Harjito mengayuh sepedanya tanpa mengenal lelah, dingin angin malam tidak mampu menyurutkan semangat memacu waktu, untuk segera mencari dan menemukan dimana Suyud bersama keluarganya.
Degup jantung dan peluh yang bercucuran dia tidak perduli, sinar bulan purnama sebagai penerangan sepanjang jalan, suara binatang malam dan kepakan sayap kelelawar sebagai irama kesunyian malam kelam.
Hingga di perbatasan wilayah tidak di sadari oleh Harjito, dia telah kehilangan arah karena, jalan yang ia lewati terlalu mengarah ke barat, kemana dan pada siapa ia bertanya malam terlalu sunyi tidak seorang pun terlihat melewati jalan tersebut.
Akhirnya dia mengalah dengan keadaan, dia berhenti di pinggiran sungai Brantas menanti fajar, mencari tempat untuk bermalam, dan bertanya kepada seseorang pada keesokan harinya.
Kegelisahan Suyud membuat Yatemi semakin merasa akan ada sesuatu terjadi. "Pak... aku kok merasakan malam ini semakin dingin dan panjang" Yatemi membagi rasa kegelisahan.
"Mungkin kecapean Mak, istirahat lah ini sudah tengah malam" Suyud menimpali.
Yatemi berjalan masuk ke dalam dan melihat kedua anak-anak nya lelap tertidur, memandangi Sundirah dengan perut yang semakin membulat besar. Wajah ayu itu, tidak sekalipun terlihat senyum menghiasinya.
Kegelisahan dan ketakutan Sundirah menghiasi setiap hari-hari nya, Warti sebagai saudara muda selalu mencurahkan perhatian, kasih dan sayang nya kepada Sundirah. Meskipun kehidupan yang sangat memprihatikan mereka jalani, pemukiman yang jauh dengan penduduk satu sama lain nya.
#Aahhh..... pokoknya pendek kata bukan kehidupan impian setiap manusia.#
Suara burung Pipit di area persawahan, yang tidak jauh dari tempat Harjito istirahat, menantikan pagi menghampiri membangunkan lelap Harjito, mimpi pendek yang ia rajut telah mengantungkan semangat semalam yang menggebu.
Tidak jauh dari pandangan mata, terlihat sepasang suami-istri mengerjakan pengairan di pematang sawah.
Harjito mendekat, dan menyapa sopan kepada mereka. "Selamat pagi pak Lik... kiranya pak Lik berkenan memberikan arahan jalan menuju Jolosutro, saya kehilangan arah" Harjito menyapa dan bertanya, dengan sedikit membungkuk kan tubuhnya.
Laki laki tua itu berhenti dan menatap ke arah Jito, lalu menjelaskan arah menuju jolosutro dengan jalur yang lebih cepat.
"Bawalah singkong rebus ini sebagai bekal di jalan, perjalanan akan memakan waktu lama" sambil mengulurkan bungkusan daun pisang berisi singkong rebus yang masih hangat kepada Jito.
Dengan mengucapkan banyak terimakasih, Harjito melanjutkan perjalanan menuju arah Blitar Selatan.
Di saat yang sama, perjalanan para berandal bayaran Kamituwo, juga sedang melakukan penyusuran jalan seperti arahan yang di berikan lurah Djaelani, mereka bertiga kamituwo berada di antara mereka juga.
bayangan kesuksesan melintas di benak kamituwo, dasarnya berandalan yang suka mencari onar dan mangsa, mereka tidak sulit mencari tempat di mana letak nya Sundirah bersembunyi bersama keluarganya.
Sedangkan di tempat Suyud pagi itu sedang menjalankan kegiatan seperti hari-hari sebelum nya, mencangkul, dan mengerjakan rutinitas untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
Matahari telah tepat di atas kepala, mereka istirahat dan kembali ke gubug tempat mereka tinggal, Yatemi diam terpaku berdiri di bawah pohon mahoni.
Terlihat olehnya gagak hitam sudah dua hari bertengger tidak berpindah tempat dari sekitar gubug mereka.
Sungguh rasa yang tidak bisa terlukiskan, rasa was-was, takut dan gugup menjadi satu.
"Mak....! ada apa? apa emak sakit? istirahat lah Mak, biar Warti yang meneruskan pekerjaaan di ladang Sama Bapak" Warti menghampiri Yatemi.
"Tidak ada apa-apa Warti, hanya saja, perasaan emak dari kemaren kok seperti ada sesuatu yang akan terjadi pada kita" helaan nafas Yatemi berat terdengar.
Suyud mendekat dan duduk bersama mereka, sedangkan Sundirah dari jarak tidak begitu jauh duduk, sambil menghadap ke arah rindang pepohonan, dan merasakan betapa sejuknya semilir angin yang menerpa wajah ayu nya.
"Ndok anak ku Suwarti... apapun yang akan terjadi nanti dan esok, tetap jadilah satu dengan mbak yu mu Sundirah"
"Hanya dia saudaramu, jaga dia di saat dia lemah, rangkul dia di kala dia menangis, kamu yang kuat ya ndhuk" Suyud tiba-tiba berbicara pelan sambil membelai pucuk kepala Warti.
"Bapak ada apa to ini..? Warti menatap kedua orang tua nya bergantian
"Usia bapak sudah tua ndhuk, sedangkan kalian masih banyak jalan untuk melangkah dan melanjutkan kehidupan" Yatemi menambahkan kata.
Dari kejauhan Yatemi melihat Sundirah, jatuh air mata itu dari pipi Yatemi yang keriput termakan usia dan keadaan.
Disaat mereka terhanyut dengan masing-masing perasaan, muncul lah kamituwo bersama para berandalan bayaran berjalan mendekat.
"Kamituwo Sardi...? bagaimana mungkin anda bisa sampai di wilayah ini?" tanya heran Suyud.
"Ha hahaaa.... tidak akan sulit mencari keberadaan mu Suyud"
"Apa kabar Suyud! jauh juga kau berlari dari jangkauan Juragan Atmosiman heh!" Kamituwo mencibir ke arah Suyud.
Sedangkan Yatemi membisikkan kata ke telinga Warti.
"Bawa mbak yu mu menghindar sejauh mungkin"
"Tapi Mak...?"
"Sudah pergilah, selamat kan diri kalian, biar emak sama bapak yang menghadapi mereka" Yatemi mendorong tubuh Warti untuk menghindar.
Di sisi lain dua laki laki brewok dengan perut buncit, dan satunya lagi bertubuh kerempeng berkulit hitam legam, berambut kriwil mendekat ke arah Sundirah yang masih belum menyadari situasi.
Sundirah tentu saja terkejut, ketika tiba-tiba sebuah tangan mendekat hendak memegang perutnya.
"Jangan takut cah ayu, ha ha hahaaa.... jadikan aku sebagai bapak dari yang kamu kandung itu" tawa si kerempeng berambut kriwil itu sungguh memekak kan telinga.
Sundirah menjerit dan mengibaskan tangan si kriwil, Warti mendekap sang kakak sambil berteriak minta tolong.
"Woalaahh.... yang ini bisa aku jadikan istri ke dua juga, jiaahh ha haa.. tidak sia sia juga datang kesini ehh" mereka tertawa keras.
"Toloooong...!" Warti menjerit-jerit sambil minta bantuan siapapun yang mendengarnya, namun mustahil terdengar jarak rumah penduduk berjauhan.
Suyud yang melihat kelakuan tamu tidak di undang itu, segera hendak melangkah berjalan mendekat, namun apa daya tangan kamituwo mencekal lengan Suyud.
Yatemi berlari mendekat, akan tetapi si berandal berperut buncit itu, lebih cepat gerakan nya menjambak rambut Yatemi, dan jatuh terjerembab.
"Pergiiii....! Dirah, warti...! pergi kalian" jerit Yatemi.
Suyud berhasil menampar Kamituwo, dan mendekat ke arah Yatemi terjatuh, belum sempat membantu Yatemi untuk berdiri tegak, berandal kerempeng itu sudah menendang perut Suyud, sedangkan yang berperut buncit menampar dan menjambak Yatemi.
Sungguh keadaan sangat mencekam, Warti menggeret Sundirah yang meraung melihat orang tua mereka di siksa tanpa pembalasan.
"Yu...! ayo yu.. kita menjauh dari sini, jaga kondisi perutmu yu! kita cari bantuan" Warti memegang erat tangan Sundirah.
"Kemana kalian akan lari hah..! berdiam lah kalian di sini, akan ku jadikan bini ke dua dan ketiga kalian, ha...ha.haaaa" tawa si kerempeng sambil mengelus dagu Warti.
Dengan cepat Warti menampar wajah berandalan itu, dan meludah tepat di wajahnya.
"Oh-hh.... ganas juga kamu cah ayu" si kerempeng berkata sambil mengusap ludah yang mengenai keningnya. Lalu kembali hendak mengelus pipi Sundirah, namun naas, kaki Warti nyatanya mampu menendang pangkal paha si kerempeng hingga laki-laki itu terjungkal duduk dan memegangi alat kebanggaan nya satu-satunya sarana pengembang biak, dan masa depan dia gelap lalu tumbang tidak bergerak.
Sundirah menoleh ke arah orang tuanya yang masih menghadapi kamituwo dengan berandal berperut buncit.
Terlihat lengan Suyud mengeluarkan darah segar oleh sabetan clurit Kamituwo.
"Suyud.... aku tidak akan melukai mu, biarkan Sundirah aku bawa, karena aku hanya menginginkan Sundirah" teriak kamituwo.
"Sejengkal langkahmu, tidak akan aku biarkan kamu membawa anak-anak ku...!" Suyud membalas teriak itu.
"Ahhh..! kamu menyusahkan saja" tidak terduga kamituwo mengayunkan clurit ke arah lengan Suyud.
"Tidaaakkk...!"
"Warti...! bapak oohhh bapak..." jerit pilu Sundirah mengiris hati.
"Ayo yu..."
"Kita menghindar dari sini, selamatkan anak mu yu"
Warti mengandeng tangan Sundirah.
Namun, sebelum Warti menjauh dari mereka, dia menyempatkan mengambil batu sebesar dua kali lipat buah kelapa, dan menjatuhkan tepat di kepala si kerempeng yang belum siuman juga.
Lalu bergegas membawa Sundirah mengikuti arah jalan setapak.
Dari jauh terdengar sayup-sayup suara teriakan minta tolong, Harjito menghentikan sepedanya dan mencari di mana asal suara itu.
Dia membalikkan arah sepeda nya, dia mendekat dan tercekat ketika melihat Suyud dalam keadaan tersudut, sedangkan Yatemi terlentang dengan leher terluka gorok.
Harjito berlari dan mengambil pacul yang ada di sisi tubuh Yatemi.
Tanpa berfikir panjang dia mengayuh kan pacul itu ke arah berandal berperut buncit itu.
Cressss....!
Aaaakkhh....
****
huffttt 🤧🤧sesak napas netizen tersayang, sumpah jempol rasanya mules nulis part ini 🤧
Jangan bosan untuk tetap mendukung Sundirah 😘
komen membangun, like, and rate ⭐🖐️
salam sayang and love by Rhu 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
P 417 0
eh😳😳😳mati dong
2024-09-13
0
@tik jishafa
astaghfirulllahalazim
2023-03-20
0
Herna Erna
ayo jito, sikat si iblis kamituwo....
2023-03-16
0