Sekolah
Angin yang mulai bertiup membuat beberapa kelopak bunga di pohon yang sudah tua jatuh.
Samantha melihat ke arah jendela dari duduk nya sembari memangku dagu nya dengan satu tangan.
"Anna kenapa gak datang juga?" gumam nya yang mulai risau dengan teman nya yang sudah dua hari tidak datang ke sekolah.
Ia tau, walaupun teman nya itu tak pintar dan tak menyukai pelajaran namun ia tak akan bolos tanpa alasan.
Guru yang mengajar pun mulai kembali mengabsen, "Maurenne Ariana?"
Panggil sang guru namun tak ada yang menjawab nya, ia hanya membuang napas dengan kasar, "Absen lagi?" gumam nya sembari menandai nama gadis itu.
Samantha hanya diam, ia sudah beberapa kali mencoba menelpon teman nya namun tak ada jawaban sama sekali.
Hilang kabar seperti di telan oleh bumi. Tak ada satu pun yang mengetahui nya. Ia bahkan sudah mencoba datang ke apart teman nya namun dengan membawa hasil yang sama.
................
Mansion Demian.
Gadis yang masih tertidur karena sisa bius yang masih menjalar di tubuh nya membuat nya tenang.
Kedua sisi tangan yang di balut dengan perban untuk menutupi luka sayatan yang sangat ia sukai.
Pria itu hanya diam dan duduk sembari memperhatikan gadis yang tertidur itu.
Bagi nya Anna adalah objek yang sangat unik dan mungkin yang paling unik yang pernah ia temui hingga saat ini.
Memiliki warna bola mata yang bisa ia lihat, dan juga sikap yang walaupun takut pada nya namun masih bisa menurut dan membentuk diri nya bagai slime. Bertingkah imut dan manja agar menarik perhatian nya walaupun tau nyawa nya sudah di ujung tanduk.
Tak ada satu pun korban nya yang seperti itu ketika sudah ia sandera. Kata-kata 'Tolong lepaskan aku' 'Maafkan aku' 'Apa salah ku?' 'Ampuni aku' dan 'Bunuh saja aku' adalah yang yang paling sering ia dengar.
Mata bulat itu perlahan mulai terbuka, ia masih merasa sulit membuka mata nya namun karna merasa tidur nya telah cukup ia pun tetap membuka mata nya.
"Astaga!" Anna tersentak, pria yang menatap nya dengan sorot serius dan duduk tak jauh dari ranjang nya membuat jantung nya ingin lepas.
"Kau ingin keluar dari sini?" tanya Lucas pada gadis itu.
Anna diam sejenak, ia takut mendapat kata jebakan karna ingin keluar dari tempat ini memiliki banyak arti.
Kalau dia membunuh ku, aku juga akan keluar kan dari sini? Tapi aku belum mau mati!
Melihat tak ada jawaban Lucas pun bangun dari duduk nya mendekat. Ia duduk di samping ranjang gadis itu.
Wajah dan tatapan waspada selalu ada di mata Anna setiap kali ia melihat pria itu mendekati nya.
Lucas pun mulai beranjak menyentuh rambut pirang keemasan gadis itu, anak rambut yang berada di dahi nya pun ia sentuh perlahan namun,
Greb!
Auch!
Anna meringis, tangan pria itu tiba-tiba menarik rambut nya dengan kuat hingga membuat nya menahan sakit.
"Jawab dengan cepat kalau aku bertanya, aku tidak suka menunggu." ucap Lucas dengan wajah datar nya.
Ia tak tau seberapa kuat diri nya dalam mengontrol tenaga yang hampir membuat kulit kepala gadis itu terlepas.
"Sa-saya mau tetap dengan anda, Sir." ucap Anna gugup sembari meringis dan berusaha menahan tangan pria itu.
Ia tak tau jawaban terbaik apa yang bisa ia keluarkan agar tetap selamat dan hanya itu lah yang bisa katakan.
Lucas perlahan melepaskan tangan nya, wajah nya dan ekspresi datar itu melihat dengan serius wajah yang takut dan gugup di depan nya.
Secarik senyuman simpul kembali terlihat di wajah nya, benar saja gadis di depan nya adalah gadis yang paling unik yang pernah ia temui.
"Tentu saja," ucap nya sembari mulai mengelus dan mengusap wajah gadis itu dengan tangan nya yang semakin beranjak mendekat do daerah mata.
"Kau kan milik ku," ucap nya dengan nada mendominasi dan jemari yang menekan pelipis gadis itu seakan ingin masuk dan mencongkel mata nya.
Anna diam sesaat mendengar nya, nada yang menekan kan setiap kata itu terlihat tak bisa di ganggu gugat, tangan yang membuat wajah nya terasa sakit karna menekan pelipis nya pun ia tahan.
Greb!
Kedua tangan kecil nya menggenggam tangan pria itu yang semakin ingin bergerak mengambil bola mata nya.
"Tentu saja! Anda tidak bekerja hari ini, Sir? Apa anda ingin melihat darah lagi?" tanya nya dengan mengganti eskpresi nya yang berusaha menyukai kedatangan pria itu.
Lucas diam sejenak memperhatikan wajah yang seperti nya tengah tersenyum cerah pada nya namun gerak tangan dan tubuh yang tak bisa di sembunyikan.
"Kau sedang tersenyum? Tapi kenapa tangan dan tubuh mu gemetaran?" tanya Lucas dengan secarik senyuman tipis pada gadis itu.
"I-ini..."
"Ka-karna saya sangat bersemangat bertemu anda, Sir!" jawab Anna dengan takut.
Namun seperti bentuk pertahanan hidup nya sejak dulu, ia selalu mampu mengatakan apa yang di sukai orang lain dan yang ingin di dengar lawan bicara nya.
Lucas tertawa kecil melihat nya, ia pun melepaskan tangan nya dan mengambil satu spuit yang telah ia persiapkan.
"Tidak akan terlalu sakit," ucap nya dan mulai menancapkan jarum tajam itu ke leher gadis itu secara acak.
Mata Anna membulat, padahal ia baru saja bangun namun mata nya kembali mengantuk ketika rasa sakit dari jarum itu datang dan menyebarkan isi cairan nya.
Seluruh otot tubuh nya merasa lemas, pandangan yang kembali mengabur dan senyuman simpul yang ia lihat terkahir kali sebelum ia tertidur.
Lucas pun mulai membawa nya dan menjalankan prosedur penanaman chip yang akan ia lakukan.
Gadis itu di letakkan di atas ranjang yang mirip seperti ranjang operasi.
Dokter, peneliti, serta programmer yang sudah ia siapkan untuk pemasangan nya, karna menggunakan fitur pengekang ia juga harus mampu menjalankan sistem pengatur motorik yang berada di otak agar mampu mengirimkan sinyal rasa sakit.
Memang seperti proyek ilmuan gila namun pria itu memang selalu ingin melakukan apa yang melampaui batas orang lain.
"Lakukan," perintah nya ketika semua nya akan di mulai, walaupun bisa saja gadis itu mati karna percobaan penanaman chip pertama namun ia tak begitu peduli.
Karna ia hanya masih di batas tertarik dan belum memiliki perasaan yang mendalam apapun.
"Seperti nya hidup nya cukup keras," ucap Diego ketika pakaian gadis itu di ganti sebelum operasi.
Walaupun kulit gadis itu terlihat putih dan lembut namun di punggung dan bagian tubuh yang tertutup memiliki bekas luka yang terlihat jelas.
"Dia pernah di tikam," sambung Lucas ketika melihat bekas luka di tubuh gadis itu, mungkin tak hanya bekas tusukan pisau saja namun bekas luka lain pun terlihat membekas karna tak pernah mendapat perawatan pemulihan.
Walaupun ia tak belajar forensik namun ia tau bekas luka seseorang, bekas luka yang terlihat cukup dalam dan berada di tiga titik tubuh gadis itu.
"Ku rasa dia tidak takut mati karna pernah menghadapi kematian sebelum nya." ucap Lucas dengan smirk nya dan menganggap gadis itu semakin menarik.
"Kau semakin banyak tersenyum dan bicara sekarang," ucap Diego dengan tawa kecil pada sepupu nya.
"Benarkah? Ku rasa karna aku menemukan sesuatu yang menyenangkan?" tanya Lucas berbalik sembari menaikkan satu alis nya dan tetap melihat prosedur operasi penanaman chip tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments
Muftia Arisanti Muftia Arisanti
ws nyeraaahhh..aku psikoliogis mentalku, ada batasnya..ra kuaaatt..aku,
penikmat membaca, bukan sekedar baca, lepas baca ilang, nah...yg bener penikmat bisa di pastikan, masuk alur lakon, menikmati,mengamati, menilai,merasakan, emosi, tegang, was2,
nah...yg genius itu orang yg mampu mengambil hikmah di tiap lakon, bukan meniru, menjadi, beranday, berhayal, hasile malah menyesatkan wah...gak BAHAYA TA...semangat autor...lope..lope...💓💓💓👌✌😂😂😂🙏
2023-09-09
0
Mr.VANO
ak suka cerita novelmu,,,menariku untk lanjut
2023-03-09
0
Nur Lizza
sadis amat si lukas thor.
kasihn sm anna.smg ads ke ajaiban bt lukas biar sadar
2023-02-07
0