Setiap makhluk hidup pasti suatu saat akan mati dan takdir itu tak bisa dihindari. Kamu yang ditinggalkan hanya bisa meratapi kesedihan dengan air mata. Setiap hari perasaan rindu akan menghinggapi hati.
Satu kata yang bisa dijadikan solusi terbaik adalah dengan merelakan atau ikhlas. Namun sayang, ikhlas bukan hal yang mudah dilakukan semua orang. Tahapan ikhlas itu tinggi, butuh mental kuat untuk itu. Terutama saat ditinggalkan oleh orang tercinta untuk selamanya seperti sosok wanita yang bernama 'ibu'.
Ibu yang selama ini memegang peranan penting dalam hidupmu, dia yang melahirkan, merawat, hingga menjaga kamu sampai sekarang, telah menutup mata. Ingin berteriak memohon waktu diputar ulang pun tidak akan bisa.
" Tak ada pilihan lain kecuali ikhlas melepaskan kepergiannya. Hanya untaian doa yang bisa kamu kirimkan, agar ibu senantiasa tenang bersama Sang Maha Kuasa. Agar hati lebih tenang, baca kata-kata bijak terkait ikhlas saat ibu meninggal." Kata yang terus teringat dalam benak Aini.
Kata yang diucapkan Daffa ketika mengetahui Aini masih menangis di sepertiga malam nya.
" Tak ada harapan yang paling diinginkan ibu, kecuali melihat anaknya bisa hidup bahagia dari atas sana. Menangis karena kepergian ibu itu boleh, tapi tidak dianjurkan untuk terus meratapi kesedihan itu." Ucap Akbar saat menutup malam sebelum mereka semua memutuskan untuk beristirahat.
Didalam kamar, Aini termenung didepan jendela yang masih terbuka.
Ceklek...
Daffa masuk dan langsung menghampiri Aini.
" Jendela nya di tutup saja yaa, nanti anginnya masuk." Pekik Daffa.
" Kematian meninggalkan sakit hati yang tidak bisa disembuhkan, cinta meninggalkan kenangan yang tidak bisa dicuri." Ucap Daffa saat melihat Aini diam mematung.
"Bagaimanapun, kematian adalah hukum alam yang tidak dapat dilawan. Manusia tidak diberi kesempatan untuk menawar, melainkan kekuatan untuk sabar."
Daffa menuntut Aini untuk duduk di tepi ranjang.
"Kalau kita ikhlas mempersilahkannya masuk ke hati, kita harus mampu menanggung segala kebahagiaan dan luka yang diakibatkan rasa itu." Ucap Daffa sambil memegang tangan Aini.
Aini menatap Daffa, Daffa tersenyum. Lalu perlahan Daffa bergerak dan melabuhkan ciuman pertamanya di kening Aini.
" Tidurlah, kadang-kadang kita cuma bisa ikhlas, terima dan lanjutkan hidup. Biar kita bisa berdamai sama diri sendiri, dan hidup pasti lebih tenang."
" Ingatlah selalu doa ibu dan mereka selalu menyayangi mu. Doa-doa itu menempel padamu sepanjang hidupmu."
Daffa kembali berkata kata saat Aini hanya diam. Entah diam karena dirinya yang masih belum bisa mengikhlaskan kepergian ibu atau diam karena terkejut dengan ciuman yang di labuhkan Daffa.
Yang jelas malam itu tidak ada dari mereka yang bisa tidur.
Daffa sendiri tidak mengerti dari mana datangnya dorongan untuk mencium Aini.
...----------------...
Hari ke tujuh...
"Ini adalah saatnya aku belajar tak rindu. Aku tahu ibu sudah bahagia di sana." Ucap Aini yang berada di makan sang ibu.
"Kehilangan seorang ibu adalah salah satu kesedihan terdalam yang bisa diketahui hati. Tapi kebaikannya, kepeduliannya, dan kebijaksanaannya terus hidup. Assalamualaikum kakak ipar"
Aini terkejut, dia mendongak sebelum akhirnya kembali menunduk.
" Walaikumsalam.." Lirih Aini namun masih bisa terdengar jelas di telinga Daffi terbukti Daffi tersenyum mendengar salam yang dijawap oleh Aini.
"Hidup ini selamanya indah kalau kita pandai bersyukur. Kalau kita ikhlas menerima skenario Tuhan, apa pun bentuknya." Ucap Daffi sambil berjongkok di sebelah Aini. Menabur bunga untuk Ibu dan membacakan doa.
"Sekarang aku tahu mengapa anda dulu selalu memintaku untuk menjadi kuat ... karena anda tahu bahwa suatu hari aku akan membutuhkan kekuatan untuk menanggung kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidup ku." Pekik Aini.
" Menghapus air mata kesedihan ketika ibu meninggal, tidak berarti kamu menghapus sosoknya di hati. Ingat, meski ibu telah tiada, tapi segala hal indah telah tertanam di hati." Ucap Daffi lagi.
"Meski ibu sudah tiada, tapi sosoknya seperti warisan cinta yang akan selalu bersamamu. Semoga cinta itu mengelilingimu sekarang dan membawa kedamaian." Ucap Daffi sambil berjalan meninggalkan Aini.
"Janganlah terus meratapi perpisahan itu. Bangunlah dari kesedihanmu, lihatlah orang-orang di sekelilingmu." Aini yang terdiam terkejut karena seolah-olah dia mendengar bisikan ibu.
Aini bangun dan melihat sekeliling. Tidak ada siapa-siapa kecuali dirinya dan Daffi yang sudah menjauh.
" Mungkin tadi itu hanya bagian dari halusinasi ku.. Atau diriku sendiri karena aku terlalu merindukannya." Pekik Aini.
Aini kemudian berjalan kembali menuju rumahnya.
"Ibu, ibu meninggalkan kami kenangan indah, cintamu masih menjadi panduan kami, meskipun kami tidak dapat melihatmu, ibu selalu berada di pihak kita." Lirih Aini sambil duduk di ranjang ibunya.
"Ikhlas terhadap takdir yang telah digariskan Tuhan, karena kematian hanya Dia yang tahu." Ucap Yuli yang masuk dan tersenyum sebaring ikut duduk di samping Aini.
"Kita tahu ibu mendengar dari atas. Tidak ada yang kita hargai lebih dari cintanya. Tidak peduli di mana kita berada atau apa yang aku lakukan, ingatan akan ibu selalu membuat kita tersenyum." Ucap Yuli lagi.
"Perpisahan pastilah selalu menyakitkan, itu fitrah manusia. Tetapi, yakinlah bahwa selalu ada hikmah besar dibalik itu semua yang telah Tuhan rencanakan." Ucap Akbar yang ikut masuk karena memang pintu kamar ibu tidak tertutup.
"Aku menangis tanpa henti ketika ibu pergi, tetapi aku berjanji, aku tidak akan membiarkan air mata merusak senyum yang ibu berikan padaku ketika masih ada." Ucap Aini.
" Itu baru adikku ." Ucap Yuli sambil memeluk adiknya.
"Dalam hidup, kami sangat mencintaimu, dalam kematian kami masih mencintaimu. Dalam hati kami, ibu memiliki tempat istimewa, tidak ada orang lain yang akan menggantikannya." Lirih Yuli dan Aini dalam hati secara bersama.
...----------------...
Satu minggu kemudian...
Daffa mencari keberadaan Aini, ternyata Aini ada di kantor panti untuk mengecek data.
" Aini..."
" Ya?"
" Aku akan kembali ke kota, kamu boleh tinggal disini jika..."
" Kalau begitu aku harus segera menyiapkan barang barang kita." Ucap Aini sambil tersenyum dan meninggalkan pekerjaannya.
" Apa?. Tidak maksudku kamu boleh tinggal disini selama yang kamu mau." Ucap Daffa sambil berjalan di belakang Aini.
Aini berhenti dan langsung berbalik.
Brug !!
Daffa yang tidak siap tentu saja menabrak Aini.
" Maaf.." Pekik Daffa.
" Tadi suami bilang apa?" Tanya Aini.
" Kamu boleh tinggal disini selama yang kamu mau." Ucap Daffa.
" Jadi kamu berpikir aku akan tinggal disini dan membiarkan kamu kembali bermesraan dengan sekertaris Ken?"
" Apa?. Aku tidak..."
" Sebenarnya yang menjadi istri mu itu aku atau sekertaris Ken?"
" Kamu.."
" Ya sudah, apa kamu tidak mau lagi tinggal dengan ku?" Tanya Aini sambil mendekati Daffa.
Sangat dekat hingga tidak ada jarak diantara mereka.
" Ehem..."
...----------------...
...----------------...
...----------------...
...----------------...
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments