Awan sedang berkutat dengan pekerjaannya sedari tadi. Sepertinya,ia sangat sibuk sehingga melupakan hukuman yang akan ia berikan kepada Mentari. Bahkan,gadis yang tadi sudah ia vonis hukuman itu hanya berbaring santai di sebuah sofa panjang yang terletak di ruangan Awan.
Mentari menyibukkan diri dengan bermain ponsel. Dia menonton sebuah tayangan komedi dari aplikasi di ponselnya,karena bosan hanya menunggu Awan bekerja tanpa menganggap Mentari ada sama sekali. Dan ini sudah 3 jam,perut Mentari sudah meronta Sebenarnya. Tapi ia tahan karena sungkan dengan Awan.
Mentari cekikikan sendiri ketika mendapati adegan lucu yang bahkan hampir semuanya lucu itu di ponselnya. Mendengar tawa Mentari, Awan merasa terganggu,ia mendongak melihat Mentari. Namun,apa yang ia lihat sekarang? Paha mulus Mentari tak sengaja terpampang karena rok sekolah yang memang sudah pendek itu tersingkap. Dia bisa melihat short pant hitam yang Mentari gunakan mengintip dibalik rok yang tersingkap.Awan memang sudah sering melihat Mentari menggunakan celana di atas lutut,hampir setiap hari malahan. Tapi, entahlah kali ini Mentari terlihat begitu menggoda.
"Ngapain kamu?"
Mentari menoleh,"nonton film komedi". Mentari menjawab tanpa merubah posisi.
Awan diam,melepas kacamatanya,lalu menatap Mentari tajam dengan mulut tertutup rapat. Mentari salah tingkah, lalu bangkit dan merapikan pakaiannya."Maaf om",katanya sambil menundukkan kepala.Dia tahu Awan sedang dalam mode marah. Mungkin karena dirinya terlalu berisik sehingga mengganggu konsentrasi Awan.
Awan menggerakkan tangannya,membuat tanda agar Mentari mendekat.
Mentari menurut, ia menghampiri Awan dengan was-was. Dua hal yang membuatnya was-was terhadap Awan. Pertama takut disemprot Awan dan kedua takut kalau tiba-tiba Awan menyerangnya.
Mentari berhenti di depan Awan di seberang meja kerjanya.
"Sini!!!",titah Awan menunjuk tempat disampingnya melalui sorot mata dan gerakan kepalanya. Sedang tangannya bertumpu di atas meja. Mentari mulai bergerak mematuhi Awan dengan terus diikuti tatapan tajam Awan yang sangat mengintimidasi.
"Maaf om", cicit Mentari. Lebih baik minta maaf dulu daripada dianggap tak tahu diri.
"Kamu tahu kesalahan kamu Mentari?", tanya Awan masih dengan tatapan mengintimidasinya. Memang begitulah Awan memperlakukan Mentari seperti anak kecil yang harus dididik.
"Maaf Om, aku udah berisik tadi,jadi om terganggu gara-gara aku". Dia masih menundukkan wajahnya.
Awan menggeleng dengan seringainya."Kesalahanmu adalah menggodaku",ucapnya sambil menarik Mentari jatuh ke pangkuannya. Mentari sontak saja berusaha bangkit,tapi ditahan oleh Awan dengan tangan kekarnya.
"Nga-ngapain om?". Mentari waspada,Awan bukan dalam mode marah tapi ia sedang jadi singa kelaparan rupanya.
"Tenanglah... Aku tahu batasan berpacaran dengan anak ingusan kayak kamu",ucap Awan menoel hidung Mentari.
Mentari melotot, tidak terima dikatakan anak ingusan. Dia saja sudah bisa bekerja,masak masih dikatai anak ingusan."Aku hampir 18 tahun ya om,aku bukan an...". Ucapan menggebu Mentari tertahan ciuman Awan di bibirnya.
Awan ******* bibir Mentari lembut, dan Mentari terbuai. Alhasil, dia malah mengalungkan tangannya di leher Awan dan membalas ciuman Awan.
Keduanya sedang dikuasai gairah. Awan mencumbui seluruh tubuh bagian atas Mentari dengan tangan dan bibirnya, ia juga dengan leluasa menikmati aset kembar ranum milik Mentari yang menggantung bebas di depan wajahnya. Pasalnya, seragam osis milik Mentari sudah terbuka seluruh kancingnya, dan jangan tanyakan Awan bagaimana ia melepas kancing bra Mentari dengan mudahnya. Yang pasti dialah ahlinya.
Awan terus membuai Mentari dengan cumbuannya. Sampai saat tangannya berada di paha Mentari, dia menyingkap rok Mentari. Dan apa yang dia dapatkan? Dia lupa Mentari memakai short pant hitam di balik roknya.
"Upaya melindungi diri Om", Mentari nyengir memperlihatkan gigi-giginya.
Awan tersenyum,mengeratkan pelukannya kepada Mentari.Meskipun mudah bagi Awan untuk menjalankan aksinya,tapi dia menghargai Mentari. Menurutnya,Mentari adalah perempuan baik-baik,padahal jaman sekarang sulit sekali mencari anak yang benar-benar polos seperti Mentari,apalagi dengan latar belakang tempat tinggal seperti Mentari yang tumbuh di kota.
"Aku laper Om",celetuk Mentari tanpa rasa bersalah. Awan melihat jam dipergelangan tangannya.
"Ndra beliin gue makan", kata Awan setelah menekan tombol interkomnya.
"Hmmmm" , terdengar jawaban dari Indra.
Tak selang lama tiba-tiba pintu ruangan Awan terbuka. Indra menganga melihat posisi intim antara Awan dan Mentari dimana mereka masih dalam posisi seperti saat bermesraan tadi. Tak berbeda dengan Indra yang terkejut,begitupun Awan dan Mentari. Namun, Awan dengan mudah mengembalikan ekspresi datarnya. Berbeda dengan Mentari yang justru malu setengah mati kepada Indra. Dia bahkan nyaris terjatuh saat hendak beranjak dari pangkuan Awan, jika saja Awan tak sigap menahannya mungkin dia sudah terbentur meja dan jatuh ke lantai.
Indra melenggang masuk dengan santainya setelah kembali dari keterkejutannya. Dia sudah biasa memergoki Awan bercumbu dengan kekasihnya. Tapi, sekarang berbeda,dia melihat Awan mencumbui gadis remaja? Selera Awan sudah berubah rupanya, dari yang elegan menjadi anak di bawah umur pikirnya.
Awan masih menahan Mentari agar tetap berada di posisinya. Awan tak tahu saja Mentari sudah ingin tenggelam ke dasar bumi saking malunya kepada Indra.
"Mau makan apa lo boss?"
Awan tak menjawab Indra tapi malah beralih ke Mentari"Kamu mau makan apa?",tanya Awan lembut kepada Mentari.
"Apa aja",jawabnya singkat. Dia merasa menjadi ****** di hadapan Indra.
"Beli saja makanan dari restoran Jepang",titahnya.
"Hmmm", Indra mengangguk. Kemudian dia berbalik dan beranjak keluar. Sampai di ambang pintu,dia menghentikan langkah ." Udah kaya bapak lagi nimang anaknya aja lo boss",katanya meledek Awan, setelahnya dia keluar pintu secepat kilat dengan tawanya yang pecah. Padahal tadi dia berekspresi sama datarnya seperti Awan.
"Sialan lo Ndra!",umpat Awan.
"Lagian om sih yang maksa aku buat tetep disini",Mentari menyalahkan Awan.
Awan diam saja,dia seperti sedang berpikir sesuatu. "Mentari",panggilnya kemudian.
"Hmmm", sahut Mentari manja,masih menenggelamkan wajahnya di leher Awan.
"Berapa umurmu sekarang?", Awan membelai lengan Mentari dengan lembut. Dia memikirkan perkataan Indra barusan,yang mengatakan seperti anak dan ayah.
"17. Sebentar lagi 18". Benar, masih sangat muda ternyata. Mereka terpaut usia yang cukup jauh,yakni hampir 12 tahun.
"Kapan?"
Mentari nampak berpikir dan menghitung. "Kurang dari tiga bulan lagi"
"Kelas berapa kamu?
"Kelas XII"
"Sebentar lagi kamu lulus?". Ternyata selama ini Awan tak tahu soal itu. Hanya sedikit saja yang ia tahu tentang Mentari,padahal dia sudah jatuh cinta dengan gadis itu. Tak tahu kenapa, Awan lebih suka mengetahui soal Mentari secara langsung daripada menyuruh orang mengumpukan informasi tentang Mentari, Rasanya tak rela ada yang menguntit Mentari meskipun orang suruhannya sekalipun.
"Apa rencanamu setelah lulus?", jujur Awan takut Mentari akan mengejar mimipnya yang membuatnya jauh dari Mentari.
"Paling kerja,mau kuliah juga susah kalau nggak ada beasiswa", jawab Mentari. Dia berpikir sejenak,"Om,boleh nggak nanti Mentari kerja di sini? Jadi cleaning service juga nggak apa2". Dia memberanikan bertanya soal isi kepalanya itu kepada Awan.
Awan menggeleng. Dan seketika melunturkan senyum di wajah Mentari.
"Nggak boleh ya? aku emang nggak pantes kerja disini, pasti yang kerja di sini lulusan universitas semua ya om",lirih Mentari.
" Daripada kamu jadi cleaning service di sini lebih baik kamu tetep jadi pembantu di apartemenku"
"Aku nggak mau berharap lebih sama hubungan kita Om",lirihnya menundukkan kepala.
"Maksud kamu apa?"
"Aku nggak yakin om bisa batalin pernikahan om",cicitnya lemah." Kalau om nikah sama pacar om itu,terus aku masih jadi pembantu om,pasti aku akan sakit banget"
Awan menghela napas. "Kamu tahu? Aku bahkan ingin menikahimu setelah kamu lulus. Tapi aku nggak mau egois. Kamu harus kejar cita-citamu"
"Kita baru kenal sebentar Om, aku takut ini cuma sementara"
"Kenapa kamu mikir begitu?"
"Kita bukan berasal dari kaum yang sama om, om kaya dan aku? om tahu sendiri kan?!"
"Tapi aku mencintai kamu Mentari", ungkap Awan. Dia memeluk Mentari erat.
"Cuma om yang cinta, tapi tidak dengan keluarga Om",jawabnya.
"Kita belum membicarakan ini dengan keluargaku Mentari, kenapa kamu udah nyerah gitu?", tanya Awan dengan perasaan kalut. Dia takut ditinggalkan Mentari,tapi dia juga takut kekhawatiran Mentari terjadi.
Mentari tersenyum manis menatap Awan. "Kita lihat aja nanti. Makanya aku harus melindungi diriku sendiri om,aku nggak mau terlalu kecewa".
***
Mentari menyempatkan mampir ke rumahnya lagi setelah beberapa waktu lalu sudah ia kunjungi. Kali ini, Mentari meminta izin Awan untuk menginap di rumahnya itu. Lagipula Awan sedang pulang ke rumah orang tuanya karena dipanggil sang papa untuk membicarakan masalah serius katanya. Mentari menebak pasti masalah pernikahan Awan dengan Lusi.Mengingat hal itu, hati Mentari tercubit. Maka dari itu dia ingin menenangkan diri di rumahnya,dengan dalih rindu rumah.
"Mentari!",panggil seorang wanita paruh baya,tetangga Mentari.
Mentari yang baru saja membuka gerbang menoleh. "Eh bu Mira, apa kabar bu?"
"Baik. Kamu ini kemana aja Mentari? rumah kamu kosong terus.
"Saya kerja bu,sambil sekolah juga. Saya disediain tempat tinggal di sana",jawabnya jujur
"Kerja apa?", Bu Mira curiga,menyayangkan kalau sampai Mentari salah jalan.
"Em... saya jadi pembantu orang kaya bu"
"Oalah begitu,saya kira kamu macem-macem Mentari. Saya khawatir sama kamu", ucap wanita itu tulus. Dia mengira Mentari bekerja sebagai pembantu yang benar-benar pembantu.
"Makasih bu",jawabnya tersenyum.
"Sudah beberapa hari ini ada orang yang nyariin kamu terus,nggak ada yang punya nomor telepon kamu, jadinya kesini terus nungguin kamu sampai maghrib".
Mentari heran," Siapa bu? apa teman saya?"
"Katanya orang suruhan dari perusahaan ayahmu",jelas bu Mira
" Ada apa ya bu?",Mentari jadi penasaran.
"Nggak tahu, tapi dia nitipin ini",katanya sambil menyerahkan kartu nama ke Mentari. "Kamu suruh hubungin ke situ",jelasnya.
"Oh iya,makasih ya bu, nanti Mentari hubungi"
Setelah bu Mira pergi, Mentari masuk ke dalam rumah. Dia membersihkan rumahnya terlebih dahulu. Tak begitu kotor seperti sebelumnya,jadi lebih cepat selesai dan ia bisa segera beristirahat.
Mentari meraih kartu nama yang bu Mira berikan tadi. Masih banyak tanya dibenaknya ada apa perusahaan ayahnya menghubungi lagi? Dia menimbang sejenak,ini sudah malam, mungkin nomor kantor yang tertera di kartu nama itu juga sudah tidak ada yang menjawab lantaran kantornya tutup. Mungkin besok saja ia akan menghubungi nomor itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments