Hujan rintik tiada henti, mendung tipis menyelimuti kota Bishan st. Kerinduan akan kekasih nun jauh di sana menyatu bersama penantian. gelisah, marah dan semangat membaur bagaikan lukisan tanpa kanvas. Hari berganti pekan bergulir menjadi sebuah purnama Redup tak ter selami seberkas cahaya. Pangkuan pijakan enggan memelas asa. Perlahan kemilau tersapu dari mata.
Hanya air mata yang tersisa diujung harap. Sekian lembar surat sebagai sarana satu-satunya untuk saling bertukar kabar namun tak satu pun terbalaskan. Ikatan janji asmara mereka yang telah lama terjalin, seakan memudar setelah hampir tiga purnama berpisah.
"Dirah... apa yang terjadi dengan mu? tak satupun kabar dariku kau balas. apakah kau telah lupa janji mu di sela Isak tangis mu yang akan setia menunggu kepulangan ku?" Mahendra meratap dalam batin lemah nya. Duduk seorang diri ketika berteduh di sebuah kopi tiam, sambil mengunggu gerimis yang tak kunjung reda. cuaca semakin dingin se dingin jiwa yang nelangsa akan keadaan.
Bayangan Dirah ketika tersenyum dengan manis menyapa di setiap pagi, di saat memanggil lembut nama nya, dan ketika terjadi sebuah keindahan seumur usia yang tak akan terlupakan, kasih dan jiwa mereka menyatu dalam cinta anak manusia yang penuh hasrat dan nafsu ingin memiliki satu sama lain, dan penyatuan raga dengan alasan cinta dan mencintai hingga mengabaikan tentang norma yang seharusnya mereka junjung tinggi sebagai adab manusia yang seutuhnya.
Kenikmatan duniawi nyatanya mengalahkan segala perintah dan larangan dalam keyakinan anak manusia yang selama ini mereka anut.
"Dirah..., tunggu aku pulang, aku akan bertanggung jawab bilamana terjadi sesuatu pada mu, karena hanya kamu yang mampu menjadi tempatku berlabuh, menghabiskan suka dan duka ku sepanjang dan akhir usia ku" ucap lirih Mahendra dengan sejuta harapan.
Kota Bishan mulai senggang dengan segala aktifitas orang orang. sepi semakin menemani malam tanpa bintang, langkah gontai Mahendra melambaikan tangan memanggil sebuah Angkong dan menuju ketempat dimana dia tinggal selama di negri Singapura.
Angkong
Satu pekan telah berlalu, mentari tersenyum menyapa alam semesta.
para pekerja dengan semangat berangkat menjalankan tugas masing-masing. Pagi itu Ki lurah Djaelani, dengan menaiki dokar bergegas menuju rumah juragan kopra Atmosiman. Kunjungan lurah Djaelani saat ini tak lain adalah me rembukan segala keperluan dan rencana mereka tentang perjodohan antara Sulastri dan Mahendra. Perjalanan menuju rumah Atmosiman tidaklah memakan waktu lama, kedatangan Djaelani langsung di sambut dengan ramah oleh Atmosiman.
"Monggo silahkan duduk dek Djaelani, apa kabar, satu bulan sudah berlalu kita tidak saling bertukar kabar." mereka saling bersalaman dan memeluk satu sama lain. lalu Djaelani berjabat tangan dengan karmilah, dan mempersilahkan duduk. seorang pelayan datang dengan membawa jamuan berupa minuman dan berbagai makanan kecil
"Alhamdulillah kabar baik dan sehat sehat saja, mas, mbak yu" jawab Djaelani sambil duduk.
"Selama perjalanan menuju ke sini saya melihat pohon pohon kelapa dan berbagai palawija tumbuh subur dan terawat. Djaelani ber basa basi membuka topik pembicaraan. mereka saling bertukar cerita, hingga tibalah inti dari pertemuan mereka sebenarnya.
Dalam pembicaraan mereka terencana pernikahan antara Sulastri dan Mahendra akan terlaksana setelah sepulangnya menempuh pendidikan beberapa bulan ke depan.
di saat mereka sedang berdiskusi, karmilah pamit berlalu kebelakang bale-bale, antara setuju dan menolak berkecamuk dalam hatinya. Tapi semua Kehendak sang suami adalah wewenang mutlak.
karmilah berjalan menuju kamar Mahendra meneliti setiap sudut ruangan yang selalu rapi. mata karmilah tertuju pada sebuah laci, perlahan dia buka sebuah sapu tangan tersemat nama Sundirah, semakin membuat yakin bahwa ada asmara di antara mereka berdua.
ketika Karmila keluar dari kamar dan menemui Atmosiman ternyata lurah Djaelani telah pulang meninggalkan kediaman mereka.
"Mas...! coba lihat ini" karmilah menyodorkan sapu tangan putih itu.
"Aku akan memberikan dua pilihan kepada suyud, mengugurkan kandungan Dirah yang belum tentu anak Mahendra, atau pergi sebagai pekerja ladang karet di Sumatra." sambil berkata atmosiman meremas sapu tangan itu.
"Aku tidak mungkin punya besan dan mantu dari seorang buruh harian." tegas Atmosiman
Dari balik sketsel mbok Surip mendengar jelas perbincangan mereka, dan bergegas keluar menemui Slamet menceritakan semua apa yang di dengar nya.
"Oalah pak e..... lalu bagaimana nasib Dirah, Suyud harus tau berita ini pak, jangan sampai Dirah dan calon jabang bayi dalam celaka pak." kecemasan Surip sangat beralasan.
"Besok aku akan menemui nya Mak, kamu yang tenang saja pasti ada jalan keluarnya." jawab Slamet. Sungguh pilihan yang sama berat bagi keluarga Suyud, mengugurkan kandungan jelas tidak mungkin, mengikuti transmigrasi di pulau Andalas sama juga bukan masalah yang mudah. Dimana letak kesalahan sebuah cinta bila harus saling sengsara hati begini.
Dalam perjalanan pulang lurah Djaelani puas dengan akhir pembicaraan tadi dan telah menyepakati pernikahan anak-anak nya akan segera terlaksana di awal tahun depan, beberapa bulan lagi. Setiba di rumah kediaman nya Djaelani segera menemui Ratmini dan menceritakan semua rencana kedepan nya. ketika di tengah tengah pembicaraan mereka, datang Sulastri dengan membawa minuman kesukaan ayah nya teh tubruk dengan aroma melati buatan sang nenek. Lastri sudah menduga tentang obrolan mereka adalah mengenai perjodohan nya kelak.
"Duduk kak ndok, ayah membawa berita baik mengenai perjodohan dan pernikahan kalian kelak." kata Djaelani sambil tersenyum. "Ayah...., apakah ayah akan tetap meneruskan perjodohan ini, kali pun saya menolak nya?" Lastri berbicara sambil menunduk.
"Lastri..., ayah hanya menginginkan kamu menuruti kemauanku, sudah akan terlihat nyata kalau kamu menikah dengan Hendra kehidupan mu mendatang makmur, tanpa kekurangan apapun." Djaelani berkata tegas. "Hendra adalah pewaris satu-satunya dari keluarga Atmosiman, apalagi yang membuatmu tidak menerimanya?" suara nya penuh penekanan.
"Apakah semua akan menjamin kebahagiaan Lastri kelak ayah?, maaf ayah, bukan Lastri tidak berbakti sebagai anak, tapi ini menyangkut rasa hati." Lastri menjawab dengan tegas juga.
"Lastri....! rendahkan suaramu, di mana tata Krama mu yang selama ini kamu pelajari..? aku ayahmu, aku yang mengatur semua nya, jangan ada yang menentang kemauanku...!" teriak Djaelani sambil berdiri. Ratmini yang dari tadi melihat dan menyaksikan perdebatan mereka berdua berpindah duduk di samping Lastri. "Sabar ndok". Ratmini sambil membelai pucuk kepala Lastri.
"Ayah...! apapun itu Lastri tetap menolak, saya tidak mencintai mahendra, dan apakah ayah tau. seorang wanita di sana telah menanti kepulangan Mahendra, bersama janin yang ada dalam kandungannya." tangis Lastri pecah. "Ayah banyak cara untuk melenyapkan wanita itu, serahkan semua pada ayah kamu hanya tinggal menjalani kehidupan mu bersama Hendra kelak, jangan membantah!" suara pelan Djaelani tapi penuh siasat licik.
Djaelani pergi meninggalkan mereka berdua menuju ruangan yang ada di tengah bangunan rumahnya. duduk dan mengamati beberapa pucuk surat yang masih utuh dan tersimpan di laci paling bawah.
Ratmini begitu terlihat shock dengan apa yang sudah terjadi antara anak dan cucu nya. "Ndok... apa benar yang baru saja kamu katakan?, siapa wanita itu?, dimana dia berada?" pelan Ratmini bertanya. "Dia adalah anak dari pekerja ladang kelapa milik juragan Atmosiman, Sundirah namanya nek, untuk saat ini dia berada di rumah kang Jito, karena mereka berada di bawah tekanan juragan Siman untuk menggugurkan kandungan nya." Lastri menceritakan semua tentang Dirah.
"Antar nenek menemui Sundirah, Bagaimanapun mengugurkan kandungan sama sekali bukan jalan keluar." Ratmini berkata sambil menerawang jauh dan mengingatkan peristiwa dua puluh tahun lalu yang harus kehilangan anak gadisnya.
Mendung hari ini belum tamak menutupi langit. Seberkas haru yang larut terbalur rasa takut dan kalut. Terpaku meratap menatap jiwa yang dipenuhi dengan rindu. Sejuk kan dahaga dan jiwa sendu merayu. Bulan tak ingin membawakan tawa yang manja.
Kala waktu tak ingin berkawan lagi dengan malam. Saat bintang bersembunyi berharap sunyi sendiri.
Terhapus awan gelap yang menutupi langit.
Bulan tampil dengan cantik dan menarik di jiwa ini. Hitam akan menang menutupi erang. Namun sang fajar bersama dengan mentari akan menari. Hari menjelang malam suara kepak sayap binatang malam semakin menambah kesunyian masing-masing hati yang dirundung kerinduan, kegelisahan, kemarahan, kekuasaan, keinginan dan keserakahan membaur menyatu bersama mimpi.
****
Netizen emteh enaknya di apakan sih orang tua seperti mereka 🤧
tetap mengharap dukungan, komen membangun, like, rate 🖐️dan plus plus 🤭
Love by Rhu 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
P 417 0
jd inget arya dwi pangga😮💨😮💨pendekar syair berdarah
2024-09-06
0
KANG SALMAN
adigang adigung adiguno nyuwiji ing rogo.
anchoorr...
2024-06-10
0
KANG SALMAN
oomakjang....jagoan juga kepdes ini ruoanya ya..
2024-06-10
0