Kediri, 15 November 1960.
Mas Mahendra, ini saya Sulastri anak lurah Djaelani dari desa kawedusan. Mungkin surat-surat anda terlambat atau bahkan tidak terbalas dari Sundirah, saya mewakili ayah saya mohon maaf yang tulus dari mas Hendra. mungkin apa yang di lakukan ayah saya adalah sebuah kekhilafan.
Surat-surat mas Hendra, satu pun tidak sampai pada orang yang tepat, dan ayah saya menyimpan dengan unsur kesengajaan supaya perjodohan kita tetap berjalan lancar seperti yang beliau inginkan.
Pulanglah segera mas Hendra, Sundirah sangat membutuhkan anda sebagai bapak dari anak yang sedang di dalam kandungnya saat ini. Masalah perjodohan ini, bisa sama sama kita batalkan dengan menyadarkan orang tua kita masing-masing, karena saya juga tidak mungkin menjalani keinginan beliau.
Saat ini Sundirah sedang dalam pengasingan di wilayah pesisir Selatan bersama keluarganya dan di bawah ancaman keluarga Ndoro Atmosiman.
Sepucuk surat yang saya tulis ini, semoga menjadikan sebuah semangat kita untuk melangkah. Segeralah pulang jangan menunda lebih lama lagi usia kandungan Sundirah sudah memasuki usia ke tujuh Bulan. Sewaktu-waktu anda sangat dibutuhkan di samping Sundirah.
Salam Sulastri.
*
Sungguh, kemarahan yang tidak mampu dia bendung sendiri, meratap dalam batin yang nelangsa Mahendra teriak dengan sekuat kemampuan. Dia duduk bersimpuh pada kedua lutut nya sambil meremas surat dari Sulastri. Amir yang kebetulan ada di dalam ruangan sontak terkejut, mendekat dan memegang pundak mahendra yang meraung menangis meratapi apa yang telah terjadi. Kekasih belahan jiwa nya harus menanggung beban lara seorang diri, bayang-bayang tangis Sundirah jelas melintas di pelupuk matanya.
"Apa yang terjadi saudaraku Mahendra? kenapa kau se duka ini, ada kah berita buruk tentang keluarga mu di Indonesia?" Tanya Amir dengan menggoyang lengan Mahendra.
Mahendra mendongak kan kepala sambil meratap, dia bercerita tentang perjalanan cintanya yang saat ini sedang dalam permainan ambisi orang tuanya, dan harus pulang secepatnya ke Indonesia. Dari balik pintu Rasyid yang mendengar teriakan berasal dari kamar nya lari tergopoh-gopoh.
"Ada apakah kalian gaduh bising sangat! pekak telinga dari ujung jalan pun terdengar kau berteriak macam kesurupan Hendra!" omel Rasyid yang belum paham situasi keadaan Mahendra yang sedang kalut. Namun ketika Amir menaruh telunjuk di ujung bibir nya dan matanya melotot, barulah Rasyid menyadari apa yang telah terjadi.
"Mahendra, ada apa dengan kau ini?" tanya Rasyid sambil perlahan mendekat. "Ceritakan duka mu mungkin kita bisa saling membantu, di sini kita saudara Hendra, bagilah duka mu dengan kita" kembali Rasyid bersuara.
Mahendra membetulkan letak duduknya, lalu menceritakan apa yang telah terjadi, dan berencana untuk segera pulang ke tanah air mencari keberadaan kekasih, dan anak yang sedang di dalam kandungan Sundirah.
"Kepulangan mu dalam penantian Mahendra, selesaikan kesalahan yang telah kalian perbuat dan, sadarkan ambisi yang mengorbankan cinta kalian" Rasyid menambahkan.
"Ilmu yang kita timba disini, selama nafas masih ada di kandung badan, usia bukanlah sebuah halangan untuk meraih nya" Amir juga memberi semangat kepada Mahendra.
"Aku akan pergi mencari informasi ke perniagaan terbang, supaya lekas kau sampai hingga ke tanah air Indonesia" ucap Amir bergegas keluar ruangan.
Dini hari waktu yang di nanti telah tiba, perpisahan tiga sahabat itu menyisakan haru, mereka saling berpelukan dan mengucapkan kata masing-masing sebagai penyemangat. tiga empat puluh lima waktu setempat, pesawat menuju indonesia telah tinggal landas.
Perjalanan menuju asal tempat tinggal Mahendra, bisa memakan waktu dua hari lebih, walaupun di tempuh dengan jalur udara.
Hati gelisah berharap segera merengkuh kekasih yang selama ini dalam derita kerinduan, lara nelangsa tak terbayangkan tangis duka, senantiasa berteman di setiap senja menuju terbitnya sang Surya.
Sementara itu di kediaman Djaelani, dengan wajah merah padam dia mengobrak abrik seluruh isi ruangannya, dia mencari sesuatu yang telah hilang. "Kemana surat surat itu? siapa yang telah lancang mengambilnya?" geram Djaelani sambil mengepalkan tangannya. di saat yang sama Lastri datang. "Ayah! sedang mencari sesuatu?" tanya Lastri. "Saya sudah membaca, dan mengambil surat itu, apa yang ayah lakukan?" Lastri tanpa gentar sedikitpun menatap Djaelani.
"Lastri mohon maaf ayah, bukan maksud Lastri menjadi anak durhaka, dan tidak patuh dengan ayah, akan tetapi Sundari telah mengandung anak mahendra, saya tidak mampu menjalani perjodohan ini" ucap Lastri yang duduk di hadapan Djaelani. "Untuk apa ayah menyimpan semua surat-surat Mahendra?" kembali Lastri bertanya.
"Lastri! ayah menginginkan kamu menikah dengan pilihan ayah, yaitu Mahendra putra juragan kopra" Djaelani menatap tajam ke arah Lastri. "Dia adalah pewaris tunggal kekayaan Atmosiman" Djaelani tersenyum lebar, puas dengan apa yang ia rencanakan. "Lalu ayah akan menguasai kekayaan warisan itu sebagai modal perjudian Sawung pitik? karena, sebagian harta ayah telah kalah dengan para penjudi Kawung pitik lain nya" teriak Lastri.
Djaelani tersentak dengan ucapan anak perempuannya. " Tau apa kamu hah..! katakan sekarang di mana keberadaan Sundirah?" tanya Djaelani sambil berdiri.
Lalu, ia bergegas memanggil kusir dan menaiki dokar menuju rumah kamituwo.
setelah tiba di tempat yang di tuju, mereka membahas bagaimana langkah selanjutnya. Beberapa siasat licik dan cara mereka rundingkan dengan teliti, setelah merasa semua cukup untuk di bicarakan Djaelani pamit pulang.
"Ha..ha...ha... ki lurah kau akan menuai akibatnya, setelah sekian tahun aku sabar menunggu dan sekarang adalah waktu yang tepat" nanar mata kamituwo melihat kepergian Djaelani, terbayang sebuah dendam lama yang dia simpan selama ini akan segera terbayar lunas.
"Akan aku porak poranda kan keluarga mu Djaelani, melalui anak anak mu. "Aku sudah bosan menjadi antek mu Djaelani!" kamituwo mengepalkan tangan nya berkata pelan. Sambil membayangkan betapa enak nya menjabat sebagai lurah, dengan tanah bengkok dan menjalankan bisnis kalangan kawung pitik pasti akan beralih kekuasaan padanya kelak.
Harta, kedudukan dan kehormatan satu lingkup sarana membawa seseorang akan ambisi yang bervariasi, untuk berlomba demi menciptakan keinginan dan rasa egois. Sungguh! dari zaman ke zaman cerita akan menjadi monoton tanpa adanya harta dan kekuasaan. Bumi ini cukup untuk jutaan keturunan. Tapi bumi tak kan cukup untuk satu orang serakah. Orang serakah melihat bumi yang bulat namun tiada ujung. Mereka sebenarnya sedang dibutakan dunia. Merasa dunia abadi, merasa kesenangannya adalah hakiki, padahal mereka sedang terjebak dalam nikmat semu.
****
Bengkok \= merupakan tanah desa yang merupakan kekayaan milik desa.
hiii sahabat dumai ternyata harta yang menang 🤭 kasih kopi biar nggak ngantuk ngitung receh nya.
tetap kasih komen mendukung, like and rate ⭐🖐️
love all of you 😘 by Rhu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
P 417 0
judiiii...menjanjikan kmenangaannn
judiiii...mnjanjikan kekayaan
tp boong/Sleep/
2024-09-08
0
@tik jishafa
MasyaAllah... betuul banget ap yg dikatakan, seandainya manusia tidak mementingkan kepentingan pribadi diatas kepentingan org laen, saling tenggang rasa tanpa memandang kasta maka dunia ini aman tentram
2023-03-20
1
Yuni Aqilla
🥺🥺🥺😢😢😢
2022-11-07
1