dan meminta maaf saja."
Berbagai pertanyaan, dan ide kotor terbesit di otak nya.
"Aku yakin, Atmosiman akan berbuat baik lagi padaku. dan akan memaafkan semua perbuatan yang aku lakukan."
"Ahhhhh.... bagaimana ini? hanya dia kawan yang bisa mengangkat, dan membantu membayar semua hutang hutang ku."
Rupanya, selama ini lurah Djaelani memupuk hutang yang tidak sedikit.
Bhuuugh.....
"Aahhhh.... ampun....!."
"Rupanya kau, bersembunyi sejauh ini Djaelani...!"
"Bawa dia, dan ikat tangan nya!."
*******
Lurah Djaelani berada di ujung tanduk, saudara-saudara ku sekalian!🤭
kita presto aja yuk jago jagonya 🤣🤣.
okelah kasih komen dulu, like, rate ⭐🖐️kita lanjut ke chapter berikutnya.
Cheers 😉😉 love you all.
by: Rhu 😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
P 417 0
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/ini mnghibur
2024-09-21
0
KANG SALMAN
maka dari itu ku percayakan ini
2024-06-16
0
@tik jishafa
MasyaAllah tabarakallah
2023-03-21
0