Mentari berjalan dengan lesu menyusuri koridor apartemen Awan. Menekan password dan masuk dengan langkah diseret. Dia teramat lelah akibat setelah pulang sekolah mendapat hukuman hormat bendera dari bu Desy selama setengah jam gara-gara ketahuan tak membawa buku Matematika,dan sialnya lagi dia lupa dengan PR matematikanya. Meskipun hanya setengah jam tapi dibawah terik matahari jam dua siang dengan berdiri diatas satu kaki cukup membuat badan Mentari pegal dan dehidrasi.
Padahal dia tidak membawa semua buku jadwal hari ini ,tapi cuma Bu Desy saja yang tahu,sementara guru lainnya slow- slow saja. Entah,baliaunya saja yang kelewat teliti atau beliau punya indra ke enam,sehingga dia bisa tahu setiap murid yang bersalah dengan mudah.
Mentari membuka kulkas dan langsung menenggak habis satu botol air mineral dari sana.
"Gara-gara om awan nih, ngeseliiiin!!",Mentari berteriak kesal. Duduk di kursi makan dan meletakkan botol dengan kasar di atas meja. Dia lantas menelpon Awan, namun tidak diangkat oleh sang empunya. Mungkin Awan sedang sibuk. Akhirnya dia putuskan untuk mengirim pesan saja kepada Awan.
Mentari
Gara-gara om bikin aku kesiangan,aku jadi dihukum hormat bendera tahu!!!
Pesan masih belum terbaca, sepertinya Awan memang sibuk. Tapi saat akan beranjak Mentari teringat sesuatu. Ya, kartu nama yang diberikan bu Mira kemarin.
Mentari menggeledah isi tasnya yang ia lempar di sofa ruang tengah sampai isinya berhamburan.
"Ini dia!",seru Mentari mendapatkan apa yang dia cari.
Mentari lantas melakukan panggilan ke nomor yang tertera di kartu nama. Dering kedua,panggilan diangkat.
"Dengan PT. Makmur Sejahtera, bisa dibantu?"
"Saya Mentari anak dari bapak Ahmad mantan karyawan PT. Makmur sejahtera yang meninggal karena kecelakaan kerja lima bulan lalu"
"Oh iya, saya dapat pesan dari asisten direktur untuk memberitahukan kepada keluarga Pak Ahmad agar bisa datang ke kantor kami setelah membuat janji", sepertinya memang sudah diberitahukan sebelumnya kepada resepsionis kantor tersebut.
"Iya bu, saya akan kesana besok jam tiga sore"
"Baik nanti saya sampaikan dan akan kami kabari kembali"
Panggilan terputus, lantas Mentari merebahkan tubuh lelahnya di sofa. Tak perlu waktu lama,ia sudah terlelap.
***
Selesai dengan meeting yang cukup alot dengan client, Awan melepas jas dan melonggarkan dasinya.Masuk mobil dan bersandar di bangku penumpang belakang.
"Langsung ke kantor boss?"
"Ya" ,jawabnya kepada Indra yang telah siap menyetir.
Awan memeriksa ponselnya, mendapati notifikasi aplikasi hijau dari Mentari,Awan tersenyum. Membuka pesan dan mengerutkan dahinya saat membaca, bukannya tadi hanya kesiangan bukan terlambat, lalu kenapa dihukum? Oh iya! dia ingat Mentari tidak membawa buku pelajarannya tadi pagi.
"Anterin gue ke apartemen aja Ndra, gue balik sekarang",titah Awan. Dia cukup merasa bersalah dengan gadisnya itu.
"Kenapa bos? ada masalah?"
"Udah, turutin aja kenapa?"
" Iya-iya, tapi kan kerjaan lo masih banyak boss,jangan bilang lo limpahin lagi ke gue,sekalian aja gue jadi bossnya",sungut Indra yang sudah tahu kebiasaan Awan
"Daripada lo jadi pengangguran", sahut Awan enteng.
Indra mendengus, bukannya dia tidak bisa cari pekerjaan bagus lainnya,hanya saja dia sudah terlalu nyaman bekerja dengan Awan.
Awan sampai di apartemennya pukul lima sore. Dia cukup terkejut melihat Mentari tidur dengan posisi yang absurd tapi menggoda untuk Awan. Dia memperhatikan sekitar, dimana isi tas Mentari berhamburan sampai kolong meja,sementara si empunya asyik tertidur masih dengan seragam sekolah.
Mentari merasa terganggu dengan pergerakan di kepalanya, dia membuka mata dan menemukan Awan di depannya dengan jarak yang sangat dekat.Oh tidak! dia terkejut melihat Awan sudah datang sementara dia belum mengerjakan tugasnya sebagai pembantu.
Dia gelagapan,langsung bangun dan duduk,sampai Awan hampir terjungkal karena gerakan Mentari. Pasalnya, lelaki tampan itu sedang berjongkok di depan sofa.
Mentari menunduk merasa bersalah,apalagi dia melihat disekitarnya ada buku-buku miliknya berserakan disekitar sofa." Maaf Om,aku ketiduran". Mentari menunggu reaksi Awan,tapi Awan hanya diam dan Mentari jadi semakin takut. Padahal Awan hanya masih terkejut. "Aku belum masak om,belum bersih-bersih juga", Sekarang dia menyesal sudah tidur siang.
Awan yang tadinya terkejut dengan tingkah berlebihan Mentari, langsung tersenyum mendengar gadis itu minta maaf. Sepertinya gadisnya itu sedang takut padanya.
Awan berlutut di depan Mentari yang sedang duduk di sofa, menggenggam tangan Mentari dan berkata lembut," Nggak apa-apa, aku tahu kamu capek,kita delivery aja ya makannya"
Mentari mengangkat kepalanya. "Om nggak marah?",ini pertama kalinya Mentari lalai.
Awan menggeleng," Kamu capek gara-gara aku kan? tadi udah bikin kamu dihukum"
Mentari tersenyum, lalu memeluk Awan dengan erat."Makasih Om..."
Awan lebih dulu melepas pelukannya," Sebagai permintaan maafku,aku mau bebasin kamu kerja hari ini,dan untuk makan,kita delivery aja"
"tapi apartemen om pasti kotor, dari kemarin nggak dibersihin gara-gara aku pulang"
"Nggak apa-apa,ini masih bersih kok"
Mentari jadi semakin sayang dengan Awan yang ternyata sangat pengertian.
"Tapi kamu juga harus ganti rugi karena kamu nggak kerja dari kemarin"
"Oke, potong aja gajiku om buat ganti rugi", dia memang merasa bersalah.
"Bukan potong gaji"
Mentari mengerutkan keningnya menunggu Awan bicara.
"Kamu tidur sama aku malam ini",imbuh Awan.
Mentari membulatkan matanya," Maksud Om?"
Awan peka akan ketakutan Mentari,"Hanya tidur sambil memeluk. Makanya punya pikiran jangan mesum",katanya sambil mencubit hidung Mentari.
"Enak aja! Om yang mesum. Aku mikir mesum karena om selalu mesum",tandas Mentari
"Jadi benar,kamu sedang berpikir mesum?",Awan menyeringai.
Mentari tidak terima" Eh,nggak ya om,aku nggak mmmmpph...", suara Mentari tertelan oleh cuiman Awan. Hanya ******* sebentar,tapi berhasil membuat Mentari terkejut dan linglung.
"Ayo bangun, mandi dulu, kamu bau",kata Awan menuntun Mentari berdiri. Dia hanya bercanda mengatakan Mentari bau.
Mentari mencium badannya sendiri," Iya aku bau,aku mandi dulu ya om",dia langsung masuk kamarnya untuk mandi. Malu dengan Awan karena dia memang bau asem menurutnya. Fasilitas kamar mandi ada disetiap kamar di apartemen Awan.
Awan melongo ditinggalkan begitu saja. Padahal tadi cuma bercanda. Padahal aku kan suka baunya,apalagi saat berkeringat. Pikiran liar Awan selalu bekerja lebih cepat.
***
"Seneng banget lo? ",celetuk Meli pada Mentari. Mereka sedang berjalan ke kantin untuk mengisi perut." Dari tadi kayaknya ceria banget muka lo,abis dapet apa dari om lo itu?"
"Apaan sih? Emang kalo gue seneng mesti karena gue dapet sesuatu dari dia gitu?". Mentari mengelak, padahal memang benar dia bahagia karena Awan. Dia jadi teringat momen mesra-mesraan dengan Awan tadi malam. Dan ketika bangun pagi,ia dapati sambutan manis dari Awan.
"Kan biasanya dia suka kasih lo duit, iya kan? Buktinya lo nggak jadi pergi dari apartemen Awan,pasti karena lo suka duitnya".
Mentari memesan semangkok bakso dan es teh manis seperti biasa,pun dengan Meli. Mereka memilih bangku pojok yang masih kosong.
"Atau mungkin lo suka orangnya?",imbuhnya lagi.
Mentari menghela napas,"Kayaknya gue emang nggak bisa nyembunyiin apa-apa dari lo",lirihnya
"Jadi bener lo suka sama dia?', Meli yang niatnya bercanda malah terkejut sendiri.
"Bisa dibilang kita pacaran"
Mulut Meli menganga dengan lebar. Dia mendorong mangkok baksonya dan mendekatkan kepalanya pada Mentari. Karena penasaran,dia jadi tidak berselera makan. "Kayaknya gue ngelewatin banyak hal tentang lo, dan lo,harus jelasin ke gue"
"iya nanti,gue makan dulu"
"Sekarang!!"
"Iya tapi gue sambil makan ya,lo juga,makan lo kalo mau gue ceritain"
Meli menurut,dan Mentari menceritakan tentang dirinya dengan Awan,minus soal mesum ya...Mentari sendiri jelas malu mencerminkan hal tak patut seperti itu kepada Meli.
"Gue juga disuruh ke PT. Makmur Sejahtera nanti sepulang sekolah?",beri tahu Mentari.
"Itu perusahaan tempat bokap lo kerja kan? Ngapain?"
Mentari mengedikkan bahunya."Kayanya menyangkut ayah gue deh, entah masih ada tanggungan atau mungkin bisa soal asuransi ayah. Lo tahu sendiri kan kematian ayah gue kemarin kasusnya nggak transparan"
Meli menepuk bahu Mentari, lalu merangkulnya."Semoga aja ada keadilan buat keluarga lo ya Tar, seenggaknya lo nggak terlalu menderita lagi harus banting tulang buat hidup kalo asuransinya cair. Ya...sampai lo lulus lah minimal, sampai lo bisa kerja dengan fokus"
"Thanks ya Mel,lo sahabat terbaik gue" Mentari membalas rangkulan Meli. Mereka masih harus berkutat dengan buku dan pulpen lagi sebelum waktunya pulang.
Sepulang sekolah Mentari benar-benar menyambangi perusahaan tempat ayahnya dulu bekerja. Banyak pasang mata yang heran melihat siswa SMA seperti dia berada di sana.
"Maaf mba, saya udah bikin janji kemarin,saya anak pak Ahmad"
"Oh iya, silahkan naik ke lantai 10,lalu nanti bisa tanya ruangan pak Rayan", Resepsionis itu sudah paham, sepertinya memang kedatangan Mentari sudah ditunggu.
"makasih mbak",Mentari tersenyum sebelum menuju ke ruangan yang di tuju.
Dia dibimbing oleh seorang office boy untuk menemukan ruangan orang yang bernama Rayan.
Tok...tok...tok...
"Masuk!"
Mentari membuka pintu,melihat ada dua orang laki-laki yang sama-sama masih gagah. Sepertinya seumuran dengan Awan. Tuh kan dia jadi teringat Awan lagi.
"Silahkan duduk!", perintah seseorang yang sedang duduk di balik meja besar itu.
Mentari menurut.
"Anda putri dari bapak Ahmad sumadi bagian dari bagian maintenance?",tanya lelaki yang satunya lagi,dia berdiri di samping lelaki yang duduk tadi.
Mungkin asistennya,kaya Om Indra
"Iya pak"
"Kenalkan saya Jimi asisten dari bapak Rayan,direktur disini"
Bener kan...!! Mentari mengangguk. "Saya Mentari pak"
"Mentari, boleh saya panggil begitu? sepertinya kamu masih SMA ya dilihat dari seragam kamu", Ucap sang direktur mencairkan suasana.
Mentari tersenyum," Iya,boleh pak"
"Baiklah Mentari, nanti Jimi akan menjelaskan semua ke kamu terkait masalah kematian ayahmu yang ternyata ada kejanggalan dalam proses asuransinya. Maafkan kami karena kami lalai dengan semua itu,sepertinya ada tindakan korupsi yang dilakukan pihak HRD"
Mentari hanya menganggukan kepalanya.
"Saya selaku direktur di perusahaan ini ingin menyampaikan maaf secara langsung atas nama perusahaan karena tidak memberikan hak pegawai dengan benar. Nanti, semua akan dijelaskan oleh Jimi dan dibantu dari HRD"
Setelahnya mentari berdiskusi dengan Jimi untuk menyelesaikan kasus ayahnya. Syukurlah, sepertinya doa Mentari dan Meli terkabul juga. Itulah alasan yang mengharuskan Mentari banting tulang sendiri meskipun ayahnya baru beberapa bulan meninggal. Karena proses pencairan asuransi ayahnya yang ternyata sudah dicairkan oleh salah satu pegawai yang punya wewenang soal itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments