Tak bisa dimungkiri, ibu adalah sosok wanita paling berjasa bagi semua manusia di dunia karena semua orang tentu terlahir dari rahim seorang ibu.
Selama sembilan bulan mengandung, hingga melahirkan, merawat sang buah hati dengan penuh kasih sayang. Tak pernah ada keluh kesal yang muncul dari bibirnya, ia begitu ikhlas tanpa pamrih.
Kehilangan sosok ibu menjadi hal yang sangat berat. Saat ia pergi untuk selama-lamanya, ada lubang yang menganga dalam hati.
Tak hanya itu, kehilangan ibu tercinta menjadi momen paling berat bagi setiap orang. Kehilangan orang yang paling dicintai membuat dunia terasa runtuh dan penuh keputusasaan.
Aini masih mengurung diri di dalam kamar sang Ibu. Dia membacakan yasin untuk sang ibu dengan air mata yang terus menetes sehingga membuat kitab suci yang ada ditangannya menjadi basah.
Hati Daffa bagai di iris belati tajam melihat Aini dalam keterpurukan yang mendalam.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Daffi. Dia ingin sekali ada di samping Aini dan memeluknya. Tapi dia sadar kini Aini sudah menjadi kakak iparnya.
" Nak, dimana Aini?" Tanya Mama Daffa.
" Aini ada dikamar nya.." Ucap Daffa.
Mama menghela nafas panjang sebelum akhirnya dia masuk ke dalam kamar.
Hati mama sungguh sakit melihat pemandangan itu lagi.
Mama masih bisa mengingat dengan betul betapa terpuruknya Aini ketika sang ayah meninggal. Dan sekarang Tuhan juga mengambil Ibu yang sangat dicintai dan di hormati Aini.
" Assalamualaikum nak, mama datang." Ucap Mama sambil perlahan mendekati Aini dan berusaha menahan air matanya.
Aini berhenti melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Dia terdiam sejenak.
"Nak, Dunia berubah dari tahun ke tahun, hidup dari hari ke hari, tetapi cinta dan kenanganmu bersama dengan Ibu tidak akan pernah hilang." Ucap Mama dengan hati-hati.
" Raga beliau memang sudah tidak ada. Tapi kenangannya masih melekat di dalam hati." Mama mencoba mendekatkan tangannya dan memegang bahu Aini.
Aini langsung berbalik dan memeluknya.
"Aku tidak bisa berhenti menangis saat beliau meninggal. Aku juga tidak bisa menahan agar air mata ini tidak merusak senyuman yang beliau berikan padaku saat masih hidup. Aku mencoba. Aku berusaha tapi aku tidak bisa."
" Kenapa takdir begitu jahat kepada ku mam, belum sembuh luka karena kehilangan Ayah, sekarang Tuhan mengambil Ibu juga." Tangis Aini kembali pecah dalam pelukan Ibu mertuanya.
" Itu karena Allah sangat menyayangi Ibu dan ayah kamu. Allah ingin mereka bersama di tempat terindah yang ada di sisi nya."
"Ibu adalah rumahku, tempat aku berpulang. Kini, Aku tidak punya rumah untuk berpulang lagi. Pada siapa aku akan berbagi kebahagiaan yang akan aku dapatkan nanti"
" Nak, kamu masih punya Mama dan papa. Kami adalah orang tua mu sejak kata sakral itu telah sah di ucapkan. Jangan pernah berpikir bahwa kamu sudah tidak memiliki tempat untuk berpulang." Pekik Mama.
"Semoga Tuhan memberikan penghiburan bagi saya dan adik-adik saya dalam kesedihan kami atas kehilangan ibu kami." Ucap Akbar saat dirinya tidak sengaja mendengar percakapan antara Aini dan Mama Daffa.
" Abi, apa Abi baik baik saja?" Tanya Yuli saat melihat Akbar mengusap mata dengan jari telunjuk dan jempol.
" Ya, Abi baik baik saja, sebaiknya kamu mendampingi Aini. Biar Mbak Retno saja yang menemui para pelayat. Yang saat ini dibutuhkan Aini adalah dukungan dari mu."
Yuli menunduk, dia menghapus air matanya. Dia tidak boleh lemah di hadapan Aini. Bagaimana dia bisa menenangkan Aini jika dirinya belum bisa mengontrol kesedihannya sendiri.
Akbar memeluk Yuli.
" Kuat lah demi adikmu." Pekik Akbar.
Yuli mengangguk. Setelah dia menghapus air matanya dia mulai masuk ke dalam kamar Aini.
"Tidak peduli apa yang aku lakukan untuk melupakan rasa sakit ini, jauh di lubuk hati, aku akan selalu tahu bahwa aku tidak akan pernah bisa memeluk ibuku lagi. Aku merindukan nya. Bisakah Tuhan mengijinkan aku untuk memeluk ibu lagi" Pekik Aini.
Tes....
Yuli kembali meneteskan air mata, dia menurunkan langkahnya untuk mendekati Aini dan berbalik menghampiri sang suami lagi.
" Ada apa?" Tanya Akbar yang heran melihat Yuli kembali lagi bahkan belum sampai pada Aini.
Yuli segera memeluk sang suami dan menangis di sana.
" Bagaimana bisa aku datang dan menguatkan adikku sementara aku sendiri tidak dapat menguatkan diriku sendiri."
Akbar kemudian membalas pelukan Yuli dan semakin mendekapnya erat.
" Maafkan aku Abi, kamu menyuruh aku untuk masuk ke dalam dan menguatkan Aini tapi aku tidak bisa."
Akbar menghela nafas..
Dia tahu, ini adalah momen yang paling sulit, kehilangan ibu berisi ungkapan penuh kesedihan dan kerinduan terhadap sosoknya. Kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidup bukan hal yang mudah.
Yuli kemudian datang ke pusaran sang Ibu yang dikebumikan di belakang panti asuhan bersama dengan pusaran sang Ayah.
"Bu, kehilanganmu telah mengurungku dalam kesakitan, penderitaan, dan kesengsaraan. Tapi, aku tidak keberatan menderita, setidaknya itu telah membebaskanmu dari rasa sakit yang bahkan tidak kau tunjukkan pada kami. Maaf karena aku tidak bisa ada untuk menguatkan Aini karena sejatinya aku sendiri tidak sekuat yang terlihat." Pekik Yuli.
Akhirnya Mama bisa membuat Aini merasa jauh lebih baik walaupun itu mungkin hanya bersifat sementara.
Mama mengajak Aini untuk keluar kamar dan melihat bahwa dia tidak sendirian.
" Ingatlah momen indah yang pernah kamu lalui bersama dengan ibu mu. Mungkin itu akan membuatmu merasa jauh lebih baik."
"Kenangan indah saat-saat yang aku dan Ibu habiskan bersama membuatku tersenyum, hanya sampai saat mereka akhirnya mengingatkanku bahwa beliau tidak lagi di sini."
Mama kembali memeluk Aini. Tapi kini Aini sudah tidak menangis hanya pandangannya saja yang terlihat kosong.
...----------------...
"Kematian telah membawamu ke tempat yang indah bernama surga, tetapi itu telah membuat hidupku kini menjadi neraka." Ucap Aini sambil menabur bunga di pusaran ibu dan ayahnya di hari ketiga meninggal nya sang Ibu.
"Hidup mengambilmu dari kami. Kau akan selalu menjadi pahlawan kami tanpa tanda jasa. Untuk setiap bunga yang aku tempatkan di makam Ibu, aku memikirkan semua hal yang ibu lakukan untuk membuat hidup ku seindah dan harum seperti hamparan bunga."
Daffa berjalan menghampiri Aini dan memegang tangannya.
"Jika aku memiliki kesempatan untuk bertemu dengan ibu untuk yang terakhir kalinya, aku hanya akan meminta ibu untuk memelukku sekencang mungkin, menyandarkan kepalaku di bahumu dan menangis sampai air mata ku mengering."
" Aini, mereka yang kita cintai tidak pergi, mereka berjalan di samping kita setiap hari. Tidak terlihat, tidak pernah terdengar tetapi selalu dekat, masih mencintai, masih merindukan."
...----------------...
...----------------...
...----------------...
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments