Gemetar tubuh, lemas tiada berdaya tangis bercampur keringat, sudah terlalu jauh jalan yang mereka lewati namun entah kemana harus mencari pertolongan, tak satu pun rumah warga terlihat.
Warti memapah Dirah, mereka berjalan tanpa tujuan malam pun telah menghampiri kemana lagi untuk menyelamatkan diri.
"Yu... kita kemana? sangat gelap dan dingin" Warti menggosok gosokkan telapak tangan nya mencari kehangatan.
Terlihat remang di bawah sinar rembulan sebuah gubug, mereka berjalan mendekat, Suwarti merebahkan Dirah di lincak sambil merangkul, supaya saling menghangat kan.
"Yu... yu Dirah, tidur lah akan ku jaga sampean, esok kita mencari rumah penduduk dan minta tolong"
"Warti... kita di mana?" Sundirah menggenggam erat tangan Warti.
"Yu, perut mu tidak apa-apa kan? semoga pagi segera tiba, kita mencari rumah penduduk dan minta tolong" hibur Warti yang sebenarnya dia sendiri sedang kalut, tidak tau arah harus kemana mencari bantuan.
Bayangan emak nya yang berteriak sambil mengibaskan tangan, menyuruh anak anak nya lari menyelamatkan diri bapaknya yang di hajar orang bayaran Kamituwo. sungguh tragis akhir pelarian Suyud untuk menyelamatkan keluarganya harus berakhir cara yamg mengenaskan. Warti menangis sambil memeluk Sundirah, mereka saling berpelukan dan menguatkan hati.
Sementara di tempat kejadian antara Suyud dengan Kamituwo, terjadi duel sangat sengit.
punggung Suyud terkena sabetan clurit milik berandal buncit itu, luka lebar mengucurkan darah segar.
Harjito datang pada waktu yang tepat, dia mengambil cangkul yang tergeletak di samping tubuh Yatemi yang sudah tidak bernyawa, dan memukulkan ke arah kepala laki-laki berperut buncit itu, namun naas, kamituwo menoleh kearah Harjito dan mengayunkan parang ke arah lengannya.
Terhuyung ke belakang pijakan kaki Harjito untuk mengambil keseimbangan, Harjito terluka pada lengan nya, tapi.... laki-laki bertubuh tambun dan berperut buncit itu telah terkapar dengan cangkul menancap di tengkuk nya.
"Hentikan...!"
"Bapak....! kamituwo apa yang kamu lakukan?" teriakan Mahendra nyaring terdengar, Slamet lari menolong Harjito.
Sedang kan Kamituwo menoleh ke arah mahendra, dia tidak perduli mengayunkan parang ke arah Mahendra, namun Suyud menghalangi menubruk tubuh mahendra, sehingga parang itu menancap tepat di jantung Suyud jatuh tersungkur, kamituwo melarikan diri ke arah kegelapan.
"Pak....! maafkan Hendra yang terlambat datang, bertahan lah" teriak Hendra panik.
"Hen...dra, sun..di raahhh..." terbata-bata suara Suyud sambil menunjuk arah kemana Sundirah melarikan diri bersama suwarti.
"Yud... Suyud....! sing kuat ya Allah astagfirullahaladzim.... Iki piyee?" Slamet teriak sekuat tenaga merangkul tubuh Suyud yang sudah lemas.
"Kang.... titip Dirah sama Warti" pelan pesan Suyud di telinga Slamet.
Suyud telah menghembuskan nafas terakhir, "Bapaaaak....!" teriak Mahendra, sedangkan Slamet ter gugu pilu melihat sekitar yang mulai gelap, Harjito Berlari mendekat ke tempat Yatemi dan Suyud.
"Pak lik.... kenapa semua harus terjadi begini?"
"Ini perbuatan keji, lurah Djaelani harus membayar semua ini!" geram Harjito.
"Den susul dan cari Sundirah bersama Suwarti, biar kami yang mengurus jenasah Suyud dan Yatemi" perintah Slamet.
Malam terlalu gelap tanpa penerangan, seluas mata memandang hanya kegelapan yang terlihat.
Mahendra berteriak memanggil nama Sundirah dan Warti bergantian, namun tak kunjung menemukan kemana mereka pergi berlindung.
Rasa bersalah, dan kehilangan, jiwa bergetar menyayat relung kalbu, berteriak, menjerit memanggil nama Sundirah. Namun tidak ada satupun jawaban. Lemas lunglai tubuh tidak terasa, kembali Mahendra ke tempat dimana Slamet bersama Harjito membereskan semua kekacauan yang terjadi tadi sore, Suyud di semayamkan berdampingan dengan Yatemi, sedangkan kedua berandalan yang juga terkapar kehilangan nyawa di kuburkan berjarak beberapa meter, melakukan ritual pemakaman dengan sangat sederhana dan seadanya.
Subuh menghampiri, menggantikan malam yang mencekam bunyi Kokok ayam hutan seakan turut merasakan betapa keadilan tidak pernah berpihak kepada mereka yang lebih tidak berdaya.
Mahendra bersimpuh di kedua makam Suyud dan Yatemi. mata nanar nya penuh rasa putus asa, Slamet dan Harjito mendekati Mahendra memberikan semangat.
"Ini semua kesalahanku, ini semua karena ayahku, ambisi keserakahan yang mereka ciptakan"
"kemana harus ku mencari mereka pak...! lurah Djaelani harus bertanggung jawab atas kelakuan nya" Teriak Mahendra dengan penuh emosi kemarahan, dan rasa ketidak berdaya an nya.
Lalu menoleh ke arah Harjito dan Slamet, "Jito! kau terluka, maaf kan aku, semua tidak akan terjadi bila orang tua ku tidak mengharapkan perjodohan itu" Mahendra menatap kembali pusara Suyud dan Yatemi.
"Sudah den, meratapi keadaan bukan jalan terbaik, mari kita bersama mencari Sundirah sama Warti saja" terang Slamet sambil mengobati luka Harjito dengan antiseptik alami dari parutan kunyit yang ada.
Lalu mereka mencari Sundirah dengan Warti, menuju arah hutan jati.
"Dirah...."
"Warti...."
"Dimana kalian....? ini kami keluarlah jangan takut" mereka berteriak bergantian memanggil nama Warti dan Dirah.
"Den... di sana rupanya ada jalan setapak, kita ikuti saja" Jito berkata sambil berjalan cepat, dan di ikuti Mahendra.
Warti terbangun dari tidur nya dalam posisi duduk, dia merasa kan ada yang bergetar di lincak tempat Dirah terbaring.
Dirah menggigil hebat, tubuhnya panas keringat dingin membasahi kening nya.
"Ya Allah yu...! sampean demam, bagaimana ini?" Warti panik bingung mencari pertolongan, yang ternyata mereka berada di hutan jati, tak satu pun orang lewat.
"Tolong....! siapa pun yang mendengarnya, tolong kami!" Warti gugup berlari ke arah jalan setapak, dan lari kembali mendekati Sundirah yang mengigau memanggil Yatemi.
"Mak.... kita akan berkumpul lagi kan Mak? maafkan Dirah Mak... bapak... pak..." suara Dirah pelan, dengan wajah seputih kapas, tubuhnya dingin.
"Toloooong.... toloooong...., tolong kami ya Allah..." Warti kalut dengan situasi kebingungan.
Namun! sayup-sayup Warti mendengar suara memanggil nama nya, Warti mendekat dan bersembunyi, dia tidak ingin para berandal itu yang memanggil nya.
Suara semakin jelas terdengar, dan mendekat antara takut dan senang menjadi satu.
Warti berlari ke tempat dimana Dirah masih menggigil. "Yu.. semoga mereka menolong kita, sabar ya yu!" Warti keluar lagi, suara itu semakin jelas dan dia mengenali siapa pemilik suara itu.
"Itu suara pak de Slamet?" girang Warti berlari mendekat dan menjawab panggilan mereka.
"Pak de....! pak deeee...."
"Dirahhh.... Wartiii...!
"Wartiiii.... ya Allah ndhuk... Slamet berlari mendekat di susul Hendra dan Jito. "Dimana Dirah, Warti!" Mahendra tidak sabar menyeruak berjalan mendahului mereka.
Warti berlari sambil menggandeng tangan Hendra menuju di mana Sundirah berada.
"Sun..dirah....! Dirah...! bangun Dirah.... ini mas..." pecah tangis Mahendra memeluk erat tubuh Dirah yang terkulai tak berdaya.
Mereka lalu membopong Dirah kembali ke gubug tempat tinggal semula.
Warti dengan cekatan membuat sesuatu sebagai penghangat tubuh Dirah yang masih menggigil.
"Den sebaiknya kita segera kembali saja, Dirah harus segera ada yang menangani, mungkin kita ke tempat pemukiman padat penduduk untuk minta pertolongan" Slamet memberikan saran karena melihat Dirah yang sangat lemah, dan kondisi kehamilan nya sedikitpun mereka tidak paham.
Lalu Slamet mendekati Warti, dan menuntun Warti keluar gubug, menuju dua gundukan tanah yang masih basah.
Wasti bingung, dan bertanya sambil berteriak keras.
"Pak de? mana bapak sama emak ku? mana mereka?" Warti menjatuhkan diri dan bersimpuh di atas gundukan makam itu, menggenggam erat pusara kayu, menangis, menjerit, meronta, tidak terima dengan keadaan yang ia terima saat ini, orang-orang terkasihnya telah pergi dengan cara yang mengenaskan.
"Pak de...? bagaimana dengan nasib kami selanjutnya, apa yang akan terjadi lagi?" erang Warti memilukan hati.
"Warti, kami yang akan menjaga kalian! kita pulang, mbak yu mu membutuhkan pertolongan segera"
"Kita akan kembali ke sini lagi, ketika semua sudah berjalan dengan baik" Slamet menguatkan jiwa Warti yang terguncang hebat oleh peristiwa demi peristiwa. walaupun Slamet sendiri sulit menerima kenyataan tentang kematian Suyud dan Yatemi.
Sundirah belum sadarkan diri, mata lelah itu terpejam tidak berdaya. Hendra merebahkan kepala Dirah dalam pangkuan nya, tangan nya menggenggam erat dan mengusap lembut perut Sundirah.
mereka melakukan perjalanan pulang, mobil Dodge yang mereka tumpangi merayap pelan.
dan tiba-tiba.....!
"aaakkhhh....."
*****
cckk.... bikin lemes netizen terkasih 🤧
kasih jempol berserta komen nya cuyung 😘😘 mo bikin kopi dulu
see you next chapters 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Ayu Ayuningtiyas
aku kok sedih banget ya bacanya sambil😭😭😭
2023-01-05
1
.
baca sampek sini 😭😭😭😭😭
kenapa
2022-11-10
3
Yuni Aqilla
😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭
2022-11-08
1