jenis mobil Dodge dan sebagainya di era waktu itu sudah ada , hanya saja segelintir para Juragan/orang mampu yang memiliki
Dodge berjalan lambat, area jalan yang masih belum beraspal, dan terjal tidak memungkin kan untuk melaju dengan cepat.
Sundirah duduk di antara Mahendra dan Warti, senyum bahagia menghiasi bibir pucat nya. begitupun Mahendra, perasaan lega dan bahagia, khawatir bercampur jadi satu.
Mereka dalam pikiran masing masing, berkecamuk antara sedih, duka dan bahagia.
"Warti, kenapa bapak sama Mak tidak bersama kita? Sundirah mulai merasa ada yang janggal.
"Pak, cerita yang sebenarnya, jangan menutupi dari saya" Dirah mengalihkan pertanyaan pada Slamet.
"Mas Hendra! apakah ndoro Siman tidak menghendaki Bapak sama emak, lalu kenapa kami harus mengikuti kalian?"
"Kang Jito, ceritakan yang sebenarnya, dimana bapak sama emak ku?" air mata Sundirah mengucur deras, sedang Warti sudah tidak mampu menahan tangis yang ia tahan.
"Saya masih mengingat dengan jelas, bapak sama emak sedang kedatangan tiga orang laki-laki, seharusnya kami tidak meninggalkan emak sama bapak sendiri menghadapi mereka" pandangan mata Sundirah menerawang jauh kedepan.
Mereka hanya diam, Mahendra memeluk erat semakin erat seolah takut akan terjadi sesuatu pada Sundirah, bergetar dada Mahendra menahan tangis dan amarah akan keberingasan, yang lurah Djaelani ciptakan.
Slamet menghentikan Dodge, turun dari kemudi membuka pintu belakang. tanpa terucap sepatah katapun, menggenggam tangan Sundirah yang masih dalam pelukan Mahendra.
"Ndhuk.... kami sudah berusaha, namun Gusti Pengeran kang murbeng gesang, berkehendak lain"
"Yang sabar ndhuk, emak sama bapak mu sudah Kapundut marang Gusti kang akaryo jagad pelan suara Slamet namun bagaikan Sambaran petir bagi Sundirah.
Perlahan Dirah mengangkat kepala.
"Mas Hendra, pak de Slamet sedang berbohong kan?"
"Wartiiii...! jangan diam saja, ceritakan pada yu Dirah! pak de hanya berbohong kan?" Sundirah menangis sejadi-jadinya.
"Ini kesalahan kita mas Hendra, bapak sama emak tidak bersalah, ini tidak adil..!" sekuat tenaga Sundirah menghempas kan tangan Mahendra.
"Ndhuk! eling dirah, eman si jabang bayi, kasihan ndhuk"
Tangisan Sundirah bagaikan sayatan sembilu, mengiris, menyayat hati nan lembut, rasa perih tanpa bisa terlukiskan.
"Malam tanpa bintang, purnama tlah berlalu. Cerita tentang indahnya kehidupan, di atas barisan senyum walaupun di balik sejuta derita, tidak akan kudengar lagi, Dewi penyemangat kehidupan ku telah berpulang"
"Tamparan legam tangan mu, yang kurasakan kemaren karena kekhilafan yang aku perbuat, ingin rasanya kembali ku rasakan, tampar! dan tampar aku lagi".
"Bapak... emak.... maafkan kesalahan Dirah, seharusnya malam itu Sundirah tidak meninggalkan kalian".
"Kering sudah air mata namun tidak mampu untuk kalian kembali padaku"
Tubuh lemas Sundirah terkulai tak berdaya, tiada sisa tenaga lagi sekalipun itu hanya untuk menangis dan meratapi.
Lain cerita di sebuah desa jauh dari tempat terjadinya perkelahian Suyud dengan Kamituwo.
kamituwo berjalan terseok-seok, menyusuri kali kecil menahan rasa sakit luka sabetan celurit mengenai perut sebelah kirinya. Dia menutupi lukanya dengan baju yang ia pakai dengan cara mem balut supaya darah berhenti merembes.
Dia berjalan cukup jauh melewati beberapa pedukuhan, menghindari pengejaran Slamet maupun Mahendra.
Sungguh! keberuntungan berpihak pada dia, Seorang pencari rumput menolong kamituwo, yang pingsan di pinggir ladang Kolonjono milik juragan kerbau.
"Le....! bantu bapak" teriak pencari rumput itu kepada anaknya.
Mereka membopong tubuh kamituwo dan menaikkan ke cikar kecil, lalu membawa ke balai pengobatan.
Luka celurit itu cukup parah, namun kondisi kamituwo juga kuat menahan sakit dan berjalan jauh.
Kamituwo tersadar dari pingsan dan merasa lebih membaik dengan kondisi tubuhnya, lukanya sudah di bersihkan dan di obati.
"Bapak sudah sadar dari pingsan? kalau boleh tau, siapa bapak ini, dan darimana asal usulnya sebab saya amati bapak bukan orang dari wilayah kami" Warsito melontarkan berbagai pertanyaan kepada kamituwo.
Warsito adalah penduduk asli desa Wates, dan sebagai mantri kesehatan di desa tersebut.
Diam dan mencerna semua pertanyaan yang ia dengar kan, kamituwo mencoba duduk dan menyapu kan pandangan ke seluruh ruangan berdinding kan anyaman bambu.
Terbesit akal licik kamituwo, untuk mengelabuhi Warsito dan penduduk desa Wates yang telah menolong nya.
"Saya Sardi, saya seorang kamituwo desa kawedusan tepatnya di pinggir kota Kediri"
"Saya datang jauh menuju sebuah desa, di wilayah jolosutro untuk mencari keluarga saya, namun beberapa begal telah merampok semua yang saya miliki, dan melukai saya"
"Saudara saya semua telah mati di bantai dengan kejam nya oleh komplotan begal tersebut" panjang lebar kamituwo menceritakan kejadian yang ia alami, seolah-olah dia adalah korban keganasan para begal, yang sebenarnya adalah kebohongan belaka.
Untuk mencari simpati warga dan menyakinkan, kalau dia adalah korban kekerasan kelompok begal.
Kamituwo Sardi bahkan mempunyai rencana akan menuntut balas kepada lurah Djaelani, senyum licik menghias wajah yang seolah-olah tanpa dosa itu.
Siapapun akan memberikan simpati dan rasa iba, kebohongan atas penuturan peristiwa yang telah menimpa kamituwo.
Mencari orang untuk berbuat keburukan dengan iming-iming upah, tidak lah sulit di masa masa paceklik yang sedang melanda desa Wates.
Selama masa penyembuhan luka nya, kamituwo di persilahkan untuk tinggal di tempat tersebut, kesempatan baik tentu tidak di sia-siakan olehnya.
Senyum kemenangan kembali menghiasi raut wajahnya yang penuh ambisi dan dendam, kembali terlintas oleh nya semangat menjadi kan dirinya sebagai lurah di desa kawedusan.
"Tunggu pembalasan ku lurah Djaelani, akan aku porak-poranda harta dan kehidupan mu, dan aku akan menjadi penguasa desa kawedusan selanjutnya" batin kamituwo penuh dengan bisikan setan.
Sementara di kediaman lurah Djaelani terjadi penyitaan, beberapa aset kepemilikan, sebagian sawah, dan ternak sudah berpindah tangan. Lurah Djaelani mengalami kekalahan telak, tangis sedih Ratmini, meratapi kenapa masa tuanya harus menanggung malu atas perbuatan sang anak.
Tawa dan gelak sang pemenang, sama sekali tidak membuat rasa jera lurah Djaelani. Djaelani masih berharap perjodohan antara Sulastri dan Mahendra tetap akan berlanjut.
"Ibu! jangan bersedih, harta ku tidak akan habis asal Sulastri menikah dengan Mahendra" tetap pada ke kukuh an harapan membungkus ambisi Djaelani.
Djaelani beranjak meninggalkan kediaman kembali menuju Sawung pitik.
Sudargo dan Sulastri hanya mampu berdiam diri dan menghibur Ratmini, atas semua perbuatan sang ayah.
***
Apa yang akan terjadi dengan kehidupan Djaelani kelak?, akan kah dia selamat dari segala ambisinya?
tetap dukung Sundirah 😘 dengan komen like dan rate ⭐🖐️
see you di next chapters 😉
Gusti Pengeran kang murbeng gesang\=™Tuhan yang menguasai kehidupan.
Gusti kang akaryo jagad \= Tuhan sang pencipta alam semesta.
Kapundut \= berpulang, meninggal.
Kolonjono \= adalah tanaman rumput Alang-alang sebagai pakan ternak.
NOTE: mohon koreksinya bila penjelasan kurang tepat, bisa share di kolom komentar🙏 matur Suwon 😚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
P 417 0
keserakahan hnya akn mmbwa kehancuran/Sleep/
2024-09-13
0
.
siap siap aja pak kamituwo
2022-11-17
1
Yuni Aqilla
karma mu masih panjang pak Djaelani
2022-11-08
1